Mubadalah.id – Dear Billar, jika memutar kembali bagaimana pernikahannya yang gegap gempita live di salah satu televisi swasta, tentu atas mencuatnya kasus KDRT yang kamu lakukan terhadap Lesti Kejora tidak ada yang mengharapkan itu terjadi. Wajar jika kekecewaan para pecinta Leslar (Lesti-Billar) yang kerap menampilkan keromantisannya di depan layar itu, tak terbendung untuk menyerang Billar.
Namun apa pun itu alasannya, Billar memang harus mengakui bahwa yang ia lakukan salah. Karena tidak ada yang membenarkan dari aspek apa pun melakukan KDRT, baik atas dasar agama, pendidikan, budaya, hukum, atau pun atas nama cinta. Tak hanya itu, ia juga harus mau mengambil konskuensi dampak dari kesalahannya sebagai laki-laki yang bertanggung jawab.
Dear Billar, Jangan Salah Memegang Dalil
Allah SWT berfirman, “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi wanita (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka wanita- wanita yang shaleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar.” (QS. An-Nisa’: 34).
Dear Billar, jangan salah memegang ayat ini sebagai dalil untuk pembenaran atas KDRT. Sebab, sejatinya ayat ini justru menjadi dalil yang indah untuk menggambarkan interaksi suami istri. Karena Allah SWT menegaskan jika seorang laki-laki adalah pelindung untuk wanita (istri), bukan laki-laki di atas wanita. Meski kerapkali di salahartikan kebanyakan laki-laki sebagai wanita harus tunduk kepada laki-laki (suami) dalam segala hal.
Dalam konteks ketaatan istri di sini juga penjelasannya, ada catatan jika laki-laki memerankan sebagai pelindung bagi wanita, sebab telah memberikan sebagian hartanya pada istrinya. Karena suami sudah memenuhi kewajibannya memberi nafkah pada istri, barulah seyogyanya dan diwajibkan istri taat pada sang suami.
Artinya, penekanan di sini, jika istri harus taat pada suami yang memberikannya nafkah dan yang memperlakukan istrinya dengan baik, bukan suami yang tidak memberi nafkah dan yang tidak memperlakukan istrinya dengan baik. Di samping itu, ketaatan itu pun juga yang tidak bertentangan dengan hukum dan ketentuan syariat agama.
Larangan Pemukulan terhadap Istri
Adapun jika seorang istri tidak taat (nusyuz) pada suami yang memperlakukannya dengan baik dan menafkahinya, barulah suami berhak melakukan tiga hal secara bertahap. Menegur dan nasihati istrinya. Jika nasihat itu tidak mengubahnya, maka tidak tidur satu kasur. Jika cara kedua ini istri masih membangkang (tidak mau taat), barulah suami berhak memukul istrinya.
Namun kata “fadribu” yang memiliki arti memukul pada ayat tersebut, juga memiliki catatan yang harus diperhatikan. Antara lain tidak menyakitkan, tidak menyebabkan memar, tidak boleh meninggalkan bekas, dan tidak membahayakan fisik.
Di samping itu, dalam perspektif mubadahalah pemukulan atau segala bentuk kekerasan apa pun sama sekali tidak direkomendasikan dalam menyelesaikan persoalan suami istri. Karena seperti pernyataan Ibnu Hajar al Asqalani, alih-alih bisa memperbaiki hubungan antar suami istri, pemukulan malah bisa melahirkan kebencian dan sakit hati.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Muslim pun dijelaskan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “tidak pernah memukul seseorang sama sekali, tidak istri, juga tidak pembantu (hamba sahaya).” (Shahih Muslim no. 165). Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Zama’ah, Nabi Muhammad SAW juga bersabda, “janganlah seseorang di antara kamu memukul istrinya, (menganggapnya boleh) bagaikan memukul hamba sahaya, (padahal) kemudian menggaulinya di sore hari. (Shahih Bukhari, no. 5295).
Di samping dalil tersebut, Muawiyah bin Haydan al Qusyairi ra., berkata, “aku datang menemui Rasulullah SAW., dan bertanya, “apa yang engkau sarankan kepada kami mengenai istri kami?” Rasulullah SAW., menjawab, “berilah mereka makan seperti apa yang kamu makan, berilah mereka pakaian seperti apa yang kamu kenakan, dan jangan memukul mereka, dan jangan menjelek-jelekkan mereka.” (Shahih Abu Dawud, no. 2146).
Dalil-dalil larangan memukul istri seperti itulah yang seharusnya dipegang oleh seorang laki-laki (suami). Atau dalil-dalil lain yang memerintahkan untuk memuliakan seorang wanita (istri), seperti Rasulullah SAW., bersabda, “Paling baiknya kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku paling baik untuk keluargaku. Tidak memuliakan perempuan kecuali laki-laki yang mulia. Tidak menghinakan perempuan kecuali laki-laki hina.” (HR. Imam Hakim)
Dear Billar, Perselingkuhan Itu Keji
Perselingkuhan adalah perbuatan yang sangat keji dalam sebuah ikatan suci pernikahan. Namun ujian komitmen pernikahan bisa saja datang dari pandangan ketertarikan kepada selain pasangan yang telah sah. Baik istrinya yang tertarik kepada laki-laki lain, maupun suaminya yang tertarik kepada perempuan lain. Allah SWT berfirman, “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan yang sebenar-benarnya. Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al Anbiya: 35).
Cara bijak dalam menghadapi godaan ketertarikan selain pasangan yang sah dalam Islam telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Kala itu Rasulullah masuk ke Masjid Nabawi dalam keadaan rambut masih basah setelah mandi jinabat, kemudian Rasulullah mengatakan kepada para sahabat; “Jika engkau melihat seorang wanita, lalu ia memikat hatimu, maka segeralah datangi istrimu. Sesungguhnya, istrimu memiliki seluruh hal seperti yang dimiliki oleh wanita itu.” (HR. Tirmidzi).
Terkadang godaan perselingkuhan memang tidak mudah kita hadapi, terlebih bagi seorang selebriti yang memiliki banyak penggemar. Keimanan bisa dibutakan oleh keindahan yang terlihat oleh mata. Di mana saat ujian itu terasa berat.
Sebagaimana pesan Kiai Mustofa Bisri (Gus Mus) dalam sebuah khutbah nikah, maka mintalah pertolongan kepada Allah SWT. Meski bagaimana pun hebatmu, pintarmu, kayamu, maupun tingginya jabatan dan kekuasaanmu. Karena sesungguhnya, Allah Maha Penolong.
Allah SWT berfirman, “Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.“ (QS. Ghafir: 60). Wallahu a’lam bish-shawab. []