Mubadalah.id – Persoalan mengenai masalah rumah tangga tidak pernah selesai dalam satu titik saja. Masalah satu selesai masalah berikutnya akan muncul. Hal ini bukan bermaksud bahwa kehidupan rumah tangga dipenuhi dengan masalah. Akan tetapi realitas kehidupan memang selalu demikian. Hanya orang yang hilang rasa dan akal yang tidak merasakan masalah dalam kehidupannya.
Dalam konteks rumah tangga, permasalahan besar terkadang dianggap hal biasa. Bahkan ada yang terabaikan, hal itu ditentukan bagaimana sikap seorang suami dan istri menentukan dan menyepakati suatu keputusan. Misalnya menyepakati soal penggunaan alat kontrasepsi, kapan akan hamil, ingin memiliki anak atau tidak. Jika ingin memiliki berapa jumlah anaknya, dan berapa tahun jarak dari anak pertama ke berikutnya.
Apabila hal ini kita bahas dan mampu membangun kesepakatan, maka akan menghasilkan keputusan bagaimana untuk memprogram dengan memakai alat kontrasepsi. Atau yang kita sebut dengan program Keluarga Berencana (KB).
Program KB Bukanlah Kewajiban Sang Istri
Program Keluarga Berencana atau KB adalah program yang pemerintah rancang untuk mengatur populasi pertumbuhan penduduk dari jumlah. Selain itu juga bisa untuk melakukan penundaan kehamilan atau mencegah kehamilan, dengan memakai alat kontrasepsi.
Seorang suami yang bijak seharusnya memperhatikan dan harus tahu bagaimana alat kontrasepsi yang akan ia gunakan. Apa saja efek yang akan ia rasakan. Sebab penggunaan alat kontrasepsi tidak melulu kita bebankan pada seorang istri. Melainkan seorang suami juga perlu turut andil ketika sudah keputusan bersama untuk memakai alat kontrasepsi.
Akan tetapi, kebanyakan para suami tidak peduli mengenai alat kontrasepsi yang istrinya gunakan. Suami tidak mau tahu, yang penting ketika ingin melakukan hubungan intim, ia mau dilayani oleh istri dan tidak mau hamil. Ini akan menjadi permasalahan bagi keharmonisan hubungan suami dan istri jika tidak ada pengertian satu sama lain.
Menurut penjelasan dalam kitab Manbaussa’adah bahwa pemakaian alat kontrasepsi haruslah berdasarkan kesepakatan bersama, tanpa ada pemaksaan satu sama lain. Jika dalam hal ini perempuan yang merasa nyaman, maka perempuan yang memakai. Namun jika perempuan memiliki masalah kesehatan yang mengakibatkan tidak bisa memakai alat kontrasepsi, atau laki-laki yang merasa nyaman dalam pemakaian, maka laki-laki lah yang memakai alat kontrasepsi tersebut.
Maka dari itu, penggunaan KB bukanlah wilayah untuk perempuan saja, yang sampai saat ini perempuan masih menjadi objek dari program KB ini. Jika tujuannya adalah untuk kesejahteraan, kestabilan ekonomi dan sosial, maka yang perlu kita perhatikan adalah program ini bukan merupakan kewajiban perempuan saja.
Solusi terbaik dalam keputusan penggunaan alat kontrasepsi ini adalah pemahaman bersama antara suami dan istri. Yakni untuk saling menjaga dan merawat keharmonisan hubungan.
Hukum Memakai Alat Kontrasepsi Dalam Islam
Penggunaan alat kontrasepsi tidak berdasarkan hanya kepada hal-hal yang tidak memiliki maslahat. Misalnya untuk menjaga kecantikan dan merawat tubuh agar tetap bugar. Karena pada umumnya, perempuan yang usai melahirkan memiliki beran badan yang kurang stabil dan penampilan yang kurang menarik.
Sebaliknya, penggunaan alat kontrasepsi harus berdasarkan alasan yang tepat. Misalnya sang Istri memiliki penyakit dan dalam kondisi lemah sehingga tidak mampu mengandung dan melahirkan seorang anak. Dan faktor lainnya adalah ekonomi, bila keduanya dalam keadaan yang fakir, sehingga menyebabkan ia tidak mampu mengurus anak. Maka melihat kondisi tersebut dalam penggunaan alat kontrasepsi bukan hanya bersifat mubah (boleh), akan tetapi sudah sampai kepada sunnah.
Penggunaan kontrasepsi bisa juga melalui cara-cara tradisional. Yakni tanpa peralatan teknologi seperti azl (senggama terputus), kalender, suhu basal, lendir servik, sympo termal dan lain-lain. Penggunaan kontrasepsi tradisional ini dianggap lebih aman, dan tidak menimbulkan efek negatif terhadap tubuh.
Dengan demikian penggunaan alat kontrasepsi harus kita diskusikan dengan baik. Tujuannya agar di kemudian hari pasangan suami istri tidak saling menyalahkan. Kunci dari keutuhan rumah tangga adalah adanya komitmen mendasar bahwa segala hal yang ada di rumah tangga harus dikomunikasikan dengan baik. Sehingga, ketika ada keretakan sedikit saja dalam biduk rumah tangga, bisa segera terlapisi dengan komunikasi. []