Mubadalah.id – Segala sesuatu selain-Nya adalah makhluk, termasuk iklim yang ada di planet bumi ini. Iklim sebagaimana terdefinisikan oleh World Climate Conference (1979) merupakan sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang. Di mana secara statistik cukup dapat kita pakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya. Atau dengan kata lain, iklim adalah pola cuaca jangka panjang di wilayah tertentu.
Iklim di bumi ini ada 4 jenisnya, tropis, subtropis, sedang dan dingin (pembagian jumlah iklim bermacam-macam, Ibnu Khaldun membaginya menjadi 7 bagian, namun ia juga menyebutkan bahwa para ilmuan lain juga ada yang mengklasifikasinya menjadi 10 bagian dengan indikator jarak maupun kondisi geografisnya). Kondisi iklim tersebut dapat berubah karena interaksi alam maupun keterlibatan manusia dalam pelestarian dan perusakan alam.
Sebagaimana Bu Nyai Nur Rofi’ah bil Uzm menyampaikan dalam Launching Buku Keadilan Gender dan Lingkungan, 27 Februari 2023, tugas khalifah fi al-ardl itu adalah mewujudkan kemaslahatan bagi seluruh makhluk Tuhan, termasuk alam. Di mana ia dapat mempengaruhi kondisi perubahan iklim, dan kekhalifahan di muka bumi itu bertugas menjaga alam, bukan mengeksploitasi alam.
Alam Semesta Saling Berkaitan
Dari sini dapat kita ketahui, bahwasanya segala sesuatu di alam semesta ini saling berkaitan. Layaknya rantai kehidupan. Jika salah satu komponennya rusak, maka rusak pula komponen lainnya. Jika salah satu komponennya berkembang dengan baik, maka baik pula komponen lainnya. Perputaran kehidupan tidak akan cepat rusak dan binasa. Diskursus tentang iklim merupakan kajian keilmuan yang sudah para ilmuwan teliti sejak dulu. Termasuk oleh ilmuwan Muslim yang terkenal sebagai pionir ilmuwan ekonomi modern, sosiologi, dan geografi. Dia adalah Ibnu Khaldun.
Dalam karya fenomenalnya yang berjudul Muqaddimah, Ibnu Khaldun juga memaparkan teori-teori temuannya yang berhubungan dengan iklim. Setidaknya ada beberapa teori yang perlu kita semua ketahui tentang hal-hal yang dapat terpengaruhi oleh kondisi iklim tertentu, karena pemahaman atas teori ini akan memberikan kita sudut pandang baru dalam menyikapi perbedaan yang kerap menimbulkan konflik sosial. Saat membaca ini saya kagum sendiri, keren ya ulama zaman dulu, mereka bisa mengaitkan satu keilmuan dengan keilmuan lainnya.
Dengan satu tema, mereka bisa memasukkan ilmu agama, ilmu sosial, ilmu geografi, ilmu resolusi konflik, dan lainnya. Hingga membuat ilmu mereka komprehensif dan relevan di setiap zaman. Kalau Sigmeund Freud butuh satu orang saja sebagai objek penelitiannya, maka dalam kasus iklim berserta hubungannya dengan manusia, Ibnu Khaldun memilih benua Afrika sebagai sampel penelitian dalam bukunya tersebut. Apa saja sih hal-hal yang dapat terjadi akibat pengaruh iklim menurut hasil penelitian Ibnu Khaldun?
Pertama, Peradaban Manusia
Dengan mengamati berbagai pola kehidupan manusia sebagai makhluk yang memiliki sifat sosial atau sipil (madanii), Ibnu Khaldun dapat menyimpulkan, bahwa daerah dengan garis pantai, garis sungai, gunung dan lembah-lembah yang memiliki ketersediaan air dan pangan yang beragam (karena faktor iklim) dapat makmur dan memiliki peradaban. Teori ini menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk manusia menjadi terbelakang, karena Tuhan telah mempersiapkan semuanya, asalkan manusia mampu mengolah, bekerjasama, dan melestarikannya.
Kedua, Kemakmuran Suatu Negeri
Di era Ibnu Khaldun jumeneng, kawasan bumi memiliki kemakmuran yang berbeda-beda disebabkan kondisi iklim yang terpengaruhi oleh deviasi/kecondongan matahari dari garis zenith. Kecondongan matahari yang berbeda-beda terhadap sudut-sudut bumi menyebabkan dataran-dataran di bumi juga menerima panas yang berbeda, sehingga sangat wajar jika ada tanah yang tandus dan kosong, seperti padang pasir, atau juga menyebabkan dataran di bumi kekurangan menerima panas matahari.
Di tempat yang melampaui batas panas, menjadikan udara kering dan sulit memungkinkan berlanjutnya generasi. Kondisi suhu panas mempengaruhi kondisi air dan kekuatan memproses generasi di dalam mineral, hewan, tumbuh-tumbuhan, juga manusia. Sehingga, penciptaan di iklim yang cenderung dingin lebih kecil beresiko rusak dibandingkan yang beriklim panas. Maka sangat wajar kalau ilmuwan sangat bekerja keras untuk menangkal pemanasan global. Karena akan berpengaruh pada kemakmuran kehidupan makhluk di bumi dari segala aspek hajatnya.
Ketiga, Warna Kulit Manusia dan Kondisinya
Kondisi geografis suatu daerah mempengaruhi terhadap stabilitas yang melingkupi penduduk dalam daerah tersebut. Ibnu Khaldun menyatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, profesi, bangunan, pakaian, makanan, buah-buahan, hewan, dan lainnya tidak terlepas dari kondisi geografis dan iklim yang meliputinya. Ibnu Khaldun tidak sependapat dengan teori yang mengatakan bahwa warna kulit itu disebabkan faktor genetik semata.
Baginya, warna kulit juga terpengaruhi besar oleh kondisi iklim penduduk yang menempati daerah tertentu. Daerah dengan iklim panas yang tinggi akan membuat kulit penduduknya menjadi lebih gelap, dan akan berbeda kepada warna yang lebih terang tergantung sebanyak apa cahaya matahari membakar kulit manusia. Hal ini tidak hanya berpengaruh pada warna kulit saja, seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, akan berpengaruh pula pada perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagainya.
Lantas, masihkah kita mendiskriminasi orang lain karena warna kulitnya? Semua perbedaan warna kulit itu terjadi karena kehendak dan Kuasa-Nya, mengapa kita justru mempermasalahkan Keagungan-Nya?
Keempat, Akhlak Manusia
Ibnu Khaldun mengatakan bahwa rasa gembira dan senang itu bisa terpengaruhi oleh penyebaran ruh hewani akibat stabilitas hawa panas dalam tubuh. Sehingga, saat seseorang berbahagia ia akan sulit mengungkapkannya dengan kata-kata. Panas alami yang demikian menimbulkan luapan ruh yang menyebar dan menimbulkan kondisi senang yang luar biasa. Dalam dunia Tasawuf, dengan melakukan zikir secara jahar juga adalah salah satu cara untuk melahirkan panas alami tubuh ini.
Kondisi ini juga dapat mendominasi emosi dan berpengaruh pada bentuk tubuh. Semakin baik dan stabil kondisi panas dalam tubuh, maka stabil juga sikap mereka saat menyiapkan keperluan sandang, pangan dan papannya. Pasar-pasar akan beragam dagangannya. Dengan catatan, rasa bahagia itu harus kita imbangi dengan kekuatan otak dan daya pikir. Jadi, walaupun iklim memiliki pengaruh pada akhlak manusia, namun ia bukan satu-satunya faktor tunggal yang menentukannya.
Catatan bagi kita adalah, kondisi iklim akan memberi pengaruh besar pada kondisi emosi yang mempengaruhi akhlak. Ketika cuaca dan musim berubah, terlebih iklim yang berubah dengan terjadinya pemanasan global, perencanaan kehidupan manusia menjadi tidak menentu. Kita bisa merasakan sendiri, ketika hujan turun bukan di musimnya, ketika panas menjadi terlalu panjang, ketersediaan pangan pun jadi terbatas.
Panic buying dan tindikan kriminal menjadi tidak terelakkan. Bahkan hanya karena tidak ber-AC pun di sebuah ruangan, mood orang-orang yang berada di dalamnya bisa berubah drastis. Jadi, jangan sepelekan masalah perubahan iklim, ngaruhnya besar banget sama emosi dan berdampak pada akhlak kita juga.
Kelima, Kesuburan dan Ketersediaan Pangan
Walaupun memiliki kondisi geografis yang tandus, negeri-negeri yang mendapat banyak sinar matahari selalu mendapat rahmat-Nya. mereka tetap dapat makmur dengan menyuburkan lahan-lahannya untuk ditanami biji-bijian. Daerah yang benar-benar tandus, tentu mereka tidak dapat mengandalkan pertanian, melainkan dari daging ternak dan susunya. Ibnu Khaldun memaparkan hal tersebut untuk memberikan gambaran bahwa tiap daerah memiliki kelebihan dalam hal produksi yang berbeda-beda, sehingga sesama manusia dapat saling bekerjasama untuk mencukupi keperluan kehidupan.
Akan tetapi beliau juga menegaskan, agar tidak membiasakan perilaku konsumtif yang berlebihan. Karena sesungguhnya rasa lapar itu lebih baik bagi tubuh daripada memperbanyak makanan, sebab akan berpengaruh pada kerja otak dan perilaku. Poinnya bukan tidak boleh makan sampai kelaparan lho ya! Tapi bagaimana agar tidak berlebihan hingga memberi dampak buruk bagi kesehatan tubuh dan akal.
Sebagaimana Ibnu Khaldun jelaskan dengan meminjam penelitian para ahli pertanian, bahwa hewan ternak yang diberi pakan berbeda saja akan menghasilkan kualitas daging yang berbeda, apalagi untuk asupan-asupan yang masuk ke tubuh manusia. Hemat pangan dan sumber energi untuk ketersediaan pangan yang berkelanjutan.
Keenam, Diutusnya Para Nabi dan Rasul
Bagi Ibnu Khaldun, para Nabi dan Rasul adalah orang-orang terpilih karena kebaikan segala hal yang terdapat dalam dirinya. Yang saya tangkap dari pembahasan ini adalah, jika kita ingin menciptakan insan-insan yang berkualitas, maka kita juga harus memperhatikan kondisi alam, juga hubungan baiknya dengan kehidupan-kehidupan lain yang sedang berlangsung berbarengan.
Kira-kira, dengan kondisi alam yang sekarang, apakah ada hal lainnya yang bisa salingers tambahkan untuk meneruskan hasil penelitian Ibnu Khaldun tersebut? []