• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Tuhan Tunggal Bahasa Plural

Penyebutannya boleh apa saja; Allah, Bapa, Brahma, Ra, Yahwe, Ahimsa, apa pun itu semuanya mengacu kepada entitas yang satu. Entitas yang melampaui batas, dan umat beragama menyebutnya dengan Tuhan

Daniel Osckardo Daniel Osckardo
11/11/2022
in Hikmah, Rekomendasi
0
Tuhan Tunggal

Tuhan Tunggal

471
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saat kelas dua Madrasah Aliyah saya menanyakan ke guru fiqih berkenaan dengan surah Al-Baqarah ayat 62. Ayat itu berbunyi “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, Yahudi, Nasrani, Majusi, barang siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan mengerjakan amal maka bagi mereka balasan dari Tuhan mereka.” Saat itu saya tidak mendapatkan jawaban tentang konsep Tuhan tunggal.

Di waktu kuliah saya kembali berbeda pendapat dengan dosen sendiri. Saya mengatakan bahwa semua agama sama saja. Sedangkan baginya tidak. Orang akan segera menuding pemikiran semacam ini sebagai pluralisme agama atau dituding liberal. Atau dengan marah menampar dengan ayat innaddiina ‘indallahil Islam (“Sesungguhnya agama di sisi Allah itu hanyalah Islam”).

Padahal yang saya maksud adalah setiap agama selalu bermuara kepada hal yang melampaui realitas (baca: Tuhan)—paling tidak setiap agama mempunyai kerinduan yang bermuara ke sana.

Beberapa waktu yang lalu sempat ada tulisan yang menghebohkan. Tulisan itu berjudul Non-Muslim Juga Bisa Masuk Surga! Untuk mendukung argumennya, penulis menukil beberapa pendapat cendekiawan di antaranya Prof. Muhammad Ali, Prof. Quraish Shihab, Fazlur Rahman, dan Mun’im Sirry. Dan salah satu pendapat itu—Prof. Muhammad Ali—juga mendasarkan diri pada Qs. Al-Baqarah ayat 62.

Tapi saya harus lebih banyak belajar dan lebih rakus membaca untuk mengeluarkan pernyataan semacam ini. Setidaknya kegelisahan Ahmad Wahib dalam Pergolakan Pemikiran Islam cukup merayap ke tubuh saya tentang “kebenaran” dan kemungkinan-kemungkinan untuk pluralisme agama. Kendati tidak mampu bersikap sejauh itu dengan kepastian—bahwa kebenaran bersifat plural—saya kira agama-agama ini adalah kompetisi untuk memahami bahasa Tuhan.

Baca Juga:

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam

Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

Berebut menafsirkan bahasa Tuhan

Dewa-dewa di gunung Olympus mengutus Hermes untuk menyampaikan pesan dewa kepada manusia. Sebab bahasa dewa dan manusia itu berbeda, sehingga manusia tidak bisa memahami bahasa dewa dengan benar. Untuk itu, Hermes bertugas untuk menafsirkan bahasa dewa itu lalu menyampaikannya kepada manusia. Namun pada agama Abrahamik berbeda. Sebab yang bisa berkomunikasi dengan Tuhan hanyalah orang-orang tertentu: nabi, wali, rabi.

Orang-orang inilah yang menafsirkan bahasa Tuhan. Kemudian karena di setiap agama Abrahamik dan agama selainnya memiliki otoritas—orang-orang suci, pemuka-pemuka agama— sendiri-sendiri, maka logis jika pesan Tuhan itu diartikan berbeda-beda.

Di sinilah saya rasa mengapa ada banyak agama-agama di dunia. Setiap masyarakat tumbuh membangun peradaban di zaman yang berbeda, dengan kebudayaan yang berbeda, daerah yang berbeda, dan itu berpengaruh terhadap bagaimana cara mereka melakukan komunikasi dengan Tuhan.

Karen Amstrong dalam The History of God melacak bahwa agama-agama yang ada dalam peradaban-peradaban sejarah cenderung memiliki akar tradisi yang sama. Ritual-ritual agama, baik dari peradaban Mesopotamia di aliran sungai Eufrat dan Tigris, peradaban Mesir kuno di dekat sungai Nil, peradaban Yahudi di Jerussalem memiliki esensi penyembahan yang sama.

Kesamaan Hikayat Islam dengan Non Islam

Walid Fikri dalam  Mitos-Mitos Legendaris dalam Khazanah Klasik Muslim juga mencatat kesamaan-kesamaan itu dalam legenda-legenda mistis Islam. Beberapa cerita seperti penciptaan alam, manusia pertama di bumi, Harut dan Marut (dua orang malaikat yang disebut dalam Al-Qur’an), hikayat-hikayat yang ada dalam beberapa kitab karangan klasik—bahkan dalam kitab tafsir—memiliki banyak kesamaan dengan hikayat-hikayat yang berada di luar Islam.

Dari sini maka tidak tertutup kemungkinan bahwa setiap agama itu menuju Tuhan Tunggal yang satu—dan saya kira memang seperti itu. Namun karena tidak ada bukti—meminjam istilah Sartre—untuk apa yang betul-betul benar itu secara jelas, tidak cukup terang bukti yang sampai kepada kita, tidak ada Hermes.

Sedangkan manusia tidak memiliki kemampuan untuk menangkap pesan itu secara sporadis, maka manusia melalui orang-orang suci yang ada di kalangan mereka menafsirkan dan menuju Tuhan secara spasial berdasarkan pesan-pesan Ilahi yang sampai kepada mereka.

Lantas apakah semua agama itu benar? Menurut hemat saya kebenaran tidak pernah plural, ia selalu tunggal. Kendati setiap agama-agama memaksudkan ritual, pemujaan, penyerahan kepada Tuhan yang sama, tapi memahami bahasa Tuhan itu secara benar mungkin saja hanya ada pada satu agama tertentu.

Setiap agama berada pada jalannya sendiri-sendiri dalam menangkap pesan Tuhan. Lebih logis untuk mengatakan bahwa kebenaran itu bersikap acap, dan agama berjalan di atas kemungkinan-kemungkinan tersebut

Penyebutannya boleh apa saja; Allah, Bapa, Brahma, Ra, Yahwe, Ahimsa, apa pun itu semuanya mengacu kepada entitas yang satu. Entitas yang melampaui batas, dan umat beragama menyebutnya dengan Tuhan Tunggal. Ibadah pun berbeda-beda tapi pada akhirnya muaranya tetap sama, ditujukan kepada sesuatu yang sama. Semua umat beragama berlomba-lomba menuju Tuhan, walaupun hanya ada satu jalan yang akan sampai kepada Tuhan. []

 

Tags: Ahmad WahibfilsafatHermesHikmahislamSejarah TuhanTuhan
Daniel Osckardo

Daniel Osckardo

Penulis merupakan alumni S1 Hukum Tatanegara (Siyasah Syar'iyyah), Fakultas Syari'ah, UIN Imam Bonjol Padang. Memiliki minat kajian pada topik-topik filsafat, politik, hukum, dan keislaman. Saat ini menetap di Yogyakarta, dan aktif menulis esai populer di beberapa media

Terkait Posts

KDRT

3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

6 Juni 2025
Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Wuquf Arafah

Makna Wuquf di Arafah

5 Juni 2025
Kritik Asma Barlas

Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

5 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID