Mubadalah.id – Pada Kamis sampai Jumat, 25-26 Agustus 2022, saya mengikuti kegiatan bersama Jaringan Koalisi Perempuan Indonesia di Hotel Ibis Kota Bandung. Temanya kali ini “Memperkuat Advokasi Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual Melalui Pendekatan Meaningful and Inclusive Youth Participation (MIYP) dan gender Transformative Approaches (GTA) di Jawa Barat.” Karena sudah lama tak bersentuhan dengan isu-isu perempuan di daerah, saya masih menyimak alur pembahasan.
Di hari pertama, hadir perwakilan dari eksekutif Kepala Dinas DP3AKB Ibu Hj Kim Agung, dan Kepala Dinas DP3A Kota Bandung Ibu Dewi Kania Sari. Lalu dari Legislatif DPRD Provinsi Jabar Ibu Hj Yuningsih yang hadir via zoom, dan Jaringan Advokasi Jawa Barat (JAJ) Mbak Ira. Pada hari pertama ini, diskusi seputar bagaimana partisipasi orang muda untuk ikut serta dalam pencegahan kekerasan berbasis gender dan seksual (KBGS).
Kasus kekerasan berbasis gender, harus kita akui kian hari jumlahnya terus meningkat. Bagai fenomena gunung es, di permukaan nampak tak terlihat, tetapi kenyataan jumlahnya lebih banyak. Fakta ini mengacu pada data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Dalam Catatan Tahunan (CATAHU) 2022, Komnas Perempuan memaparkan bahwa terdapat kasus kekerasan berbasis gender (KBG) sebanyak 338.496 kasus.
Gerak Bersama
Tentu hal ini menjadi perhatian kita bersama. Dengan konsep pentahelix sebagaimana pemaparan Ibu Hj Kim, bahwa semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, punya peran dan tanggung jawab yang sama dalam upaya pencegahan KBGS ini. Pun dengan pelibatan orang muda bermakna. Karena dengan partisipasi teman sebaya ini, lebih efektif penyampaian pesannya. Sehingga untuk mewujudkannya harus bergerak bersama, dengan semua komunitas dan jaringan di Jawa Barat.
Di sesi sini saya sempat bertanya terkait Kabupaten atau Kota Layak Anak. Dari 27 daerah di Jawa Barat, baru 20 yang memenuhi 24 indikator daerah layak ini. Saya mencatat penegasan Ibu Kim, bahwa ketika suatu kabupaten atau kota dinyatakan sebagai daerah layak anak, maka secara tidak langsung juga akan layak bagi kelompok usia lainnya.
Sementara di sesi siang, saya juga tertarik dengan point tentang perlindungan perempuan dalam situasi kekerasan berbasis ekstremisme dan terorisme, yang masuk di Bab V Perlindungan Perempuan dalam draft Raperda Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan Jawa Barat.
Karena hal ini sejalan pula dengan hasil musyawarah keagamaan tentang Perempuan dan Ekstremisme di KUPI II nanti, yang draftnya juga masih dalam proses pembahasan.
Diskusi Bersama Orang Muda
Hari berikutnya, kami masih melanjutkan diskusi bersama orang Muda, untuk melihat kembali draft Raperda Pemberdayaan dan Pelindungan Perempuan di Jawa Barat. Pertemuan di salah satu kafe di Kota Bandung ini dihadiri perwakilan orang muda, pelajar dan mahasiswa dari kampus terdekat.
Sementara fasilitator diskusi sendiri adalah sekretaris wilayah Koalisip Jabar Winy. Lalu ada diskusi kelompok yang juga presentasi hasilnya didampingi Preswil Ibu Rumah Tangga Kakak Diana Handayani Suryaatmana.
Keberadaan orang muda, baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki prosentase cukup besar akan menjadi berarti ketika mereka dilibatkan secara bermakna. Artinya mereka tidak hanya menjadi pajangan atau sekedar memenuhi kuota semata. Hal ini juga sejalan dengan tema “Solidaritas Antargenerasi: Menciptakan Dunia untuk Segala Usia” pada Hari Remaja Internasional tahun ini.
Yakni untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dunia perlu memanfaatkan potensi penuh dari semua generasi. Solidaritas lintas generasi adalah kunci untuk pembangunan berkelanjutan. Kita harus berkolaborasi untuk mendorong hubungan dan kemitraan antargenerasi yang sukses dan adil untuk memastikan “tidak ada satu pun yang tertinggal.”
Partisipasi Orang Muda Bermakna
Dengan demikian orang muda dapat terlibat dan berpartisipasi aktif dalam semua aspek kebijakan di negeri ini. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga dalam tahap monitoring kegiatan atau setiap aspek pembangunan. Termasuk keterlibatan anak muda dalam pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS).
Ragam kegiatan ini terselenggara oleh Koalisi Perempuan Indonesia melalui kemitraan Program Generation G (Gen-G), yang berupaya untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang inklusif, adil gender, dan bebas dari kekerasan.
Selain itu Koalisi Perempuan Indonesia dengan dukungan Rutgers Indonesia akan terus melakukan upaya pencegahan KBGS dan Perkawinan Anak. Yakni melalui diskusi, dan terus memberi dukungan pada partisipasi orang muda, laki-laki maupun perempuan
Adapun upaya pencegahan tersebut dilakukan dengan mengintegrasikan konsep Meaningful and Inclusive Youth Participation (MIYP). Atau partisipasi anak muda yang bermakna dan Gender Transformative Approaches (GTA). Yakni pendekatan transformatif gender di komunitas dalam kebijakan daerah di kota Bandung maupun provinsi Jawa Barat.
Dalam proses diskusi itu, saya duduk di belakang bersama perwakilan dari Sekretariat Nasional Koalisi Perempuan Indonesia Mbak Mun Safana. Menyimak proses kegiatan ini, merekamnya dalam ingatan dan menuliskannya kembali. Saya merasa ini seperti puzzle yang saling melengkapi. Begitulah cara Tuhan melemparkan dadu. Bukan hanya soal peruntungan, tapi ini adalah perjuangan perempuan yang terus tegak hingga detik akhir kehidupan. []