• Login
  • Register
Jumat, 18 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Cinta Sejati Pertama dan Terakhir Al Abil Akbar Bagian Kedua (Habis)

Seberapakah kesanggupan kita untuk turut merasakan beratnya penderitaan yang ummati Nabi alami? Yang mungkin kebetulan semua adalah teman, tetangga, saudara, atau bahkan pasangan, suami-istri, anak-anak, bangsa, ataupun diri kita sendiri

Hafidzoh Almawaliy Ruslan Hafidzoh Almawaliy Ruslan
19/02/2023
in Hikmah, Rekomendasi
0
Cinta Sejati

Cinta Sejati

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Cinta memang aneh. Sebagaimana yang saya tulis dalam artikel sebelumnya “Cinta Sejati Pertama dan Terakhir Al Abil Akbar Bagian Pertama.” Si pecinta akan dapat merasakan apa yang kekasihnya alami. Jika ada duri yang menusuk sang kekasih, si pecinta akan turut merasa kesakitan. Jika tubuh sang kekasih terluka, maka tubuh sang pecinta juga akan mengeluarkan darahnya. Benarkah demikian? Allahu a’lam.

Namun Al Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al Habsyi juga pernah bercerita, bahwa suatu hari Habib Alwi bin Alfaqihil Muqaddam sedang pergi haji. Sebagai wali besar yang terkenal, kedatangannya sangat disambut semua penduduk di kota Makkah. Tak terkecuali sekelompok “keluarga” darwis yang tinggal di kota tersebut.

Cinta Agung yang Aneh

Darwis sesungguhnya adalah orang-orang yang sedang menempuh jalan zuhud, dengan berusaha ‘melepaskan’, mengosongkan kemelekatan diri dari duniawi. Termasuk berhati- hati tentang makanan dan juga pergaulannya.

Mendengar kedatangan Habib Alwi, salah seorang di antara darwis itu menemuinya. Ia meminta makanan pada sang wali, agar dapat peroleh berkahnya. Pada khadim Habib Alwi, si darwis meminta 10 potong roti sesuai jumlah mereka. Oleh pelayan Habib, roti itu diberikan semua dan langsung dihabiskan si darwis sendirian. Menyaksikan itu, sang khadim merasa kesal, dan melaporkannya pada Al Habib.

Habib Alwi pun meminta darwis itu untuk membawa semua temannya, dan bertanya:

Baca Juga:

Ketika Zakat Profesi Dipotong Otomatis, Apakah Ini Sudah Adil?

Sound Horeg: Antara Fatwa Haram Ulama’ dan Hiburan Masyarakat Kelas Bawah

Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam

Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

“Benarkah kini kalian semua telah kenyang? Padahal yang menghabiskan roti hanya salah satu di antara kalian?”

Semuanya pun menjawab serempak, bahwa mereka semua telah kenyang. Tapi Habib Alwi tak ingin percaya begitu saja. Lalu, ia mengambil inisiatif untuk melukai lengan salah seorang darwis dengan jarum. Benar saja, satu di antara mereka terlukai, sembilan yang lainnya turut mengeluarkan darah karenanya. Lalu mereka berkata:

“Lihatlah Habib inilah yang dinamakan cinta. Ana man ahwa, wa man ahwa ana. Nahnu ruuhani hallalna badana… Akulah yang mencintai, dan yang dicintai adalah aku. Kami adalah dua ruh (ruh yang berbeda) penghuni satu badan.”

Cinta Sang Baginda Nabi

Dengan kisah para darwis itu, batiniah para pecinta shalawat akan bisa tahu dan mengamini, bagaimana setiap saat Nabi Muhammad saw. akan selalu dapat merasakan ahwal semua umatnya. Karena partikel-partikel Nur itu telah bercampur, bersatu-padu.

Menurut mereka Nabi setiap hari akan bisa merasakan batin yang teriris karena  melihat umatnya yang terluka, tak bisa makan, atau menderita, terpuruk dalam kemaksiatan, dan sebagainya. Untungnya perasaan Baginda Nabi yang ada dalam dada telah Allah swt. bentangkan seluas jagad raya ini, bahkan melebihi. Sehingga penderitaan apapun akan mampu tertampung. Dan Nabi akan selalu mendoakan, memohonkan ampunan serta keselamatan.

Dalam QS. Ali Imran [3]: 144, Allah swt. menerangkan bahwa Nabi Muhammad saw. sesungguhnya adalah insan yang meninggalkan jasadnya. Namun rahmat dan kasih sayangnya akan tetap terus hidup, mengalir untuk umatnya hingga akhir masa.

Semua itu karena kecintaan Nabi untuk membimbing, menyelamatkan seluruh alam raya. Seperti saat-saat awal di padang arwah (QS. Al A’raf [7]: 172). Saat Sang Maha Pencipta mengambil ikrar kesaksian, syahadah bagi setiap jiwa.

“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Semua umat saat itu terdiam, antara  tidak tahu dan tidak berani menjawab. Lalu ruh Nabi Muhammad saw. lah yang memulai memimpin dan menuntun : “Balaa, syahidtu… Betul Engkau Tuhanku, aku bersaksi”.

Seluruh arwah pun mengikuti Sang Nabi : “Balaa, syahidna… Betul Engkau Tuhan kami. Kami semua bersaksi”. Maka saat itulah Nabi Muhammad saw, telah menyandang status Rasul, utusan Allah swt. untuk semesta.

Bagi para pecinta shalawat, inilah moment ikrar kesaksian bahwa pada asal mulanya semua ruh sesungguhnya adalah beriman. Nabi Muhammad lah yang menjadi pemimpin bagi semua semenjak awal mulanya. Karenanya dalam hadits Abi Hurairah ra. meriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda: “Kuntu awwalan nabiyyina fil khalqi wa akhirahum fil ba’tsi.” Nabi Muhammad lah sesungguhnya Nabi yang paling awal/ pertama tercipta, namun paling akhir terutusnya.

Izinkan Kami Membalas Cinta Sang Baginda Nabi

Kini, bagaimana dengan kita umat Nabi hari ini? Bisakah kita menggapai kembali cinta Baginda yang sedemikian rupa? Dapatkah kita meneladani kasih sayang Nabi terhadap seluruh umat alam raya?

Seberapakah kesanggupan kita untuk turut merasakan beratnya penderitaan yang ummati Nabi alami? Yang mungkin kebetulan semua adalah teman, tetangga, saudara, atau bahkan pasangan, suami-istri, anak-anak, bangsa, ataupun diri kita sendiri.

Seberapa komitmen kita terhadap umat ini, seperti Nabi yang sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagi kita semua?

Adakah cinta kita seperti cinta pertama sekaligus terakhir Al Abil Akbar, yang mampu “mengalami”, merasakan, sehingga berkeinginan untuk menuntun dan membela, serta tak terbersit sedikit pun untuk meninggalkan dalam kebodohan dan kebingungan kita? Adakah keinginan kita untuk menunjukkan jalan Tuhan pada semua yang terlena atas hidup yang sesaat saja?

“Allahumma shalli ‘ala ruhi Sayyidinaa Muhammadin fil arwah. Wa ‘ala jasadihi fil ajsad… Ya  Allah limpahkanlah shalawat salam teruntuk ruh Nabi Muhammad yang ada dalam seluruh arwah semesta; Serta limpahkanlah shalawat salam teruntuk jasad Baginda Nabi yang ada dalam seluruh jasad umat”.

Akhirnya, semoga saja Tuhan sampaikan kita semua kepada-Nya, dengan jalan ‘wasilah’ membalas segenap cinta kasih dan rindu Sang Baginda pada seluruh umat; Dengan mengabdikan diri, menolong dan membela segenap mereka yang terluka, terpinggirkan, serta teraniaya di manapun kita berada. Selamanya, selamat hari kasih sayang bagi semua umat Nabi di sepanjang zaman. Wallahu a’lam bis shawab. []

 

Tags: Akhlak NabiAl Abil AkbarCinta SejatiHikmahislamNur MuhammadiyTeladan Nabi
Hafidzoh Almawaliy Ruslan

Hafidzoh Almawaliy Ruslan

Ibu dua putri, menyukai isu perempuan dan anak, sosial, politik, tasawuf juga teologi agama-agama

Terkait Posts

Sejarah Perempuan dan

Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?

17 Juli 2025
Menjadi Pemimpin

Perempuan Menjadi Pemimpin, Salahkah?

17 Juli 2025
Wonosantri Abadi

Harmoni Iman dan Ekologi: Relasi Islam dan Lingkungan dari Komunitas Wonosantri Abadi

17 Juli 2025
Ibnu Rusyd tentang

Membaca Ulang Pandangan Ibnu Rusyd tentang Perempuan

17 Juli 2025
Merendahkan Perempuan

Merendahkan Perempuan adalah Tanda Pikiran yang Sempit

16 Juli 2025
Fitnah

Siapa Sebenarnya Sumber Fitnah: Perempuan atau Laki-laki?

16 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • eldest daughter syndrome

    Fenomena Eldest Daughter Syndrome dalam Drakor When Life Gives You Tangerines, Mungkinkah Kamu Salah Satunya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lampu Sirkus, Luka yang Disembunyikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Harmoni Iman dan Ekologi: Relasi Islam dan Lingkungan dari Komunitas Wonosantri Abadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mu’adzah Al-Adawiyah: Guru Spiritual Para Sufi di Basrah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mu’adzah Al-Adawiyah: Guru Spiritual Para Sufi di Basrah
  • Lampu Sirkus, Luka yang Disembunyikan
  • Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?
  • Disabilitas dan Kemiskinan adalah Siklus Setan, Kok Bisa? 
  • Perempuan Menjadi Pemimpin, Salahkah?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID