Mubadalah.id – Senin 20 Maret 2023 Mubadalah.id berkolaborasi dengan Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan, Swara Rahima, dan Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) menyelenggarakan Webinar “Ramadan 2023, Zakat, Peduli Perempuan Korban Kekerasan”. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian kampanye dan penggalangan dana zakat bagi korban kekerasan seksual selama bulan Ramadan tahun ini.
Seperti yang telah pihak panitia sampaikan dalam sambutannya, webinar ini memang bertujuan untuk menciptakan kesadaran masyarakat tentang pentingnya zakat bagi perempuan korban kekerasan dan juga mengeksplorasi bagaimana zakat dapat dimanfaatkan untuk memberikan dukungan, perhatian, dan bantuan kepada perempuan yang mengalami kekerasan.
Sebagaimana dalam Catatan Tahunan 2022 Komnas Perempuan menyebutkan bahwa terdapat 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia. Jenis kekerasannya pun beragam mulai dari kekerasan seksual, fisik, psikis, penelantaran ekonomi, human trafficking, eksploitasi, bullying, dll.
Bahkan dalam beberapa penelitian mengungkapkan bahwa banyak perempuan korban kekerasan yang minim mendapatkan dukungan serta akses perlindungan. Sehingga mereka menjadi sangat rentan, karena mengalami kekerasan berlapis.
Yulianti Muthmainnah dalam tulisannya yang berjudul “Momentum Ramadan: Menggalakkan Zakat untuk Korban Kekerasan Seksual” menyebutkan bahwa sampai saat ini nasib perempuan korban kekerasan masih sangat memprihatinkan. Mereka mengalami kerusakan alat-alat reproduksi secara permanen, rahim yang membusuk, luka fisik yang tak tersembuhkan, disabilitas, stres dan trauma berkepanjangan.
Bahkan tidak sedikit di antaranya yang berujung pada kematian akibat depresi. Sudah begitu, BPJS Kesehatan juga tidak mau menanggung biaya pengobatan dan pemulihan korban KS, dengan alasan apa yang mereka alami tidak masuk kategori ‘penyakit yang ditanggung BPJS’.
Dengan melihat kondisi perempuan korban KS yang sangat memprihatinkan tersebut, setidaknya zakat bisa menjadi salah satu solusi penting untuk membantu para perempuan korban kekerasan.
Memahami Zakat
Dalam buku “Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak” Karya Yulianti Muthmainnah menyebutkan bahwa zakat secara bahasa artinya berkah, bersih, baik, tumbuh, dan bertambah. Dengan menunaikan zakat, harta dan jiwa seseorang kita harapkan menjadi bersih dan rezekinya pun bertambah baik.
Zakat juga merupakan ibadah sosial untuk mengasah kepekaan dan kepedulian sesama manusia, membebaskan sesama dari rasa lapar, kemiskinan, dan keterpurukan secara ekonomi dan sosial.
Islam mengatur delapan kelompok yang berhak untuk menerima zakat, yakni Fakir, Miskin, Amil, Mu’allaf, Riqab/memerdekakan budak, Gharim (orang yang memiliki utang), Fi Sabilillah, dan Ibnu Sabil. Hal ini jelas tergambar dalam QS at-Taubah ayat 60:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, pengurus-pengurus zakat (amil zakat), para mu’allaf yang dilunakkan hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS at-Taubah ayat 60).
Pandangan Ibu Yulianti tentang Zakat bagi Korban Kekerasan
Ibu Yulianti menyebutkan bahwa hukum menunaikan zakat, baik zakat fitrah ataupun zakat maal (harta benda) adalah bersifat qath’i. Dari segi ke-qath’i-an tersebut, ayat-ayat zakat memang tidak perlu dilakukan ijtihad. Karena, sudah ada ketetapan waktu pelaksanaannya dan batas minimal kapan zakat wajib kita keluarkan.
Namun menurutnya, ijtihad tetap harus kita lakukan untuk menerapkan aspek maqashid al-syariah dari ayat-ayat zakat. Sehingga hukum fikih yang kita gunakan sesuai dengan maqashid al-syari’ah, perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, ijtihad bagaimana menggalakkan zakat untuk korban KS sangatlah penting.
Sehingga QS at-Taubah ayat 60 yang menyebutkan bahwa penerima zakat itu ada delapan asnaf, menurut Ibu Yulianti harus kita tafsir ulang. Sebab, tidak menutup kemungkinan bahwa ketentuan dan kasus-kasus fakir, miskin, riqab, dan fisabilillah saat ini berbeda dengan kasus pada masa lalu. Oleh karenanya penting melakukan perumpamaan untuk memperluas makna para penerima zakat.
Misalnya dalam memahami golongan miskin. Saat ini orang miskin bisa kita qiyaskan pada perempuan korban KS yang menarik diri dari pergaulan. Kondisi ini karena stigma yang kita lekatkan pada mereka, seperti sebutan perempuan kotor, hina, najis, dan pembawa aib.
Selain itu bisa juga kita umpakan pada korban KS yang dikeluarkan dari sekolah lantaran hamil, dipecat dari tempat kerja, terusir dari keluarga, komunitas atau pun dari tempat tinggalnya yang lain. Sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memproses kasusnya dan melakukan pemulihan jiwanya.
Penting Melihat Pengalaman Khas Perempuan
Ibu Nur Rofiah, pada webinar “Ramadhan 2023, Zakat, Peduli Perempuan Korban Kekerasan” menyebutkan bahwa perempuan korban KS memang sangat rentan dalam berbagai hal, termasuk dalam ekonomi. Perempuan korban KS kerapkali mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari lingkungan sekitarnya. Mulai dari keluarga, sekolah, tempat kerja, rumah sakit dan tempat-tempat umum lainnya. Terutama dia yang mengalami Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD).
Selain dia harus berjuang memproses kasus dan memulihkan jiwa dari trauma, dia juga harus membiayai bayi yang ia kandung. Mulai dari biaya hamil, melahirkan sampai proses pengasuhan anak tersebut.
Maka menurut Ibu Nur, dalam menggalakkan zakat, penting untuk melihat pengalaman khas perempuan. Baik pengalaman biologis (Menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui dan nifas), maupun pengalaman sosialnya (Marginalisasi, subordinasi, stigmatisasi, beban ganda dan kekerasan).
Sehingga dengan kesadaran tersebut, perempuan korban KS bisa kita masukkan dalam kategori mustahik zakat. Karena mereka mengalami kerentanan dalam soal ekonomi. Dengan begitu mereka wajib untuk menjadi penerima zakat.
Di sisi lain, Ibu Yulianti juga menyebutkan bahwa dengan memasukkan perempuan dalam kategori penerima manfaat zakat, dapat mengurangi beban yang para korban KS alami. Mereka tidak akan mengalami kendala dalam membayar biaya visum, mengobati luka fisik, dan menyembuhkan trauma psikis yang berkepanjangan.
Mari kita peduli korban KS dengan mengkampanyekan, menyalurkan dan menggalakkan zakat bagi mereka. Semoga Ramadan membawa berkah bagi kita semua, termasuk bagi para perempuan korban KS. []