• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Membangun Keadilan Sejak dalam Keluarga

Fachrul Misbahudin Fachrul Misbahudin
27/09/2019
in Personal
0
43
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sejak kecil, adik perempuan saya dididik oleh orang tua untuk menjadi perempuan yang terampil dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, mulai dari membersihkan rumah, mencuci, sampai memasak. Selain itu, dia juga tidak pernah diperkenankan untuk keluar malam dengan alasan apapun. Waktu malam bagi adik saya adalah belajar, baik belajar mengaji maupun membaca buku-buku pelajaran sekolah. Bagaimana cara membangun keadilan sejak dalam keluarga?

Bahkan harapan untuk mendapatkan pendidikan, dia hanya cukup dengan mempunyai wawasan yang hanya bermanfaat bagi dirinya dan lingkungan masyarakat terbatas.

Saat dia mulai baligh, ibu juga menyuruh dia untuk mengubah cara berpakaiannya. Seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan harus ia tutup karena kata ibu selain itu adalah aurat. Sebanarnya dia selalu menuruti setiap nasihat ibu, walaupun kadang-kadang dia merasa jengkel. Pernah sekali dia bilang pada saya, “aku tidak suka dengan cara Ibu.”

Selain itu, ibu juga sering sekali memakaikan kerudung kepada adik saya di depan teman-teman adik saya itu.  Kata ibu supaya jadi contoh perempuan yang baik.

Hmmm … sebenarnya saya sebagai kakak laki-lakinya agak kurang setuju juga sih sama cara itu, mengingat setiap ajaran yang baik itu seharusnya disampaikan dengan cara yang baik pula kan. Supaya yang memberi nasihat dan yang dinasihatinya sama-sama merasa nyaman gitu loh…

Baca Juga:

Bagaimana Sikap Masyarakat Jika Terjadi KDRT?

Siti Hajar dan Kritik atas Sejarah yang Meminggirkan Perempuan

Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

Ya, Itulah beberapa contoh yang masih dihadapi oleh anak-anak perempuan di pedesaan, ia dididik untuk melanjutkan tradisi kolot bahwa tugas mereka tidak bisa terlepas dari sumur, dapur, dan kasur, bahkan untuk hal menuntut ilmu dan berpakaian pun mereka tidak diberi ruang untuk menentukan sendiri sesuai keinginan dan kenyamanannya.

Hal yang menimpa adik saya ini justru tidak akan terjadi pada saya atau anak laki-laki lainnya. Sebab, saya sendiri bisa leluasa bermain, bergaul dengan siapa saja, nongkrong, ngopi, keluar malam, sampai persoalan pendidikan ibu justru malah menyuruh saya untuk berpendidikan yang tinggi.

Sebab, orang tua mempunyai harapan yang besar kepada saya sebagai anak laki-laki. Dan kami sebagai anak laki-laki juga dituntut untuk menjadi manusia yang cerdas, berilmu, mempunyai wawasan yang luas, dan banyak pengalaman karena ia kelak akan menjadi pemimpin, terutama di dalam keluarganya. “Pemimpin keluarga itu harus pintar,” kata ibu.

Selain itu dalam urusan pakian, ibu tidak pernah mempersoalkannya yang penting sopan. Tapi, ukuran pakaian sopan bagi laki-laki itu seperti apa? Ya tidak pernah dijelaskan juga.

Sebenarnya saya patut mensyukuri, saya lahir dan dididik dengan cara yang orang tua saya lakukan, sebab sangat bermanfaat bagi masa depan saya.

Tapi, saya merasa resah kalau hanya anak laki-laki saja yang berhak mendapatkan perlakuan istimewa itu sedangkan adik perempuan saya tidak. Bukankah kami sama-sama anak yang lahir dari rahim yang sama, dibesarkan dengan rangkulan orang tua yang sama. Masa, dalam beberapa hal hak kami justru dibedakan.

Kemudian yang paling mengganggu adalah, semangat memperlakukan anak laki-laki dan perempuan  berbeda ini justru merugikan perempuan.

Di tengah-tengah perbedaaan tersebut, saya juga sangat bersyukur, pertama, karena saya bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi yang bernama Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Di ISIF saya bisa memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, mulai dari, gender, pluralisme, HAM, demokrasi.  Dan yang kedua, saya bisa belajar banyak tentang metode mubaadalah.

Dalam metode Mubaadalah mengajarkan kepada saya bahwa perbedaan jenis kelamin tidak menjadi alasan untuk melemahkan perempuan atau mengukuhkan laki-laki.  Dalam cara pandang mubadalah, laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama dan harus diperlakukan adil, baik dalam memperoleh pendidikan, perlakuan, perawatan, perlindungan serta keamanan.

Seperti yang dikutip dalam buku Fondasi Keluarga Sakinah menjelaskan bahwa ada 4 prinsip dasar hak anak, pertama, anak tidak boleh dibeda-bedakan baik suku, agama, ras, jenis kelamin dan budaya. kedua, hal terbaik menyangkut kepentingan anak harus menjadi pertimbangan.

Ketiga, anak berhak untuk tetap hidup dan berkembang sebagai manusia dengan baik. Untuk itu anak berhak mendapatkan makan-minum, pakaian, dan tempat tinggal yang sehat. Dan yang terakhir, anak harus dihargai dan didengarkan pendapatnya.

Hal ini yang kemudian sering saya katakan kepada orang tua saya sendiri, bahwa pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, mulai dari membersihkan rumah, mencuci, sampai memasak itu tugas bersama baik anak-anak laki-laki maupun anak perempuan. Ibu sebagai orang tua harus adil dalam mendidik anak-anaknya untuk mengerjakan tugas-tugas domestik atau pun tugas-tugas yang lainya, sebab keadilan dalam kehidupan keluarga menjadi modal utama untuk melahirkan generasi-generasi yang terbuka dan insya Allah akan lebih baik.

Begitu pun dengan pendidikan, orang tua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan yang sama kepada anak-anaknya, baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Karena itu, saya sering menasehati adik saya atau anak perempuan lain yang merasakan hal yang sama bahwa mereka harus berpendidikan setinggi-tingginya. Sebab, perempuan juga punya hak untuk menjadi manusia yang cerdas, berilmu, dan mempunyai wawasan yang luas.

Dan dengan ilmu serta pengalaman tersebut, kalian akan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang-orang di lingkungan kalian. Sebagaimana nasihat yang selalu kita dengar bahwa orang yang paling baik ialah orang yang paling banyak memberi manfaat terhadap orang lain.

Misalnya, salah satu istri Nabi yaitu Siti Aisyah merupakan salah satu sosok perempuan yang sangat cerdas, dimana hingga saat ini hadis-hadisnya menjadi rujukan utamapara ulama-ulama di seluruh dunia.

Untuk menutup tulisan ini, saya hanya ingin menyampaiakan bahwa dalam prinsip Islam kita sudah diajarkan bahwa keadilan itu hak mutlak bagi laki-laki dan perempuan. Oleh karenanya, sampaikan dan praktikanlah keadilan itu, baik di dalam keluarga, maupun masyarakat umum untuk kebaikan bersama. []

Fachrul Misbahudin

Fachrul Misbahudin

Lebih banyak mendengar, menulis dan membaca.

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Hajar dan Kritik atas Sejarah yang Meminggirkan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bagaimana Sikap Masyarakat Jika Terjadi KDRT?
  • Siti Hajar dan Kritik atas Sejarah yang Meminggirkan Perempuan
  • Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas
  • Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah
  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID