Mubadalah.id – Menikah adalah ibadah terpanjang dalam hidup. Bahkan Nabi melalui riwayat Anas bin Malik ra. menganalogikannya sebagai penyempurnaan atas separuh agama. Di mana ia menjadi ibadah terpanjang bersama pasangan, dan merupakan hal yang harus kita perjuangkan secara konsisten. Oleh karena itu kita membutuhkan konseling pra nikah sebagai bentuk ikhtiar untuk menggapai takdir Tuhan yang berkeadilan.
Ikhtiar harus kita lakukan bersama, baik saat belum terjadi pernikahan, maupun setelah pernikahan. Sebagaimana bunyi kaidah, al-umuuru bimaqashidiha, segala sesuatu itu tergantung niatnya, maka sebelum pernikahan terealisasi, kedua pihak harus meneguhkan niat, menyatukan visi-misi bersama, dan bersepakat atas faktor-faktor yang akan direalisasikan kelak setelah menikah.
Jika niatnya telah baik, Insya Allah pernikahan yang akan terbinapun demikian. Setelah akad nikah bukanlah saat untuk membicarakan visi-misi, tetapi justru mewujudkannya bersama berdasarkan niat pernikahan yang telah dibuat bersama.
Konseling Pra Nikah
Adanya konseling pra nikah merupakan salah satu cara untuk menguatkan niat tersebut. Sebagaimana yang Drs. Asep Haerul Gani lakukan. Ia adalah seorang Psikolog., pakar Ericksonian Hypnotherapy dan Family Therapy Virginia Satir. Menurutnya ada beberapa hal yang harus dua sejoli tuntaskan sebelum pernikahan terjadi:
Pertama, geneologi keluarga. Calon pengantin harus dapat mempresentasikan tentang siapa saja yang terdapat dalam keluarganya, karakter-karakternya, konflik dan sensitifitas yang mungkin terjadi kepada masing-masing dari mereka, dan segala sesuatunya secara jelas dan gamblang dengan menggambar pohon keluarga yang komprehensif.
Hal ini maksudnya agar masing-masing calon pengantin dapat memahami dengan siapa ia akan menikah, dan memahami apa yang harus dan tidak ia lakukan sebagai anggota keluarga baru dalam keluarga besar pasangannya. Ini dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan konflik dan untuk mendekatkan secara pribadi terhadap anggota keluarga baru melalui karakter-karakter yang telah diketahui.
Kedua, tujuan pernikahan. Masing-masing calon pengantin harus mampu menuliskan tujuan pernikahan mayor dan minor, jangka pendek (rumah, anak, pendidikan) dan jangka panjang, dan kemudian disepakati mana yang menjadi tujuan bersama.
Hal ini mempermudah pasangan untuk saling mengetahui harapan bersama di masa yang akan datang untuk mewujudkannya bersama-sama. Calon pengantin harus mampu membuat timeline kehidupan berdasarkan pemaparan tujuan pernikahan yang telah mereka sepakati bersama tadi sebagai pedoman berkelanjutan.
Membuat Aturan dan Kesepakatan
Ketiga, aturan rumah. Datang dari dua keluarga yang berbeda, tentu calon pengantin memiliki dua aturan keluarga yang berbeda pula. Dalam sesi ini, masing-masing calon diminta mempresentasikan apa saja aturan yang berlaku di rumahnya, dan bersama-sama menyepakati mana saja aturan yang akan diberlakukan di rumah tangga baru yang akan mereka bina.
Sesi konseling pra nikah ini menjadi penting agar masing-masing pasangan dapat memahami dan mudah beradaptasi dengan sekitarnya, dan tidak terlalu shock saat telah tinggal bersama, sehingga dapat meminimalisir konflik yang mungkin terjadi. Menjadi kesepakatan yang harus kita taati pula. Yakni tentang aturan bertamu dan menerima tamu. Aturan berkunjung dan memberi orang tua, dan aturan berbagi dengan sesama.
Keempat, sesi ini menjadi sesi yang panjang, karena masing-masing calon harus dapat dengan jujur dan jelas membuka berapa penghasilannya. Berapa pengeluarannya dan untuk apa saja. Berapa hutang dan angsuran yang ia miliki, apa saja harta yang ia punya. Setelah itu calon pengantin diajak untuk belajar mengatur keuangan berdasarkan hasil presentasi tadi.
Termasuk tentang kesepakatan menggunakan harta bersama dalam memberi, investasi, tabungan, maupun batas maksimal untuk menjadi piutang. Dalam sesi ini, posisi harta juga harus kita jelaskan di sini. Apakah pendapatan suami milik bersama atau milik sendiri. Apakah pendapatan istri milik bersama atau milik sendiri. Dari mana pemasukan yang kita gunakan untuk pengeluaran selama menikah.
Hal-hal tersebut harus sudah clear dalam sesi ini, sehingga saat telah menikah, tidak ada lagi keluhan suami atau istri yang tidak terbuka perihal keuangan. Karena telah mereka sepakati bersama sebelum pernikahan terjadi.
Memahami Kondisi Psikologis untuk Kebahagiaan Bersama
Kelima, harga diri. Dua diri menjadi satu dalam satu rumah yang sama, berbagi waktu bersama, suka dan duka bersama, maka menjadi penting menjaga harga diri pasangan. Harga diri merupakan martabat yang menjadi dasar tersusunnya konvensi Hak Asasi Manusia Internasional. Maupun menjadi dasar kesetaraan yang Tuhan mandatkan. (Al-Baqarah: 21, Al-Nahl: 97, Al-Hujurat: 13).
Oleh karena itu, pada sesi ini masing-masing calon harus mampu mempresentasikan tentang bagaimana kondisinya saat sedang lowbatt. Bagaimana cara kita mengatasinya. Baik yang dapat kita lakukan sendiri maupun dengan bantuan pasangan.
Para calon harus dapat dengan jelas dan kritis memaparkan postur, pikiran, perasaan, keperluan, harapan atas pasangan kawin, dan ciri-ciri yang menampakkan jika ia telah pulih dari kondisi lowbatt. Sesi ini memberikan gambaran pada pasangan tentang kondisi tidak baiknya. Sehingga masing-masing pasangan dapat membaca situasi dan saling menjaga harga diri pasangannya. Bukan justru memicu konflik dalam situasi-situasi tersebut.
Khususnya pada calon pengantin perempuan untuk memaparkan kondisi biologisnya saat sedang mengalami menstruasi yang kerap mendatangkan perubahan mood dan kesehatan. Semua itu harus terbahas secara mendetail. Harapannya agar tidak terjadi diskriminasi terhadap masing-masing pihak saat sedang dalam kondisi yang lemah selama menjalankan kehidupan pernikahan bersama.
Keenam, sakinah, mawaddah, wa rahmah. Akad nikah merupakan kesepakatan final antara dua pasangan dan dua keluarga yang beserta mawaddah dalam bentuk birahi/passion. Juga rahmah yang berupa kepedulian, kasih-sayang, empati yang harus senantiasa kita jaga. Tujuannya guna mendapatkan sakinah/ketenangan berupa kebahagiaan dalam rumah tangga yang terbina.
Sesi-sesi ini harus sudah terbahas sebelum pernikahan terjadi. Jangan ada satu hal pun yang kita tutup-tutupi, semoga semua relasi pernikahan yang kita bina senantiasa mendapat ridla. Amiin. []