Mubadalah.id – Sadar atau tidak sadar akhir-akhir ini feminisme sering kali dijadikan sebagai bahan candaan, bahkan beberapa platform media, ada yang menjadikannya sebagai salah satu sarana untuk melontarkan hate speech yang khusus ditujukan pada kaum feminis. Padahal feminisme bukan bahan candaan lho!
Munculnya statement-statement seperti kaum feminis gampang ke-triggered, gampang marah, sampai ada yang menyinggung “gak bisa masak malah jadi kaum feminis”, dan banyak lagi statement lainnya yang memang kerap kita temui di media sosial. Atau bahkan kita dengar secara langsung, sehingga pada akhirnya statement seperti inilah yang membuat citra feminis menjadi jelek di mata publik. Bahkan tidak jarang menjadi bahan tertawaan dalam bentuk meme.
Hal ini terjadi karena adanya miskonsepsi dari feminis itu sendiri sehingga bukannya mendukung dan tertarik dengan poin-poin yang kaum feminis sedang upayakan, orang-orang malah menganggap hal tersebut sebagai candaan atau justru karena memang berasal dari pemahaman yang salah.
Social Justite Warrior (SJW)
Terjadinya miskonsepsi ini mungkin juga karena oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan mengaku bahwa diri dia adalah seorang feminis. Padahal pada realitanya ia tidak sama sekali merepresentasikan dia sebagai seorang feminis dengan pemahaman yang benar. Namun, mirisnya orang-orang di zaman sekarang lebih memilih acuh daripada mendapat label SJW (social justice warrior) hanya karena penyampaian para feminazi tersebut.
Padahal pada prinsipnya, gerakan feminis ini merupakan suatu gerakan dan ideologi yang fokus pada kesetaraan gender. Yakni untuk memperjuangkan perempuan agar mendapatkan hak-haknya di berbagai bidang. Seperti ekonomi, politik, agama, sosial, serta budaya. Baik itu dalam konteks ruang pribadi maupun publik yang berhubungan dalam berbagai lini kehidupan.
Di mana gerakan ini dapat kita katakan menjadi salah satu gerakan yang penting bagi perempuan. Sebab sebagaimana kita tahu bahwa di Indonesia ini budaya patriarki masih menjadi bayang-bayang yang kerap menghantui. Adanya emansipasi pun nyatanya belum dapat kita realisasikan secara utuh. Sehingga hal ini memicu munculnya gerakan perempuan yang memang fokus pada hal tersebut.
Sejarah Feminisme
Jika kita cermati dari perkembangan sejarah feminisme sebagai sebuah gerakan dan ideologi, mungkin akan kita dapati beberapa fenomena yang terangkat. Terutama terkait dengan termarjinalkannya perempuan selama beratus-ratus tahun lamanya.
Kemudian mendapat respon dari gerakan feminisme ini, di mana histori dari perjalanannya sendiri jauh sudah sangat lama. Bagaimana perempuan diperlakukan di rumah, atau bahkan di ruang publik seperti kegiatan-kegiatan sosial. Yang paling fenomenal adalah ketika perempuan tidak diberikan kesempatan untuk berkecimpung di dunia politik.
Hal ini pun turut menjadi pemicu bahwa perempuan dianggap tidak layak berada di ruang publik untuk diketahui oleh semua orang akan kiprahnya. Nah maka dari itu gerakan feminisme hadir sebagai sebuah ideologi di mana banyak dipersepsikan macam-macam dengan beragam sudut pandang.
Padahal jika kita melihat dari sejarah, tujuan dari feminisme ini terbentuk adalah sebagai respon terhadap perlakuan masyarakat sendiri yang membentuk doktrin atau stigma buruk bagi perempuan. Hingga saat ini stigma tersebut masih mereka langgengkan.
Maka ketika saat ini banyak orang menganggap gerakan feminisme ini ke arah negatif seperti SJW, gampang tersinggung, dan tukang “war” itu tidaklah benar. Karena gerakan ini pada dasarnya tidak sama sekali memiliki maksud untuk membenci atau mendiskreditkan pihak-pihak tertentu. Justru feminisme ingin mengupayakan agar setiap dari kita mendapat perlakuan yang setara. Baik itu laki-laki maupun perempuan tanpa adanya pembedaan yang mengkhususkannya.
Meluruskan Pemahaman yang Salah
Miskonsepsi akan gerakan feminisme bukan bahan candaan, yang paling mencolok adalah ketika para perempuan yang bersuara tentang feminisme ini dianggap sebagai pemberontak. Karena ia berusaha ingin mengubah tatanan yang sudah ada bahkan sudah melekat dari sejak dulu. Saking karena banyaknya penilaian negatif feminisme acap kali mereka sebut paham yang melemahkan perempuan.
Miskonsepsi kedua bahwa feminisme bukan bahan canadaan, adalah pembenci laki-laki. Ini tentu sangat salah meskipun dalam gerakannya memang ada kritikan terhadap laki-laki. Namun itu hanya bagi meraka, para laki-laki yang tidak bertanggung jawab.
Seperti dalam kasus laki-laki yang mengatasnamakan gender mengatakan bahwa perempuan tidak layak dan tidak mampu untuk memimpin sebuah kelompok. Sebagai responnya sebenarnya feminisme tidak akan mengcounter personal dari laki-laki atau gendernya. Meskipun kita tidak sepakat akan cara pandang tersebut.
Batasan gerakan feminisme ini jelas hanya kepada perspektif untuk mengubah cara pandang orang. Karena di era ini siapapun berhak menjadi apapun. Karena feminisme bukan hanya sekedar retorika, koar-koar tanpa esensi apapun. Melainkan di era modern ini sudah banyak yang melakukannya dengan cara-cara yang lebih relevan dan ilmiah dengan menyesuaikan kondisi zaman. []