Rabu, 29 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Sunat Perempuan

    Sunat Perempuan dan Kekeliruan Memahami Ajaran Islam

    Pemilu inklusif

    Revisi UU Pemilu, Setapak Menuju Pemilu Inklusif

    P2GP

    P2GP, Warisan Kekerasan yang Mengancam Tubuh Perempuan

    Kesalingan dalam Pendidikan

    Merawat Akhlak Dan Menyemai Kesalingan Dalam Pendidikan

    P2GP

    P2GP, Praktik Berbahaya yang Masih Mengancam Anak Perempuan Indonesia

    Madrasatul Ula

    Menjadi Ibu untuk Madrasatul Ula dan Menjadi Bapak untuk Pelindung Cita

    Konflik dalam Rumah Tangga yang

    3 Cara Pandang Jika Terjadi Konflik dalam Rumah Tangga

    Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

    Mewujudkan Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

    Konflik dalam Keluarga

    Konflik dalam Keluarga: Bukan Tanda Kegagalan, Melainkan Ruang Belajar

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Sunat Perempuan

    Sunat Perempuan dan Kekeliruan Memahami Ajaran Islam

    Pemilu inklusif

    Revisi UU Pemilu, Setapak Menuju Pemilu Inklusif

    P2GP

    P2GP, Warisan Kekerasan yang Mengancam Tubuh Perempuan

    Kesalingan dalam Pendidikan

    Merawat Akhlak Dan Menyemai Kesalingan Dalam Pendidikan

    P2GP

    P2GP, Praktik Berbahaya yang Masih Mengancam Anak Perempuan Indonesia

    Madrasatul Ula

    Menjadi Ibu untuk Madrasatul Ula dan Menjadi Bapak untuk Pelindung Cita

    Konflik dalam Rumah Tangga yang

    3 Cara Pandang Jika Terjadi Konflik dalam Rumah Tangga

    Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

    Mewujudkan Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

    Konflik dalam Keluarga

    Konflik dalam Keluarga: Bukan Tanda Kegagalan, Melainkan Ruang Belajar

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Landasan Berpikir Pentingnya Ke-Ulama-an Perempuan

Mubadalah Mubadalah
22 November 2022
in Aktual
0
keulamaan

keulamaan

17
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Makna ulama yang awalnya bisa memasukkan orang yang ahli dalam bidang keilmuan apapun, pada kenyataannya juga telah mengalami penyempitan makna pada hanya orang yang ahli agama (Islam).

Terminologi ulama di masyarakat selama ini telah bergeser sedemikian rupa pada makna yang sangat maskulin. Awalnya kata ulama secara bahasa adalah bentuk jamak dari isim fa’il ‘alimun yang berasal dari kata alima-ya’lamu yang artinya mengetahui. Derivasi dari kata ini juga membentuk masdar ‘ilm yang artinya pengetahuan. Berarti kata ‘alimun adalah orang yang mengetahui. Kemudian dijamakkan menjadi ulama, artinya orang-orang yang berilmu atau berpengetahuan. Bentuk jamak yang seperti ini dalam ilum nahw disebut jamak taksir. Meskipun kata ulama diambil dari bentuk tunggal yang mudzakkar (male), tetapi maknanya tidak dikhususkan pada laki-laki. Karena kata ‘alimun jika akan dikhususkan ke dalam jenis kelamin laki-laki mengikuti bentuk jamak mudzakkar salim. Oleh karena itu bentuk jamak taksir ulama tidak bisa dimaknai secara spesifik pada jenis kelamin tertentu. Dengan demikian makna yang terkandung di dalamnya bisa menunjuk langsung dua jenis kelamin sekaligus, yaitu laki-laki dan perempuan. Ini artinya kata ulama sejatinya di dalamnya terdapat laki-laki dan perempuan yang berilmu. Namun demikian, pada kenyataannya, kata ini mengalami pergeseran makna yang luar biasa.

Makna ulama yang awalnya bisa memasukkan orang yang ahli dalam bidang keilmuan apapun, pada kenyataannya juga telah mengalami penyempitan makna pada hanya orang yang ahli agama (Islam). Di Indonesia, kata ulama tidak lagi menunjuk para ilmuwan atau orang-orang ahli ilmu apa saja dan siapa saja. Melainkan, ia memiliki makna khusus yang merujuk pada jenis kelamin tertentu dan keilmuan tertentu. Hampir menjadi jamak pengetahuan di masyarakat luas,  bahwa ketika disebut ulama maka yang terbayang adalah para kiai dan ustadz yang ahli kitab kuning. Sehingga menjadi kelaziman di masyarakat bahwa ulama sudah seharusnya adalah laki-laki saleh yang menguasai ilmu-ilmu agama. Masyarakat merasa aneh jika perempuan diikutkan dalam perbincangan soal ulama apalagi menyebut istilah baru dengan ‘ulama perempuan’.

Pandangan semacam ini perlu diluruskan. Masyarakat harus mulai diajak untuk merenungkan landasan pikir dan fakta yang ada hari ini. Bahwasannya Tuhan semesta alam ini menciptakan manusia dengan mengemban tugasnya sebagai khalifah fil ardh. Tugas kekhalifahan tentu saja bukan menjadi otoritas salah satu jenis kelamin, laki-laki atau perempuan saja. Namun keduanya sekaligus. Mereka bahkan disarankan untuk bekerjasama dalam mengemban misi kekhilafahan ini secara seimbang. Kekhilafahan dalam pemaknaan Kiai Sahal memiliki dua dimensi sekaligus, yaitu ibadatullah dan imaratul ardh. Artinya, menjadi khalifah di bumi tidaklah cukup hanya melakukan ubudiyah setiap hari dan meninggalkan kewajiban sosial lainnya. Tanggungjawab sosial haruslah menjadi bagian penting dalam tugas kekhilafahan manusia di bumi.

Nah, pergeseran pemaknaan ulama akhir-akhir ini telah menunjukkan sebaliknya. Ia bukan hanya mengapling jenis kelamin tertentu, tetapi juga membatasi ruang lingkup keulamaan pada wilayah tertentu, yaitu wilayah ibadatullah. Sementara hal-hal yang terkait dengan tugas imaratul ardh (melestarikan bumi) terabaikan dari perhatian para ulama. Distorsi ini telah menimbulkan kekosongan peran dan tanggungjawab manusia di bumi. Akibatnya, banyak persoalan sosial kemasyarakatan yang mendesak untuk disikapi terabaikan dari perhatian para ulama.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengembalikan atau bahkan mendefinisikan ulang term ulama. Ulama seharusnya menjadi orang yang harus memegang tongkat kekhalifahan. Karena ia adalah pewaris para Nabi. Sebagaimana peranan Nabi di masa lalu, mereka bukan saja mengajarkan dan mengawal persoalan-persoalan ubudiyah umat, tetapi terbukti juga ikut terlibat aktif dalam masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Bahkan mereka menjadi rujukan pertama dan utama dalam penyelesaian permasalahan umat.  Pada masa ini, Nabi juga telah melibatkan aktif perempuan-perempuan shahabiyat dalam mensosialisasikan dan menentukan hukum dalam permasalahan kontekstual, khususnya yang berkaitan dengan diri mereka. Aisyah, sebagai istri Nabi, menjadi contoh paripurna bahwa Nabi tidak mendiskreditkan kemampuan perempuan dalam permasalahan sosial dan agama.

Sejarah perawi hadis, telah mencatat kurang lebih 1200an perawi hadis yang ikut meriwayatkan hadis pada masa shahabiyat ini. Masa ini termasuk masa paling subur melahirkan ulama perempan dalam sejarah Islam. Karena pada periode berikutnya, yakni periode tabi’in hingga tabiut tabi’in terus merosot hingga tinggal hitungan puluhan. Ulama perempuan pada masa tabi’in hanya sekitar 90 orang dan 16 orang pada masa tabiut tabiin. Sungguh penurunan yang luar biasa! Hal ini bukanlah faktor kecelakaan sejarah. Tetapi juga ada upaya yang sistematis dan terencana dalam menghapuskan nama-nama perempuan dari kesejarahan ulama Islam. Kita tahu bahwa perjalanan masa kekhalifahan paska khulafa’ur rasyidin bergerak ke arah sistem monarkhi yang semakin jauh dari nilai-nilai egalitarianism dalam Islam sendiri. System kekhalifahan membuat segregasi yang begitu tegas antara laki-laki dan perempuan. Untuk memperkuat system itu pun tidak sedikit yang menggunakan legitimasi teks-teks agama.

Kekosongan ulama dari peranan perempuan telah mengakibatkan sulitnya mengatasi problem masyarakat hingga ke akar yang paling dasar. Apalagi jika hal itu menyangkut kehidupan paling privat perempuan. Pada akhirnya problematika itu akan menumpuk dan tidak berhasil diselesaikan. Hal semacam ini bisa mengakibatkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat secara luas. Persoalan kesehatan, misalnya. Kita bisa membayangkan seandainya tidak ada tenaga medis perempuan, berapa banyak pasien perempuan yang terabaikan dan tidak bisa teratasi permasalahannya. Karena ahli medis laki-laki tidak bisa dengan sempurna memahami penyakit perempuan, tanpa melibatkan pengalaman perempuan sendiri. Begitupula dalam bidang pendidikan. Jika tidak ada perempuan yang mampu menjadi guru, maka sulit sekali kita akan memberantas kebodohan yang dialami perempuan. Akibat dari kebodohan ini telah menyebabkan berbagai permasalahan sosial yang sangat rumit hingga hari ini. Karena kebodohannya, perempuan mejadi tak mampu menolak kekerasan yang menimpanya. Mereka menjadi miskin. Mereka tak mampu untuk hidup lebih mandiri. Mereka menjadi harus tergantung dengan laki-laki dalam berbagai sector kehidupan. Ketergantungan ini berimplikasi pada tindak kesewenang-wenangan laki-laki terhadap perempuan. Sehingga akan terus melanggengkan lingkaran kekerasan dalam masyarakat. Oleh karena itu, hari ini kita sudah harus menyadari betul akan pentingnya perempuan yang hadir dalam wilayah keulamaan. Bahkan, kita juga harus mampu mendefinisikan siapa itu ulama perempuan serta mengembalikan makna dan fungsi ulama sebagaimana pada masa awal zaman keislaman. Wallahua’lam bisshawab.***

 

Tags: perempuanulamaulama perempuan
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Sunat Perempuan
Keluarga

Sunat Perempuan dan Kekeliruan Memahami Ajaran Islam

28 Oktober 2025
P2GP
Keluarga

P2GP, Warisan Kekerasan yang Mengancam Tubuh Perempuan

28 Oktober 2025
P2GP
Keluarga

P2GP, Praktik Berbahaya yang Masih Mengancam Anak Perempuan Indonesia

27 Oktober 2025
P2GP
Keluarga

P2GP, Praktik yang Mengancam Nyawa Perempuan

26 Oktober 2025
Hj Hanifah Muyasaroh
Figur

Ibu Nyai Hj Hanifah Muyasaroh, Teladan yang Membanggakan

26 Oktober 2025
Praktik P2GP
Publik

Refleksi Kegiatan Monev Alimat dalam Membumikan Fatwa KUPI tentang Penghapusan Praktik P2GP

24 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pemilu inklusif

    Revisi UU Pemilu, Setapak Menuju Pemilu Inklusif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sunat Perempuan dan Kekeliruan Memahami Ajaran Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Akhlak Dan Menyemai Kesalingan Dalam Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Young, Gifted and Black: Kisah Changemakers Tokoh Kulit Hitam Dunia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas
  • Refleksi Twinkling Watermelon: Mengapa Seharusnya Kita Ciptakan Lingkungan Inklusif?
  • Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas
  • Young, Gifted and Black: Kisah Changemakers Tokoh Kulit Hitam Dunia
  • Sunat Perempuan dan Kekeliruan Memahami Ajaran Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID