Mubadalah.id – Sudahkah kita beragama? Pertanyaan yang mengerutkan dahi bagi siapa saja yang mempercayai agama. Agama yang begitu diyakini oleh pemeluknya sebagai jalan untuk berjumpa dengan Tuhan yang telah menciptakannya.
Tuhan dengan sedemikian rupa telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya agar bisa memahami setiap ilmu-ilmu yang telah Tuhan berikan. Ilmu-ilmu tersebut hanya segelintir saja dapat dipahami oleh manusia.
Pemahaman yang sedikit ini pula yang dilakukan oleh Jalaluddin Rakhmat atau yang akrab kita sapa dengan panggilan Kang Jalal. Kang Jalal dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif seakan menampar saya sebagai pembacanya untuk merefleksikan kembali atas apa yang saya percayai dan praktikkan dengan sebutan “beragama”.
Beragama dalam sudut Kang Jalal yang memiliki latar belakang seorang psikolog, mengutip sebuah sudut pandang cara beragama dari Gordon W. Allport. Gordon dari hasil pembacaan Kang Jalal, telah merumuskan dua cara memeluk agama yaitu: ekstrinsik dan intrinsik.
Beragama Secara Ekstrinsik atau Intrinsik
Beragama secara ekstrinsik memiliki arti bahwa ia hanya menjadi sesuatu yang bisa kita manfaatkan dengan beragam tujuan dan bukan untuk kehidupan, something to use but not to live. Pemanfaatan keyakinan dengan ragam tujuan seperti agar kelihatan baik dan taat di mata orang lain. Ragam tujuan lainnya seperti motif kekuasaan, status, ataupun motif-motif lainnya.
Motif-motif seperti ini lah menjadikan cara memeluk agama hanya menyentuh kulit luarnya saja. Tidak sampai pada esensi dari memeluk agama sendiri. Esensi dalam memeluk agama ini padahal begitu penting bagi siapa saja yang mendeklarasikan diri telah beragama. Memeluk agama seperti ini hanya akan menciptakan hati yang iri, dengki, dan fitnah. Jauh dari kata rahmat bagi semesta.
Sampai di sini, sudahkah salingers mulai menyadari cara beragama seperti apa yang telah kita lakukan selama ini?
Beragama secara intrinsik sendiri memiliki arti sebenar-benarnya komitmen terhadap sesuatu yang diyakininya. Atau dalam artian lain, agama benar-benar telah menjadi petunjuk bagi diri sendiri. Oleh karenanya, beragama seperti ini menjadikan jiwa-jiwa yang ada dalam tubuh kita lebih sehat sehingga dapat menebarkan damai kepada orang lain. Menyebarkannya dalam lingkup yang lebih luas lagi.
Kedamaian dalam diri dan menebarkannya kepada orang lain, apakah cara beragama seperti ini telah kita praktikkan bagi yang mengaku umat beragama?
Beragama secara intrinsik ini pula yang kita butuhkan bagi bangsa Indonesia sekarang ini.
Relevansi Beragama Intrinsik dengan Indonesia
Salingers, coba perhatikan lagi sekeliling kita. Sudahkah cara kita beragama dapat memberikan implikasi kepada diri kita sendiri dan juga orang lain? Atau jangan-jangan cara beragama kita memiliki motif pribadi dengan tujuan-tujuan tertentu? Alih-alih memberikan dampak malah menyebabkan lari dari esensi dari beragama itu sendiri bukan?
Esensi memeluk agama secara intrinsik begitu relevan bagi kondisi umat yang memeluk agama di Indonesia kini. Indonesia yang menaungi beberapa agama dan keyakinan menjadi poin lebih tersendiri bagi sebuah negara.
Negara dengan ragam agama seperti Indonesia, sayangnya kerap tersusupi oleh sosok-sosok yang memiliki motif-motif atau kepentingan secara individu dengan mengatasnamakan agama.
Mengatasnamakan agama ini pula yang menjadi racun tersendiri bagi umat yang memeluk agama yang selalu merasa diri lebih benar. Umat beragama yang meyakini telah mendalami substansi dari agama itu telah lupa, bahwa beragama masih sebatas kulit luarnya saja.
Sikap beragama seperti ini begitu merepotkan bukan?
Kerepotan-kerepotan yang muncul saat ini menjadi tanda tanya besar bagi tiap pemeluk agama. Yang mana agama semestinya menjadi petunjuk dan jalan bagi tiap manusia. Malah berubah haluan dan ia manfaatkan sedemikian rupa.
Oleh karenanya, mari kita merenungi kembali pesan yang Kang Jalal sampaikan. bagaimana kita memeluk agama hanya dengan motif tertentu atau memeluk agama menjadi poin penting bagi kita untuk menjalani hidup? Hanya diri sendiri yang mampu menjawabnya. Wallahu a’lam. []