Mubadalah.id – Dua hari lagi menjelang Hari Raya Iduladha, Nea dan ibu Mardia sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk pulang ke kampung halaman ibunya di Desa Lipuodoon. Moment lebaran di rumah Nenek adalah yang paling Nea tunggu. Sebab terlalu jauh jaraknya dan akses yang kurang memadai. Sepuluh tahun terakhir ini mereka tak pernah mudik semenjak Neneknya di panggil Sang Khaliq.
Kini Rumah nenek ditinggali oleh Sriyati, adik bungsu ibu yang memilih menikah dan tinggal di kampung. Bibi Sri adalah seorang guru SD yang berstatus honorer hingga sekarang. Baginya kerja tak hanya soal status tapi pengabdian.ia sangat gembira perihal kedatangan kakaknya dan keponakannya itu ke rumah, sebab lama tak jumpa.
“Alhamdulillah, akhirnya kalian pulang kampung” ucap bibi Sri sambil memeluk ibu ketika kami sampai
“Iya dek, rindu rumah ini dan kalian semua” jawab ibu dengan mata berkaca-kaca
Bibi lantas memelukku dengan erat, seakan mencurahkan segala kerinduannya selama ini kepada kami dengan penuh rasa haru. Tiba-tiba seorang anak perempuan berusia 9 tahun datang kepada kami dengan wajah bingung melihat keadaan yang terjadi di rumah. Yah nama bocah itu adalah Siti Hajar, anak bontot Bibi yang lahir satu tahun setelah kepergian nenek.
“siapa anak yang cantik ini Sri?” tanya ibu
“dia ponakanmu kak, yang lahir satu tahun setelah kepergian ibu.” jawab bibi
“wah cantik sekali Sri, wajahmu seperti nenek yah” sambung ibu sambil memeluk Hajar.
Di Balik Nama Siti Hajar
Bibi hanya tersenyum melihat kakaknya memeluk anaknya itu. Lantas langsung mengenalkannya kepada Nea. Nea penasaran kenapa Bibinya itu menamakan putrinya dengan nama itu. Sementara di zaman sekarang tentu banyak pilihan nama yang terdengar begitu indah, modern dan tentunya gaul.
“kenapa Namanya Siti hajar bi? Kenapa tak diberi Nama Citra atau putri. Atau paling tidak nama-nama semacam artis gitu?” tanya Nea dengan mimik wajah yang serius
“Sebab Bibi melahirkannya saat hari Lebaran tepat ketika Khatib naik ke mimbar untuk membacakan Khutbah Hari Raya Iduladha” jawab bibi
“Apa Bibi begitu terobsesi dengan tokoh perempuan dalam kisah Hari Raya Kurban?” sambung Nea
“Iya nak. Bibi sangat suka mendengar khutbah Hari Raya Iduladha. Di mana di dalamnya kita teringat ada sosok perempuan bertaggung jawab seperti Siti Hajar istri Nabi Ibrahim”
“yah kan Siti hajar yang melahirkan Nabi Ismail dengan kisah pengorbanan mereka, jadi wajarkan sering kita sebutkan setiap Hari Raya Iduladha, Bibi lupa kalau Nabi Ibrahim juga punya seorang istri pertama namanya Siti Sarah?”
“iya, Bibi tak bermaksud mengunggulkan salah satu Istri di antara kedua perempuan itu. Sebab mereka berdua begitu mulia dengan kelebihan masing-masing. Karena ini menuju moment hari raya Iduladha, jadi Bibi menceritakan kisahnya sekaligus alasan kenapa Bibi menamakan adik sepupumu dengan nama itu.
Sejarah Keluarga Nabi Ibrahim
Jadi ketika melahirkan Nabi Ismail, Nabi Ibrahim mengajak Sayyidah Hajar ke sebuah lembah gersang yang tak ada sama sekali tumbuhan dan sumber mata air. Kemudian ditinggalkan berdua dengan anaknya Ismail berbekal pesan agar berpasrah kepada Allah SWT.” jawab Bibi
Nea, Hajar dan ibu Mardia hanya terdiam mendengarkan ceriita dari Bibi Sri dengan begitu serius. Paman Imran adalah Suami dari Bibi Sri, ia ternyata memasang telinga juga mendengar cerita Bibi, seraya tetap duduk dengan Nyaman di depan TV sambil menikmati Kreteknya serta secangkir Kopi di sampingnya.
“ibu mana yang tak khawatir, saat persediaan makanan dan minuman habis, sementara anaknya butuh asupan Nutrisi. Di lembah gersang dengan kondisi gurun pasir yang panas, dapat menimbulkan ilusi fatamorgana seakan apa yang kita inginkan ada di depan mata. Sehingga Siti Hajar berlari-lari kecil menaiki dan menuruni bukit Safa dan Marwah sampai tujuh kali putaran, inilah yang menjadi cikal bakal sa’i salah satu rukun haji.
Ketika Siti Hajar mulai putus asa karena apa yang ia lakukan tak membuahkan hasil, Dengan Pertolongan Allah SWT, Ismail yang menangis kelaparan lalu menggais-gaiskan kakinya ke pasir, tiba- tiba muncullah mata air dari pijakan kakinya itu. Inilah yang kita tahu hingga saat ini sebagai air zam-zam, sumber mata air bersih, yang tak pernah kering sepanjang masa, dan dapat menjadi obat.
Ujian Ketakwaan Sayyidah Hajar
Tidak sampai di situ saja ujian ketakwaan dari Siti Hajar, saat putranya besar. Di mana ia dan Nabi Ibrahim harus menghadapi cobaan keimanan agar menyembelih putra semata wayangnya itu atas perintah Allah SWT. Ternyata ujian keimanan berhasil Nabi Ibrahim lalui. Siti Hajar dan Ismail dengan tunduk dan pasrah kepada Perintah Allah SWT.
Saat hendak menyembelih Ismail, Allah SWT menggantikan tubuh Nabi Ismail dengan seekor Domba putih bersih tanpa cacat, sebagai bentuk Kasih sayang Allah kepada keluarga Nabi Ibrahim. Inilah asal mula Hari Raya Idul Adha” sambung Bibi
“Wah Siti hajar sangat kuat dan tabah dalam menghadapi takdirnya. Selama ini kita hanya mengenalnya karena sering di sebut dalam setiap khutbah Idul Adha sebagai bentuk sejarah, ternyata ada hikmah yang begitu dalam tentang perjuangan seorang perempuan.” tukas Nea
“Iya nak, Siti Hajar adalah cerminan bahwa Perempuan itu tangguh, tidak lemah, sabar, tulus, dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan.” terdengar suara Paman Imran sambil membawa gelas kopinya menuju ruang tamu kemudian bergabung bersama kami semua.
“Nah perempuan memiliki peran penting dalam sejarah, terkhusus dari sejarah hari Raya Idul Adha. dari sosok Siti Hajar seakan menggambarkan Allah SWT membela perempuan, tersirat makna Allah SWT mengangkat Derajat Perempuan karena masyarakat memandangnya rendah.
Siti Hajar adalah contoh perempuan yang penuh keyakinan kepada Allah SWT, penuh ketulusan dan rasa cinta, dengan pola asuhnya menjadikan Ismail anak yang mulia dan saleh. Inilah sebab kenapa Bibi dan paman menamakan adikmu yang bontot ini dengan nama “Siti Hajar.” Bagi kami, nama juga bagian dari doa, Sehingga harapan kami semoga anak ini memiliki karakter yang tangguh seperti tokoh aslinya.” sambung Bibi
Peran Penting Sayyidah Hajar dalam Peradaban Kemanusiaan
“Halo Siti Hajarku di zaman modern. Kau adalah bentuk doa yang paling nyata bagi kami.” Panggil Nea kepada adik sepupunya itu, sambil mengedipkan mata.
Hajar sedikit malu-malu menanggapi Ucapan Nea yang mengajaknya bercanda. Wajahnya memerah seakan-akan kedua pipinya baru habis tercubit orang. Ibu Mardia, Bibi Sri, dan pak Imran saling menatap dan tersenyum menyaksikan tingkah laku kedua putri Rumah itu. Nea begitu terkesan dengan penjelasan Bibi dan pamannya. Ia jadi begitu paham tentang sejarah Iduladha.
Momentum Hari Raya Iduladha tidak hanya mengingatkan kembali Sejarah Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Lalu kita manifestasikan dengan memotong hewan Kurban, tersirat makna gambaran Penyembelihan sikap kebinatangan dalam diri manusia, tetapi juga pengorbanan ego dan kepentingan diri untuk tugas pengabdian kepada Tuhan.
Ada hal yang lebih mendalam lagi yaitu Allah seakan mengangkat Martabat Perempuan melalui peran penting Siti Hajar dalam mempertahankan kehidupan manusia karena ketangguhannya dalam menjalankan takdir Tuhan. Kita menjumpai lebih banyak Siti Hajar lagi di dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya karena Nama yang disematkan. Tapi karena perjuangan hidup sebagai perempuan layaknya Siti Hajar. []