Mubadalah.id – Sebagaimana pemaknaan masyhurnya, yakni kembali pada kesucian, Idulfitri semestinya menjadi momentum bersama untuk mengurangi produksi sampah. Artinya, bagaimana Idulfitri minim sampah bisa kita wujudkan.
Siapa yang bisa memastikan, kesucian bisa muncul di tengah timbunan sampah? Rasulullah Muhammad Saw pun telah mewanti-wanti agar umatnya mampu memastikan kebersihan segala lini demi menggapai predikat kesucian sebagai prasyarat seluruh ibadah.
Bahkan, Nabi Saw pernah bersabda:
طَهِّرُوا أَفْنِيَتَكُمْ
“Bersihkanlah pekarangan rumah kalian.” (HR. Ath-Thabarani)
Allah yarham, KH Ali Yafie, dalam Merintis Fiqih Lingkungan Hidup (2006) menjelaskan, dalam bentuk yang lebih konkret, umat Islam berkewajiban untuk menjaga dan melestarikan ekosistem baik di darat, laut, dan udara. Umat Islam menanggung amanah yang besar dalam menjaga kualitas air, kesegaran udara, kebersihan tanah, bahkan memelihara suasana dari polusi suara.
Makanan sisa Lebaran
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume timbunan sampah di Indonesia pada 2022 mencapai 19,45 juta ton. Berdasarkan jenisnya, mayoritas berupa sampah sisa makanan, dengan proporsi sebesar 41,55%.
Fakta menariknya, volume itu disumbang cukup signifikan selama Ramadan hingga Lebaran. Sampah yang berasal dari sisa makanan menjadi pekerjaan rumah (PR) rutin yang muncul di setiap tahunnya.
Mengutip data dari Unit Pengelola Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, misalnya, pada 2018-2020, sampah sisa makanan perayaan Lebaran cenderung naik, jumlahnya sudah lebih dari 4.004,26 ton/tahun. Tiap-tiap wilayah administrasi setidaknya menyumbang tak kurang dari 400 ton sampah sisa makanan Lebaran.
Sementara itu, organisasi pangan dunia, FAO, menyatakan bahwa sampah makanan turut mengakibatkan gas rumah kaca. Tiap tahun, jejak karbon akibat sampah makanan mencapai 4,4 giga ton (GT). Menurut analisa mereka, jumlah itu berada di urutan ketiga dari negara-negara penghasil karbondioksida terbesar di dunia setelah China dan Amerika Serikat (AS).
Jumlah itu setara dengan 8% gas karbondioksida penyebab efek rumah kaca yang dihasilkan manusia. Atau, sekitar 87% dari emisi akibat transportasi darat seluruh dunia.
Tak hanya secara lingkungan, sampah makanan juga mengakibatkan kerugian ekonomi. Menurut FAO, pada 2012, nilai sampah makanan itu mencapai 936 juta dolar AS. Nilai itu setara dengan pendapatan domestik bruto Indonesia. Nilai ekonomi dari emisi gas rumah kaca mencapai 411 juta dolar AS.
Menyiasati sisa makanan di hari kemenangan
Data lainnya, statistik dari Solid Waste and Public Cleansing Management Corporation, misalnya, membeberkan bahwa jumlah sampah makanan meningkat selama Ramadan dan Idulfitri sebanyak 15-20 persen dari hari biasa.
Puasa Ramadan, yang sejatinya memiliki misi mengajak Muslim untuk menyetarakan diri secara level sosial, faktanya justru disambut dengan peningkatan seri konsumsi melampaui hari-hari biasanya. Dengan dalih mendukung dan menyemangati peribadatan puasa, orang-orang rela untuk menghadirkan menu berbuka puasa maupun santap sahur melampaui rutinitas makan biasanya.
Pun pada hari raya Lebaran. Sajian aneka makanan seperti ketupat, opor ayam, sayur mayur, aneka olahan daging, dan seabrek pilihan kuliner lainnya tersaji di meja hidangan. Padahal, belum ada jaminan pasti bahwa hidangan itu bakal ternikmati secara penuh tanpa sisa.
Ada sejumlah kiat agar kita terhindar dari kategori orang yang membuang-buang makanan dan turut menyumbang beban problem sampah di dunia, utamanya, setelah hiruk pikuk hari kemenangan.
Pertama, sajian masakan bisa diolah sewajarnya, dengan jumlah yang secukupnya. Soal ini, Rasulullah Muhammad Saw telah menganjurkan melalui hadisnya:
طَعَامُ الِاثْنَيْنِ كَافِي الثَّلَاثَةِ وَطَعَامُ الثَّلَاثَةِ كَافِي الْأَرْبَعَةِ
“Makanan untuk dua orang cukup untuk dimakan tiga orang, dan makanan tiga orang cukup dimakan untuk empat orang.” (HR. Muslim)
Kedua, membagikan sisa makanan selagi masih layak konsumsi. Tidak usah menunggu momentum Lebaran usai, jika dalam hitung-hitungan kasar sudah terprediksi bakal tersisa, maka hendaknya langsung membagikan makanan itu kepada yang lebih membutuhkan.
Ketiga, memasak kembali atau menghangatkannya agar bisa tetap terkonsumsi. Keempat, hindari menumpuk piring karena akan mengesahkan sisa makanan sudah tak layak dikonsumsi. Dan kelima, memanfaatkan sisa makanan menjadi pupuk kompos. Melalui pemanfaatan sisa makanan menjadi pendukung nutrisi pada tanaman, berarti kita telah turut serta dalam pelestarian lingkungan.
Selamat hari raya Idulfitri, selamat kembali kepada kesucian, kita mulai dari mengurangi sampah sisa makanan. []