• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Sekelumit Kisah tentang Masjid dan Perempuan

Pada saat menulis ini, saya teringat keutamaan shalat di masjid yang hanya dimiliki laki-laki, sedang perempuan katanya lebih baik di rumah, sebaik-baiknya katanya. Tapi apakah konteks itu adil bagi perempuan?

Iftita Iftita
02/08/2021
in Pernak-pernik
0
Perempuan Shalat Berjamaah di Masjid

Perempuan Shalat Berjamaah di Masjid

253
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Islam mempunyai lima rukun yang wajib diimani. Salah satunya adalah shalat. Shalat adalah perintah tuhan yang dilakukan dalam sehari, umat Islam diwajibkan melaksanakan shalat lima kali: zuhur, asar, magrib, isya dan subuh. Sebaik-baiknya ibadah shalat adalah yang dilakukan di masjid.

Menurut Abbas Arfan pada buku Fikih Ibadah Praktis, definisi salat berjamaah menurut istilah syara’ adalah keterikatan shalatnya makmum dengan shalat nya imam. Shalat berjamaah di masjid, sudah tentu lebih utama daripada shalat sendirian dengan perbandingan dua puluh derajat.

Masjid menjadi tempat yang disucikan agama Islam, sekaligus menjadi tempat Ibadah. Sekalipun masjid menjadi tempat sakral bagi yang memeluk Islam tetapi fungsi masjid tidak hanya dijadikan sebagai tempat shalat dan mengaji. Adakalanya masjid dijadikan sebagai tempat musyawarah  masyarakat sekitar sana untuk melakukan aktivitas sosial.

Pada saat menulis ini, saya teringat keutamaan shalat di masjid yang hanya dimiliki laki-laki, sedang perempuan katanya lebih baik di rumah, sebaik-baiknya katanya. Tapi apakah konteks itu adil bagi perempuan? Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini tanpa kita sadari menjadi laki-laki telah mendapatkan banyak kesempatan dibandingkan perempuan.

Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan merupakan makhluk yang setara di hadapan Tuhan, tidak ada pembeda kecuali ketaqwaannya. Perempuan yang memperjuangkan  kesetaraan gender bertujuan agar laki-laki dan perempuan mendapatkan kesempatan yang sama, sekalipun tentang aturan shalat. Tetapi bagaimana ketika agama sendiri tidak memberikan kesempatan yang sama terhadap perempuan dalam hal ibadah shalat?

Mengutip kata-kata Quraish Shihab, bahwa “semua persoalan jika dikaitkan dengan agama, maka salah satu hal yang harus diperhatikan adalah mengapa agama itu hadir.” Rasulullah Saw bersabda terkait tempat shalat yang paling tepat untuk perempuan yaitu di rumah masing-masing. Ada hadits yang serupa dari HR Ahmad dari Ummu Salamah ra, bahwa sebaik-baik masjid bagi kaum perempuan adalah rumah mereka.

Baca Juga:

Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Pada zaman Nabi ada perempuan bernama Ummu Hisyam binti Al-Harits yang hafal surat Qaf. ia menghafal surat Qaf karena sering mendengarkan Nabi Muhammad SAW membaca surat ini ketika Ummu Hisyam menjadi makmum yang diimami langsung oleh Nabi Muhammad Saw. Hal ini berdasarkan pernyataan Ummu Hisyam “tidaklah aku menghafal surat qof wal Qurani Al-Majid kecuali dari lisan Nabi. Pada lain kesempatan Rasulullah SAW pernah melarang perempuan bernama Ummu Hamid untuk shalat di masjid, padahal waktu itu Ummu Hamid  sangat ingin berjamaah bersama Nabi.

Pada hadits yang lain ditemukan bahwa ada larangan mencegah perempuan shalat berjamaah di masjid. Tetapi setelah dibaca lebih dalam, ternyata teks hadits ini terjadi pada saat pra Islam. Pada waktu pra Islam perempuan banyak dikekang di tempat publik, tidak pernah diberikan tempat untuk berekspresi, menyampaikan pendapat sekalipun.

Buah dari silang pendapat ini memberikan perasaan dilematis kepada perempuan, masyarakat khususnya mempertanyakan mana yang lebih utama, apakah shalat di rumah atau di masjid yang mempunyai pahala 27 derajat?

Sebelum Islam datang, para perempuan diceritakan mendapatkan posisi yang menderita dan tidak memiliki kelayakan serta kemerdekaan. Pada masa Romawi hak perempuan sepenuhnya dikendalikan oleh ayahnya, setelah menikah hak perempuan diberikan kepada sang suami. Kembali pada masa Jahiliyah, orang tua membolehkan membunuh anak perempuannya hidup-hidup, karena merasa anak perempuan tidak berguna pada saat itu.

Bahkan ketika seorang istri pada masa jahiliyah melahirkan anak perempuan, maka orang tua dan keluarga akan menyembunyikan berita (bahagia) harusnya, karena melahirkan anak perempuan pada waktu itu dianggap sebagai bencana. Menurut Al-Qurtubi, di Arab ada beberapa kabilah di mana seorang anak laki-laki biasa menikahi bekas isteri ayahnya. Di kalangan Anshar pun kebiasaan seperti ini berlaku. Nasib isteri pada masa Arab jahiliyah seperti layaknya harta warisan yang bisa diwariskan kapan saja. Perempuan menjadi simbol kehinaan waktu itu.

Pada masa Yunani kuno wanita dipaksa memikul tanpa persetujuan perempuan, dan memang persetujuan itu tidak ditanyakan karena itu dianggap tidak penting. Perempuan Yunani harus selalu menaati segala aturan yang datang dari laki-laki, baik itu saudara laki-laki ataupun ayahnya. Perempuan banyak dijadikan pelacur, selir-selir yang tugasnya merawat tubuh tuannya. Perempuan di Yunani Kuno dijadikan sebagai persembahan oleh Aphrodite (dewi cinta dan kecantikan, yang mengkhianati suaminya dan bermain dengan tiga dewa yang lain).

Jika dipahami saksama tentang zaman pra Islam mungkin saja logis ketika waktu dulu masih banyak aturan yang ketat tentang perempuan, bahkan untuk shalat di masjid sekalipun. Ruang aman untuk perempuan waktu dulu tidak ada.  Tetapi jika melihat konteks perempuan hari ini sangatlah berbeda jauh. Disadari atau tidak, perempuan hari ini jauh lebih aman dari pada zaman pra islam. Walaupun tidak dipungkiri bahwa hari ini masih banyak perempuan yang masih mengalami ketidaknyamanan berada di ruang publik.

Dengan demikian, perempuan menginginkan shalat di rumah ataupun di masjid tidak masalah, bukankah ibadah boleh di mana saja tanpa terbatas tempat? Kembali pada kemaslahatan diri perempuan itu sendiri. Meskipun laki-laki mendapatkan keutamaan shalat di masjid bukan berarti ia tak mendapatkan keutamaan jika melakukan shalat di rumah, begitupun juga hal yang sama berlaku untuk perempuan. []

 

Tags: Hadits Nabiistri nabiKesalinganmasjidMubadalahperempuanSejarah Nabi
Iftita

Iftita

Terkait Posts

Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Kholidin

Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

5 Juli 2025
Sekolah Tumbuh

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Film Rahasia Rasa

    Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bekerja itu Ibadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Malu Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID