Mubadalah.id – Kalau kita berbicara tentang keindahan atau kecantikan dari sisi pandangan agama-tanpa kesulitan kita akan menemukan sekian banyak ayat al-Qur’an yang berbicara tentang keindahan dan kecantikan. Misalnya, al-Qur’an memerintahkan manusia untuk mengamati langit dan keindahannya (QS. Qâf [50]: 6). Di tempat lain dinya takan-Nya bahwa bintang-bintang yang gemerlapan dijadikan Allah antara lain sebagai hiasan (QS. ash Shäffat [37]: 6).
Bahkan, kita menemukan Kitab Suci itu berbicara tentang keindahan dan kecantikan yang dapat dinikmati manusia ketika ternak keluar dari kandangnya pada pagi dan kembali pada sore hari (QS. an-Nahl [16]: 6). Allah juga memerintahkan mengelola laut antara lain agar dapat memperoleh hiasan yang dapat dipakai untuk memperindah diri (QS. an-Nahl [16]: 14), dan masih banyak lagi ayat yang lain. Dalam hadits-hadits juga ditemukan uraian Rasul saw. tentang keindahan dan kecantikan, misalnya sabda beliau:
وان الله جميل يحب الجمال » (رواه مسلم عن عبدالله بن عباس)
“Sesungguhnya Allah itu indah, dan menyenangi keindahan (kecantikan)” (HR. Muslim melalui Ibnu Abbas)
Allah swt telah menganugerahi manusia kesenangan pada keindahan dan kecantikan. Siapa yang tidak bergetar hatinya mendengar kemerduan musik dan keindahan pemandangan, dia telah mengidap penyakit yang sulit diobati begitu lebih kurang ucap Imam al-Ghazali. Alhasil, kita semua senang pada keindahan, walaupun tidak semua kita mampu menghidangkan keindahan itu dalam penampilan atau ke-lakuan kita
Berbicara tentang keindahan dan kecantikan pada manusia, biasanya pembicaraan itu hanya dikaitkan dengan perempuan. Ini agaknya karena perempuan memiliki keindahan dan kecantikan, serta kemampuan menampilkannya serta memiliki perhatian lebih besar daripada lelaki. Ini adalah naluri yang dianugerahkan Allah buat mereka.
Bahkan, kita dapat berkata bahwa perempuan/betina makhluk hidup, hampir semuanya selalu tampil/terlihat lebih indah daripada lelaki/jantannya. Di sisi lain, lelaki lebih cenderung mencari kecantikan dan mengekspresikannya, sedangkan perempuan lebih cenderung menampakkannya pada diri mereka.
Keindahan dan Kecantikan Perempuan Perpaduan Jasmani serta Rohani
Nah, kalau kita bertanya, apakah ukuran keindahan dan kecantikan perempuan? Di sini, kita dapat menemukan beragam jawaban. Keragaman itu lahir dari subjektivitas manusia. Siapa yang dianggap cantik oleh si A boleh jadi tidak demikian oleh si B, demikian juga sebaliknya. Karena itu, sungguh tepat ungkapan bahwa tidak ada perempuan yang jelek, yang ada sebagian mereka hanyalah tidak pandai atau belum berhasil membuat dirinya menarik.
Kita dapat menyimpulkan dua hal pokok yang menjadi daya tarik perempuan:
Pertama, sesuatu yang sudah melekat pada dirinya, bukan tambahan, Bentuk badan, warna kulit. mata, hidung, telinga, dan sebagainya adalah hal-hal yang melekat pada diri seseorang.
Kedua, sesuatu yang ditambahkan pada tempat tempat tertentu pada badan perempuan gelang, cincin, kalung dan semacamnya adalah hiasan demi menampakkan keindahan dan kecantikan.
Apa yang melekat itu bisa diperindah dan dipercantik dengan melakukan penambahan penambahan Sejak dulu orang mengenal pacar untuk mewarnal bagian bagian kuku tangan dan kaki, bedak untuk penyesuaian warna kulit, juga tato. Semakin maju ilmu dan teknologi, semakin maju pula alat dan perlengkapan kecantikan baru.
Agama Islam menganjurkan untuk memadukan keindahan jasmani dengan keindahan rohani. Tuntunannya di samping berkaitan dengan inner beauty yakni keindahan yang bersumber dari dalam seseorang juga keindahan luar. Kecantikan wajah luar hanya menenangkan mata, sedangkan kecantikan dari dalam akan menawan hati.
Salah satu bukti perlunya penggabungan kedua keindahan ia adalah bahwa Allah memerintahkan manusia untuk tampil indah, bahkan ketika menghadap Allah di masjid, “Hai anak-anak Adam, pakailah pakaian kami yang indah di setiap masjid” (QS.al-af (7): 31)
Baik masjid dalam arti bangunan khusus untuk beribadah ritual maupun dalam pengertian yang luas, yakni persada bumi ini. Kedua keindahan luar dan dalam harus terpadu, jangan salah satunya dikorbankan. Oleh karena itu, Islam menganjurkan perempuan untuk berdandan. Dalam satu riwayat dinyatakan bahwa istri Nabi saw. Aisyah a. berkata:
“Seorang perempuan menyodorkan tangannya kepada Rasulullah saw. dengan sepucuk surat dari belakang tabir. Rasul saw. menahan tangan beliau sambil bersabda: ‘Aku tidak tahu apakah (ini) tangan lelaki atau perempuan. Aisyah ra. berkata: ‘Bahkan tangan perempuan. Nabi saw. bersabda kepada perempuan itu: ‘Kalau Anda memang perempuan, tentu selayaknya Anda mengubah (warna) kuku Anda, yakni dengan memakai pacar” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Meski demikian, para ulama mengingatkan perempuan yang menggunakan pemerah kuku (kuteks), yang terbuat dari bahan yang tidak dapat tembus air, agar membersihkannya terlebih dahulu karena dalam berwudhu air harus mengenai kuku.
Akan tetapi, Syaikh Ahmad Hasan al-Baquri memberi toleransi menyangkut hal tersebut dan menganalogikannya dengan cincin yang ketat, yang dalam pandangan mazhab Maliki, cincin tersebut tidak harus dikeluarkan ketika akan berwudhu. Quraish Shihab tidak sependapat dengan analogi tersebut karena betapa pun masih ada celah bagi air untuk menyentuh jari yang mengenakan cincin walaupun ketat. Ini berbeda dengan kuteks. (zahra)
*)Ringkasan dari buku “Perempuan” karya M. Quraish Shihab