Mubadalah.id – Ada sebuah anekdot yang sering disampaikan oleh ibu nyai sebagai konter narasi bahwa penduduk neraka terbanyak adalah perempuan.
Perempuan terlihat menjadi penduduk neraka terbanyak karena banyak orang hanya melihat dari permukaannya. Jika dilihat bagian bawah, maka yang paling banyak justru laki-laki. Mengapa? Karena neraka itu tempat para penguasa yang zalim.
Kemudian ada sebagian pedagang yang suka menipu dan tidak jujur, orang-orang yang berkhianat dan merendahkan orang. Dan semua posisi itu paling banyak diisi oleh laki-laki.
Anekdot ini sebagai respons atas narasi “perempuan penduduk neraka terbanyak” untuk menyudutkan. Seakan-akan hanya karena menjadi perempuan, ia akan mudah masuk neraka.
Padahal teks Hadis lengkapnya tentu tidak demikian. Dan tidak mungkin Nabi Muhammad Saw mengajarkan hal demikian. Karena seseorang masuk neraka, dalam pandangan Islam, pasti bukan karena berjenis kelamin perempuan.
Sebagaimana masuk surga juga bukan karena berjenis kelamin laki-laki. Melainkan soal keimanan dan amal kebaikan, laki-laki dan perempuan memiliki posisi setara atas kesempatan ini.
Kembali Pada Ajaran Islam
Masih saja ada orang yang mengemukakan narasi “perempuan penduduk terbanyak neraka” ini secara salah kaprah. Sehingga perlu kita luruskan dan kembalikan pada ajaran Islam yang benar.
Dengan menggunakan metode mubadalah, bisa kita dapatkan makna yang lebih komprehensif, utuh, dan seimbang bagi laki-laki dan perempuan.
Dari Abu Said al-Khudriy r.a, berkata: Rasulullah Saw keluar pada suatu hari raya, Iduladha atau Idulfitri, masuk ke masjid, lalu bertemu para perempuan.
Nabi Saw berkata kepada mereka: “Wahai para perempuan, ayo sedekah (agar kalian tidak masuk neraka), karena aku pernah Allah Swt perlihatkan bahwa kalian banyak yang masuk neraka.”
Para perempuan bertanya: Mengapa demikian (banyak dari kami yang masuk neraka)?.
Nabi Saw menjawab: “Karena kalian sering melaknat dan tidak berterima kasih atas (kebaikan) pasangan”. (Shahih al-Bukhari, Kitab al-Haidh, no. 305).*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah.