Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa ketentuan mengenai harta gono gini secara rinci diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang Perkawinan pasal 85 sampai pasal 97.
Selain pembagian fifty-fifty sebagaimana tertulis di atas dalam pasal-pasal tersebut, Nyai Badriyah menyebutkan bahwa adanya harta gono-gini tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing.
Karena pada dasarnya, kata Nyai Badriyah, perkawinan bukan penyebab terjadinya percampuran harta. (Baca juga: Jangan Nodai Lembaga Pendidikan Indonesia yang Toleran dan Mengakomodir Multikulturalis)
Dengan kata lain, lanjutnya, suami-istri bisa memiliki harta bersama dan sekaligus harta pribadi masing-masing sesuai kesepakatan.
Selain itu, Nya Badriyah mengungkapkan, harta gono gini itu terhitung sejak tanggal perkawinan tanpa mempersoalkan siapa yang mencari dan atas nama siapa yang mendaftar. (Baca juga: 4 Kekuatan Indonesia Untuk Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat)
Dalam perkawinan poligami harta bersama terpisah antara suami dengan istri pertama, suami dengan istri kedua dan seterusnya
Dan terhitung mulai dari berlangsungnya akad perkawinan masing-masing.
Salah satu pasangan berhak mengajukan sita marital atas harta gono gini tanpa mengajukan gugat cerai apabila pasangannya melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta gono gini.
Demikian antara lain hal-hal yang KHI atur dan jelaskan. (Baca juga: Rasulullah Saw Menolak Keras Putri-putrinya untuk Dipoligami). (Rul)