Mubadalah.id – Sore kemarin aku dan teman-teman dari berbagai komunitas mengikuti Kajian Gender Islam bersama Ibu Dr. Nyai Nur Rofiah, Bil. Uzm di gedung Balai Kota Cirebon. Menurutku dalam kegiatan tersebut banyak sekali hal baru dan menarik, di antara ialah lima pengalaman perempuan yang penting untuk diperhatikan dan menjadi kesadaran bersama, baik bagi perempuan yang sudah pasti mengalaminya maupun bagi laki-laki sebagai patner dalam kehidupan di dunia ini.
Pada sesi ini ibu Nur Rofiah menyampaikan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai pengalaman biologis dan sosial namun tidak semua pengalaman yang dirasakan oleh perempuan itu dirasakan pula oleh laki-laki dan implikasi sistem reproduksinya juga sangat berbeda, misalnya seperti organ reproduksi yang dimiliki laki-laki terdiri dari penis, kantong sperma, dan sperma. Sedangkan perempuan terdiri dari vagina, indung telur, sel telur, rahim, kelenjar mamae yang nantinya akan menghasilkan air susu.
Selain itu, jika kita lihat dari kepemilikan organ reproduksi perempuan dan laki-laki, tentu saja lebih banyak perempuan sehingga fungsi dan pengalamannya menjadi berbeda. Mari kita lihat, laki-laki hanya mengalami mimpi basah dan berhubungan seksual. Sedangkan perempuan mengalami hubungan seksual, menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui.
Ketika perempuan dalam masa menstruasi, tentu ada dampaknya. Seperti secara biologis, menstruasi bisa menimbulkan rasa sakit. Hal ini sudah sangat jelas disampaikan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 222 Allah Swt berfirman:4 “Wa yas`alụnaka ‘anil-maḥīḍ, qul huwa ażan..”. Artinya, mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah sesuatu yang bisa menimbulkan rasa sakit”.
Menurut penjelasan Ibu Nur Rofiah, ayat ini sedang mengubah cara pandang negatif atas perempuan yang sedang haid karena dianggap kotor, menjijikan, bahkan sebagian orang mengatakan bahwa mentruasi itu ialah sebuah kutukan, kepada cara pandang yang positif, yakni, sikap simpati dan empati atas rasa sakit yang dialami oleh perempuan.
Sehingga lanjutan ayatnya ialah “fa’tazilun-nisā`a fil-maḥīḍi.” (oleh sebab itu janganlah mendekati mereka untuk hubungan seksual hingga selesai haidnya). Karena dia sedang sakit, maka beri dia waktu untuk menenangkan dirinya. Maka, ‘wa lā taqrabụhunna ḥattā yaṭ-hurn..’ (dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci).
Jadi sangat jelas makna dari ayat haid ini ialah memberikan intruksi kepada laki-laki untuk berempati, mengerti, dan mendampingi perempuan yang tengah merasakan sakit haid. Bukan malah mengangap mereka sebagai makluk yang kotor sehingga harus dijauhi.
Selain menstruasi perempuan juga mengalami masa kehamilan selama 9 bulan, dengan segala resiko dan kesulitannya. Karenanya, Allah Swt sudah mengingatkan kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua terutama kepada ibu yang telah mengandung, seperti dalam al-Qur’an surah Luqman ayat 14, yang Artinya “dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.”
Selain itu, perempuan juga akan melahirkan yang tentu bukan pengalaman yang biasa-biasa saja tetapi pengalaman yang sangat beresiko tinggi bahkan bisa menyebabkan perempuan kehilangan nyawanya akibat melahirkan.
Aku memang belum mengalaminya, namun ibu kandungku meninggal pada saat beliau melahirkanku, selain ibuku sudah banyak pula perempuan yang meninggal saat melahirkan.
Dengan demikian, hamil dan melahirkan itu butuh kesiapan mental yang kuat sehingga harus dipertimbangkan matang-matang. Dalam hal ini, aku sangat setuju jika dalam sebuah pernikahan segala sesuatu diputuskan atas dasar hasil musyawarah antara istri dan suami, termasuk soal menunda atau tidaknya kehamilan. Sebab, sebagian orang meyakini bahwa banyak anak itu banyak rezeki, lalu kemudian mereka berlomba-lomba untuk memperbanyak keturunan tanpa memperhatikan kondisi kesehatan istrinya dan kehidupan anak-anaknya setelah dilahirkan.
Lalu perempuan juga mengalami masa nifas selama kurang lebih empat sampai enam puluh hari. Dalam masa itu perempuan akan mengalami keluar darah secara berturut-turut dan pasti menimbulkan ketidak nyamanan.
Tidak cukup disitu, setelah mengalami keempat hal tadi perempuan juga harus menyusui anak yang telah dikandung dan dilahirkannya selama dua tahun, sekaligus merawatnya hingga dewasa. Tentunya hal ini bukan perkara mudah. Ia harus selalu ada bersama si bayi untuk menyusuinya, belum lagi kalau ia bekerja, ia harus membagi waktu antara pekerjaan dengan mengurusi buah hatinya.
Melihat pengalaman-pengalaman perempuan di atas, memang penting sekali bagi kita untuk memahami dan memberi perhatian khusus terhadap pengalaman biologis yang dialami oleh perempuan tersebut. Sebab, segala sesuatu yang baik bagi laki-laki belum tentu baik untuk perempuan.
Lalu bagaimana cara memperlakukan perempuan dan laki-laki, apakah harus sama atau tidak? Dalam hal ini ibu Nur Rofi’ah yang juga berstatus sebagai dosen pascasarjana Perguruan Tinggi Iimu al-Qur’an di Jakarta menyampaikan dengan tegas bahwa “laki-laki dan perempuan mesti diperlakukan sama dalam pengalaman yang sama-sama mereka alami, tapi ada kalanya harus diperlakukan berbeda karena pengalamannya yang berbeda, tetapi semangatnya tentu bukan untuk mendiskriminasi perempuan. Tapi, untuk memastikan perempuan ada dalam kenyamanan ketika menjalani pengalaman biologis tersebut”.
Dan yang terakhir aku ingin menyampaikan bahwa semangat memperhatikan pengalaman biologis perempuan sebagai manusia yang utuh dengan segala keistimewaan yang diberikan Allah SWT kepadanya adalah tidak lepas dari semangat ajaran Islam.
Seluruh ajaran Islam diarahkan dalam rangka mewujudkan kehidupan manusia, baik laki-laki maupun perempuan secara sosial dan personal, keduaya harus sehat baik jasmani maupun rohani. Dan dengan dua hal tersbut dapat menciptakan kehidupan yang sejahtera secara rohani, jasmani dan sosial.[]