Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa keluarga satu visi ala Nabi Ibrahim As bukanlah hal yang terjadi begitu saja.
Tetapi, lanjut Bu Nyai Badriyah, ada proses panjang, ada ikhtiar manusia, ada keyakinan kuat, ada perjuangan melawan godaan, dan ada takdir Tuhan di sana.
Lahirnya Ismail, seorang Putra yang “halim” (sangat santun dan sabar) adalah buah dari penantian panjang Nabi Ibrahim. Namun ujian ini rupanya terus Allah berikan.
Saat masih bayi, Bu Nyai Badriyah menceritakan, ayah dan anak mesti terpisah karena keadaan. Hajar dan Ismail pun harus berjuang sangat berat untuk mempertahankan hidup di gurun pasir yang tandus.
Keyakinan sang ayah bahwa kedekatan dengan Baitullah akan menjadikan semua baik-baik saja menjadi api yang terus menyalakan semangat hidup Hajar-Ismail.
Di atas kesamaan keyakinan dan kepasrahan pada Allah itulah kehidupan yang tak mudah terus dijalani.
Keluarga Ibrahim, Hajar dan Ismail terus berjalan dalam semangat berjuang menegakkan agama Allah.
Ibrahim terus membina keluarga kecilnya dengan dua, contoh nyata, dan pelibatan anak dalam perjuangan. Dalam doa-doa Nabi Ibrahim, selalu menyebutnya sebagai anak keturunannya.
Sebagai contoh, mari kita baca al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 124:
وادْبتلى ابرا هيم ربه بكلمة فاْتمهن قال انى دجا علك للناس اما ما قال ومن دْريتى قال لاينال عهدى الظا لمين
Artinya : “Dan ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, kemudian dia dapat menyempurnakannya, dia Allah berkata sesungguhnya Aku Menjadikanmu Imam bagi umat manusia.
Dia Ibrahim berkata dua dan dari anak keturunanku semoga engkau juga menjadikannya Imam. Dia Allah berkata dua janjiku tidak mengenal orang-orang yang dzalim.” (Rul)