Mubadalah.id – Permasalahan sampah sampai saat ini belum menemui titik terang. Di beberapa kota besar Indonesia, sampah menjadi permasalahan besar yang sudah mengancam kesehtaan dan keselamatan jiwa manusia. Sumber sampah terbesar dihasilkan dari kegiatan dan aktivitas rumah tangga, pertanian, perkantoran, industri, jasa, dan lainnya. Rata-rata setiap keluarga menghasilkan kurang lebih 2 kg sampah rumah tangga tiap harinya. Jumlah sampah ini belum termasuk apabila keluarga tersebut menerapkan gaya hidup konsumtif yang tentunya akan menambah volume sampah yang lebih banyak lagi.
Permasalahan Sampah di sekitar kita
Pengelolaan sampah yang tidak baik sangat berpotensi mencemari lingkungan yang ada dan merusak sumber daya alam. Pada kondisi terparah, sampah dapat menyebabkan berbagai macam penyakit yang dapat mengancam jiwa dan kesehatan manusia, seperti kasus TPA Piyungan Jogjakarta yang over kapasitas pada bulan Mei 2022.
TPA Piyungan merupakan salah satu TPA di daerah Jogjakarta yang menerima dan melayani sampah dari kota Yogyakarta, Kab. Bantul, dan Kab. Sleman. Setiap harinya, TPA Piyungan seluas 12,5 hektar ini menerima sampah rata-rata sebanyak 270-300 ton perharinya. Masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Piyungan melakukan penutupan akses sampah dari semua wilayah.
Para warga enggan apabila harus hidup berdampingan dengan sampah yang tiap harinya kian menggunung. Selain gunungan sampah, warga juga mengeluhkan lindi atau air bewarna coklat pekat yang menggenang bercampur dengan sampah menyebabkan kegiatan pertanian di Jogkarta rusak.
Saat pemblokadean berlangsung, sampah hampir menumpuk 900 ton banyaknya. Sampah tersebut tidak dapat kita ketahui bagaimana kelanjutan nasibnya karena adanya over kapasitas TPA Piyungan sendiri. Kebanyakan sampah kiriman merupakan sampah organik (khususnya sampah rumah tangga) yang tercampur dengan sampah organik. Hal ini menyebabkan petugas sampah kesulitan untuk memilah sampah-sampah yang ada.
Kelola Sampah dengan Bijak
Apabila sampah tidak terkelola dengan bijak, maka kita harus menyediakan lokasi TPA yang sangat luas. Hal ini tentu tidak mudah karena banyaknya persyaratan kesehatan yang harus kita patuhi dan sulitnya mencari lahan dengan harga yang murah. Di sisi lain, belum ada teknologi yang dapat menjamin pemusnahan sampah dengan cepat.
Sampah organik yang kita biarkan membusuk akan mengundang lalat, kecoa, tikus, dan mencemari air (menjadi air lindi). Terbentuknya gas methana dari proses pembusukan juga menyebabkan gas rumah kaca yang menjadi penyebab global warming atau pemanasan global. Gas methana yang dihasilkan di seluruh Indonesia kira-kira sebanyak 4000m kubik yang sebenarnya berpotensi untuk menghasilkan 79 Mega Watt listrik.
Sampah anorganik yang tidak terkelola dengan baik juga dapat menyebabkan pencemaran tanah, air, dan udara. Kebanyakan, pemusnahan sampah anorganik hanya mengandalkan pembakaran sampah. Justru, pembakaran sampah anorganik malah memperparah keadaan lingkungan. Hal ini karena hasil pembakaran sampah anorganik menghasilkan gas-gas berbahaya seperti karbon monoksida yang dapat membuat kesehatan paru manusia turun, bertambah panasnya suhu bumi, dan menurunnya kualitas lingkungan hidup.
Apa yang harus kita lakukan?
Apabila kita melihat sumbernya, maka permasalahan sampah ada karena dari tidak adanya pengelolaan sampah sebelum kita buang ke TPA. Maka dari itu, hal yang pertama kita lakukan adalah mengelola segala jenis sampah sebelum benar-benar terbuang ke tempat pembuangan akhir. Bagaimana caranya?
- Menerapkan 3R (Reuse, Reduce, Recycle)
Reuse, Reduce, Recycle adalah kebiasaan penting yang harus kita lakukan dalam pengelolaan sampah. Prinsip ini menekankan pentingnya mengurangi sampah, mengulangi penggunaan barang-barang yang tersedia, dan memanfaatkan sampah untuk tujuan yang berbeda. Reuse dan Reduce berfokus pada pengurangan sampah dengan mengurangi jumlah barang baru yang kita beli atau diproduksi, dan mengulangi penggunaan sampah yang sudah ada.
Recycle melibatkan pemulihan dan pemrosesan sampah untuk menghasilkan bahan-bahan yang dapat kita gunakan kembali. Kombinasi ketiga prinsip ini dapat membantu kita mengurangi sampah, mengurangi jumlah barang baru yang terproduksi, dan memanfaatkan bahan-bahan yang sudah ada. Dengan demikian, pengelolaan sampah dapat kita optimalkan dengan baik.
Memilah dan Membuat Kompos
- Memilah sampah
Memilah sampah adalah salah satu cara untuk menjaga lingkungan sehat. Dengan memilah sampah, kita dapat mengurangi polusi dan mengurangi jumlah sampah yang kita buang ke lingkungan. Memilah sampah juga dapat membantu mendaur ulang bahan-bahan yang dapat kita daur ulang dan mengurangi kebutuhan untuk memproduksi bahan-bahan baru.
Dengan cara ini, kita dapat mengurangi emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Selain itu, memilah sampah juga dapat membantu mencegah sampah yang tidak dapat kita daur ulang dari masuk ke tempat pembuangan sampah, seperti laut dan sungai.
- Membuat kompos
Membuat kompos adalah salah satu cara untuk mengurangi sampah organik dan menghasilkan pupuk alami yang bermanfaat. Kompos terbuat dari sampah organik seperti ranting pohon, daun, bahan makanan, dan sebagainya. Selain itu juga dibuat dengan mencampurkan sampah organik dengan air dan membiarkannya berfermentasi. Kompos yang dihasilkan bisa kita gunakan sebagai pupuk alami untuk menumbuhkan tanaman di rumah atau di taman. Kompos juga bisa mengurangi jumlah sampah organik yang kita buang ke lingkungan.
Untuk membuat kompos, Kita perlu mencampur sampah organik dengan air dan membiarkannya berfermentasi. Setelah fermentasi, Kita dapat menggunakan kompos sebagai pupuk alami untuk tanaman. Kompos juga akan menghasilkan gas metana yang bermanfaat untuk mengurangi polusi udara. Membuat kompos adalah cara yang bagus untuk mengurangi sampah organik dan menghasilkan pupuk alami.
Bagaimana Islam memandang pengelolaan sampah?
Di dalam Islam, kita mengenal konsep bersih atau suci yang biasa kita sebut (nadhafah atau thaharah). Konsep thaharah biasanya dipertentangkan dengan aspek najis atau najasah seperti darah, kotoran manusia dan hewan. Namun, khazanah fikih klasik tidak memiliki pembahasan pengelolaan sampah karena periode kehidupan pada zaman tersebut tidak dihadapkan pada masalah konsentrasi pengelolaan sampah. Namun, fikih saat itu banyak mensosialisasikan prinsip hidup bersih (al-nadhafah) dan mengaplikasikan konsep kebersihan dalam inti bahasan Ibadah (Al-Ghazali, 1:30).
Dalam suatu kisah Rasulullah, ada seorang perempuan tua yang merupakan sahabat Anas yang mengabdikan diri sebagai pembersih masjid (tukang sapu). Peerempuan tersebut terkenal dengan nama Ummu Mahjan. Setiap hari, Ummu Mahjan selalu membersihkan area masjid Nabawi. Suatu ketika Rasulullah sedang bepergian keluar kota, Ummu Mahjan meninggal dunia. Sewaktu Rasulullah hendak menunaikan salat jamaah, beliau menanyakan keberadaan Ummu Mahjan.
Sahabat menjawab bahwa Ummu Mahjan telah meninggal dunia. Mendengar kabar tersebut, Rasulullah menunda salat dan segera mendatangi makam Ummu Mahjan. Rasulullah melaksanakan salat jenazah dia atas makam Ummu Mahjan. Hal ini memiliki pesan tersirat bahwa Rasulullah sangat mengapresiasi dan menghargai orang-orang yang peduli terhadap kebersihan lingkungan (HR. Muttafaq ‘Alayh)
Islam sangat menekankan gaya hidup bersih dan sehat baik secara individu, berkelompok, maupun secara lingkungan. Dengan mengelola sampah sebelum kita buang ke TPA, maka kita turut menjaga kebersihan. Umat Islam harus menjadi pelopor dalam penanganan sampah dan menjadi contoh bagi masyarakat lainnya. []