• Login
  • Register
Sabtu, 7 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Salah Kaprah Merespon Fenomena Pick Me Girl

Konten pick me girl  berisi tentang seorang perempuan yang mengklaim dirinya tidak seperti perempuan kebanyakan

Nuril Qomariyah Nuril Qomariyah
27/10/2022
in Personal
0
Salah Kaprah Merespon Fenomena Pick Me Girl

Salah Kaprah Merespon Fenomena Pick Me Girl

444
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa bulan terakhir media instagram ramai dengan postingan bertajuk ‘pick me girl’ konten-konten yang disajikan pun beragam, mulai yang membahas terkait pengertian secara umum, hingga konten yang menampilkan bagaiaman masyarakat dalam hal ini perempuan yang terjangkit fenomena ini.

Istilah pick me girl  banyak diartikan sebagai kondisi perempuan yang berusaha melabeli dirinya sendiri tidak seperti kebanyakan perempuan lainnya, dalam konteks ini dengan tujuan untuk mencari validasi sekitarnya utamanya yakni lawan jenis.

Sebenarnya, tidak hanya pick me girl saja laki-laki juga bisa melakukan pick me boy. Namun netizen akan memberi respon berbeda antara konten yang menghadirkan persoalan laki-laki dan perempuan, sehingga istilah pick me girl  lebih ramai diperbincangkan. Bukannya menjadi bahan untuk saling berbagi edukasi, istilah pick me girl  justru jauh lebih populer dijadikan suatu siklus melanggengkan internalized misogyny  antara perempuan yang satu dengan yang lainnya.

Konten seperti halnya pick me girl sudah pernah viral pada tahun 2016, yang populer dengan istilah “i’am not like other girl”  juga memiliki pola yang sama dengan fenomena pick me girl. Sebenarnya tidak jauh berbeda, konten pick me girl  berisi tentang seorang perempuan yang mengklaim dirinya tidak seperti perempuan kebanyakan.

Misal, perempuan yang merasa dirinya lebih baik karena tidak suka memakai make up seperti kebanyakan perempuan lainnya, atau misal perempuan yang merasa lebih baik ketika ia jauh lebih tangguh dibandingkan perempuan lain yang dianggap “menye-menye”, dan masih banyak contoh lainnya yang sering muncul di sosial media.

Baca Juga:

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

Disadari atau tidak fenomena ini bukanlah hal baru. Jika kita melihat lebih dekat di tengah-tengah masyarakat juga sudah sering kali terjadi, bahkan dampaknya langsung dirasakan oleh perempuan. Secara pribadi saya menemukan ini di lingkungan terdekat saya, semisal beberapa perempuan yang mengenyam pendidikan di pesantren, dianggap tidak seperti perempuan kebanyakan yang memiliki kehidupan sehari-hari yang lebih bebas.

Tidak dapat dipungkiri, kondisi ini juga dapat berlaku sebaliknya. Anak perempuan yang jarang terlihat membersihkan rumah atau membantu memasak akan dilabeli tidak sama dengan perempuan kebanyakan, dan bahkan lebih parah lagi akan dicap sebagai ‘bukan calon menantu idaman’.

Fenomena ini pun tidak jauh berbeda dengan apa yang viral di beranda media sosial kita. Meskipun tidak lagi viral, jika terus dilanggengkan kondisi ini justru berdampak pada perempuan sendiri. Bagaimana tidak, jangankan untuk bergerak bersama dalam melawan sistem patriarki, perempuan justru disibukkan untuk membuat sekat antar perempuan. Sehingga justru melanggengkan internalized misogyny yang menjadi siklus berantai untuk membenci perempuan lain yang berbeda dengan golongan tertentu.

Merespon Fenomena Pick Me Girl dengan Perspektif Kesalingan

Selain sama sekali tidak berperspektif gender, salah kaprah dalam menanggapi fenomena ini justru memperburuk posisi perempuan di ruang publik. Karena secara tidak langsung mengikis power dari gerakan bersama antar perempuan, ketika ada yang merasa lebih dibandingkan lainnya.

Hal yang sama juga perlu diantisipasi adalah pola berpikir masyarakat yang beranggapan perlu untuk menggolongkan perempuan dengan sekat-sekat tertentu, yang justru menjadi sumber terus terjadinya internalized misogyny antar perempuan sendiri.

Untuk itu, perlu kemudian menggunakan kacamata yang pas untuk merespon fenomena ini, agar siklusnya tidak terus berulang dan muncul lagi dengan istilah baru di kemudian hari.

Prinsip kesalingan atau mubadalah yang digagas oleh Kiai Faqihuddin Abdul Kodir, yang secara khusus ditujukan untuk dasar relasi antar laki-laki dan perempuan, juga dapat dijadikan landasan dalam merespon kejadian atau fenomena relasi sosial secara umum. Salah satunya dalam merespon fenomena pick me girl atau ketika adanya ketimpangan relasi antar dua pihak atau lebih, tidak melulu antara laki-laki dan perempuan saja.

Kiai Faqih menjelaskan bahwa, dalam prinsip kesalingan antara dua pihak harus mengakar pada tauhid sosial, untuk menegaskan kesetaraan, keadilan, kasih sayang, serta penghormatan kemanusiaan.

Dengan perspektif ini, relasi antar sesama perempuan pun, harus didasarkan pada prinsip-prinsip kemanusiaan, yang tidak memarginalkan ataupun mendiskreditkan hal yang dianggap berbeda. Ini juga berlaku untuk tidak kemudian melabeli diri berbeda dengan perempuan kebanyakan, yang bertujuan untuk menganggap rendah golongan perempuan yang lainnya.

Prinsip mubadalah perlu terus dibangun antar sesama perempuan, agar proses juang untuk melawan patriarki menjadi lebih kuat lagi. Karena pada dasarnya perspektif ini penuh dengan nilai-nilai kesalingan, tolong-menolong dan kerjasama yang perlu dimiliki oleh setiap individu yang saling berinteraksi.

Sehingga, jika dalam merespon fenomena pick me girl ataupun fenomena lainnya kita tidak lagi terperangkap pada lingkaran yang justru memarginalkan perempuan, yang dalam konteks ini sampai terjadinya internalize misogyny antar sesama perempuan.

Demikian penjelasan terkait salah kaprah merespon fenomena Pick Me Girl. Semoga artikel tentang salah kaprah merespon fenomena Pick Me Girl. (Baca juga; Nilai Mubadalah dalam Film Laal Singh Cadda).

 

 

 

 

Tags: Kesalinganmedia sosialperempuanperspektif mubadalahPick Me Girl
Nuril Qomariyah

Nuril Qomariyah

Alumni WWC Mubadalah 2019. Saat ini beraktifitas di bidang Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak di Kabupaten Bondowoso. Menulis untuk kebermanfaatan dan keabadian

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berkurban

    Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Istilah “Kurban Perasaan” Pada Hari Raya Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Khutbah Iduladha: Teladan Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail tentang Tauhid dan Pengorbanan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID