• Login
  • Register
Senin, 27 Juni 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Landasan Berpikir Pentingnya Ke-Ulama-an Perempuan (Menyongsong Konggres Ulama Perempuan April 2017)

Mubadalah Mubadalah
29/11/2016
in Aktual
0
7
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

 

Makna ulama yang awalnya bisa memasukkan orang yang ahli dalam bidang keilmuan apapun, pada kenyataannya juga telah mengalami penyempitan makna pada hanya orang yang ahli agama (Islam).

Terminologi ulama di masyarakat selama ini telah bergeser sedemikian rupa pada makna yang sangat maskulin. Awalnya kata ulama secara bahasa adalah bentuk jamak dari isim fa’il ‘alimun yang berasal dari kata alima-ya’lamu yang artinya mengetahui. Derivasi dari kata ini juga membentuk masdar ‘ilm yang artinya pengetahuan. Berarti kata ‘alimun adalah orang yang mengetahui. Kemudian dijamakkan menjadi ulama, artinya orang-orang yang berilmu atau berpengetahuan. Bentuk jamak yang seperti ini dalam ilum nahw disebut jamak taksir. Meskipun kata ulama diambil dari bentuk tunggal yang mudzakkar (male), tetapi maknanya tidak dikhususkan pada laki-laki. Karena kata ‘alimun jika akan dikhususkan ke dalam jenis kelamin laki-laki mengikuti bentuk jamak mudzakkar salim. Oleh karena itu bentuk jamak taksir ulama tidak bisa dimaknai secara spesifik pada jenis kelamin tertentu. Dengan demikian makna yang terkandung di dalamnya bisa menunjuk langsung dua jenis kelamin sekaligus, yaitu laki-laki dan perempuan. Ini artinya kata ulama sejatinya di dalamnya terdapat laki-laki dan perempuan yang berilmu. Namun demikian, pada kenyataannya, kata ini mengalami pergeseran makna yang luar biasa.

Makna ulama yang awalnya bisa memasukkan orang yang ahli dalam bidang keilmuan apapun, pada kenyataannya juga telah mengalami penyempitan makna pada hanya orang yang ahli agama (Islam). Di Indonesia, kata ulama tidak lagi menunjuk para ilmuwan atau orang-orang ahli ilmu apa saja dan siapa saja. Melainkan, ia memiliki makna khusus yang merujuk pada jenis kelamin tertentu dan keilmuan tertentu. Hampir menjadi jamak pengetahuan di masyarakat luas,  bahwa ketika disebut ulama maka yang terbayang adalah para kiai dan ustadz yang ahli kitab kuning. Sehingga menjadi kelaziman di masyarakat bahwa ulama sudah seharusnya adalah laki-laki saleh yang menguasai ilmu-ilmu agama. Masyarakat merasa aneh jika perempuan diikutkan dalam perbincangan soal ulama apalagi menyebut istilah baru dengan ‘ulama perempuan’.

Pandangan semacam ini perlu diluruskan. Masyarakat harus mulai diajak untuk merenungkan landasan pikir dan fakta yang ada hari ini. Bahwasannya Tuhan semesta alam ini menciptakan manusia dengan mengemban tugasnya sebagai khalifah fil ardh. Tugas kekhalifahan tentu saja bukan menjadi otoritas salah satu jenis kelamin, laki-laki atau perempuan saja. Namun keduanya sekaligus. Mereka bahkan disarankan untuk bekerjasama dalam mengemban misi kekhilafahan ini secara seimbang. Kekhilafahan dalam pemaknaan Kiai Sahal memiliki dua dimensi sekaligus, yaitu ibadatullah dan imaratul ardh. Artinya, menjadi khalifah di bumi tidaklah cukup hanya melakukan ubudiyah setiap hari dan meninggalkan kewajiban sosial lainnya. Tanggungjawab sosial haruslah menjadi bagian penting dalam tugas kekhilafahan manusia di bumi.

Nah, pergeseran pemaknaan ulama akhir-akhir ini telah menunjukkan sebaliknya. Ia bukan hanya mengapling jenis kelamin tertentu, tetapi juga membatasi ruang lingkup keulamaan pada wilayah tertentu, yaitu wilayah ibadatullah. Sementara hal-hal yang terkait dengan tugas imaratul ardh (melestarikan bumi) terabaikan dari perhatian para ulama. Distorsi ini telah menimbulkan kekosongan peran dan tanggungjawab manusia di bumi. Akibatnya, banyak persoalan sosial kemasyarakatan yang mendesak untuk disikapi terabaikan dari perhatian para ulama.

Baca Juga:

Legenda Malahayati dari Aceh yang Jauh dari Stigma Negatif Janda

Perlawanan Perempuan terhadap Narasi Budaya Patriarki

Membedah Pemikiran Qasim Amin dalam Karyanya Tahrīr Al-Mar’ah Bagian Pertama

6 Cara Penangan saat Menjadi Korban KDRT

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengembalikan atau bahkan mendefinisikan ulang term ulama. Ulama seharusnya menjadi orang yang harus memegang tongkat kekhalifahan. Karena ia adalah pewaris para Nabi. Sebagaimana peranan Nabi di masa lalu, mereka bukan saja mengajarkan dan mengawal persoalan-persoalan ubudiyah umat, tetapi terbukti juga ikut terlibat aktif dalam masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Bahkan mereka menjadi rujukan pertama dan utama dalam penyelesaian permasalahan umat.  Pada masa ini, Nabi juga telah melibatkan aktif perempuan-perempuan shahabiyat dalam mensosialisasikan dan menentukan hukum dalam permasalahan kontekstual, khususnya yang berkaitan dengan diri mereka. Aisyah, sebagai istri Nabi, menjadi contoh paripurna bahwa Nabi tidak mendiskreditkan kemampuan perempuan dalam permasalahan sosial dan agama.

Sejarah perawi hadis, telah mencatat kurang lebih 1200an perawi hadis yang ikut meriwayatkan hadis pada masa shahabiyat ini. Masa ini termasuk masa paling subur melahirkan ulama perempan dalam sejarah Islam. Karena pada periode berikutnya, yakni periode tabi’in hingga tabiut tabi’in terus merosot hingga tinggal hitungan puluhan. Ulama perempuan pada masa tabi’in hanya sekitar 90 orang dan 16 orang pada masa tabiut tabiin. Sungguh penurunan yang luar biasa! Hal ini bukanlah faktor kecelakaan sejarah. Tetapi juga ada upaya yang sistematis dan terencana dalam menghapuskan nama-nama perempuan dari kesejarahan ulama Islam. Kita tahu bahwa perjalanan masa kekhalifahan paska khulafa’ur rasyidin bergerak ke arah sistem monarkhi yang semakin jauh dari nilai-nilai egalitarianism dalam Islam sendiri. System kekhalifahan membuat segregasi yang begitu tegas antara laki-laki dan perempuan. Untuk memperkuat system itu pun tidak sedikit yang menggunakan legitimasi teks-teks agama.

Kekosongan ulama dari peranan perempuan telah mengakibatkan sulitnya mengatasi problem masyarakat hingga ke akar yang paling dasar. Apalagi jika hal itu menyangkut kehidupan paling privat perempuan. Pada akhirnya problematika itu akan menumpuk dan tidak berhasil diselesaikan. Hal semacam ini bisa mengakibatkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat secara luas. Persoalan kesehatan, misalnya. Kita bisa membayangkan seandainya tidak ada tenaga medis perempuan, berapa banyak pasien perempuan yang terabaikan dan tidak bisa teratasi permasalahannya. Karena ahli medis laki-laki tidak bisa dengan sempurna memahami penyakit perempuan, tanpa melibatkan pengalaman perempuan sendiri. Begitupula dalam bidang pendidikan. Jika tidak ada perempuan yang mampu menjadi guru, maka sulit sekali kita akan memberantas kebodohan yang dialami perempuan. Akibat dari kebodohan ini telah menyebabkan berbagai permasalahan sosial yang sangat rumit hingga hari ini. Karena kebodohannya, perempuan mejadi tak mampu menolak kekerasan yang menimpanya. Mereka menjadi miskin. Mereka tak mampu untuk hidup lebih mandiri. Mereka menjadi harus tergantung dengan laki-laki dalam berbagai sector kehidupan. Ketergantungan ini berimplikasi pada tindak kesewenang-wenangan laki-laki terhadap perempuan. Sehingga akan terus melanggengkan lingkaran kekerasan dalam masyarakat. Oleh karena itu, hari ini kita sudah harus menyadari betul akan pentingnya perempuan yang hadir dalam wilayah keulamaan. Bahkan, kita juga harus mampu mendefinisikan siapa itu ulama perempuan serta mengembalikan makna dan fungsi ulama sebagaimana pada masa awal zaman keislaman. Wallahua’lam bisshawab.***

 

 

Tags: perempuanulamaulama perempuan
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

tadarus subuh

Tadarus Subuh Ke-24 : Apakah Semua Aktivitas Istri Harus Seizin Suami

18 Juni 2022
Allah mendengar suara perempuan

Moderasi Beragama Menurut Ulama KUPI

2 Juni 2022
Pancasila Sesuai Syariat Islam

Makna Pancasila Menurut Ulama KUPI

2 Juni 2022
Ulama NU Tegaskan Ideologi Pancasila Sudah Final

Ulama NU Tegaskan Ideologi Pancasila Sudah Final

1 Juni 2022
Pancasila Sesuai Syariat Islam

4 Dalil Al-Qur’an Tentang Pancasila Sesuai Syariat Islam

1 Juni 2022
Pancasila Sesuai Syariat Islam

Pancasila Sumber Inspirasi Keadilan Gender

31 Mei 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Darurat Sampah

    Re Grow Solusi Darurat Sampah Pangan di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kecantikan Perempuan dan Luka-Luka yang Dibawanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Wukuf di Arafah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Doa Ketika Wukuf di Arafah Sesuai Anjuran Rasulullah Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perlawanan Perempuan terhadap Narasi Budaya Patriarki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Doa Ketika Sampai di Tempat Tujuan
  • Legenda Malahayati dari Aceh yang Jauh dari Stigma Negatif Janda
  • Doa Ketika Wukuf di Arafah Sesuai Anjuran Rasulullah Saw
  • Makna Wukuf di Arafah
  • Re Grow Solusi Darurat Sampah Pangan di Indonesia

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist