Mubadalah.id – Pengelolaan sampah di Indonesia sampai saat ini masih menjadi persoalan yang belum teratasi. Bukan hanya di perkotaan saja, di desa yang suasananya asri pun masih mengalami kesulitan dalam mengelola sampah yang mereka hasilkan. Di Desa Paniis misalnya.
Selama satu minggu melakukan mini riset di sana, saya melihat langsung bagaimana kebiasaan masyarakat dalam mengelola sampah yang mereka hasilnya.
Di Paniis setiap pagi saya melihat aktivitas warga membakar sampah di depan rumah. Menurut salah satu warga menyebutkan bahwa sampah terpaksa di bakar karena di sana belum ada Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang bisa digunakan untuk membuang sampah.
Di sisi lain, pemerintah desa juga belum merealisasikan program pengelolaan sampah masyarakt Desa Paniis. Dengan begitu masyarakat berinisiatif untuk membuang sampah organik ke sungai atau kolam ikan, dan membakar sampah non-organik setiap pagi dan sore di depan rumah masing-masing.
Cara ini dianggap sangat efektif, sebab jika tidak dibakar sampah akan menumpuk dan mengganggu kebersihan lingkungan.
Dampak Polusi Udara
Melihat pemandangan tersebut selama satu minggu membuat saya berpikir apa tidak bahaya asap dari membakar tersebut, baik pada lingkungan maupun pada kesehatan warga di sana.
Sebab, asap yang dihasilkan dari pembakaran sampah mengandung zat beracun yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Asap hasil pembakaran akan selalu mengepul dan menyebar di udara sehingga menimbulkan polusi dan bahaya bagi masyarakat.
Tidak hanya itu, bahan kimia dari hasil pembakaran sampah juga dapat masuk ke dalam rantai makanan melalui hewan dan tumbuhan. Selanjutnya hasil dari produk tersebut bisa saja dikonsumsi oleh manusia. Sehingga bahan kimia tersebut dapat mencemari tubuh.
Secara umum, polusi udara akibat pembakaran sampah menimbulkan banyak penyakit, antara lain gangguan pernapasan, penyakit kulit, iritasi, kanker, gangguan tumbuh kembang, gangguan reproduksi, katarak bahkan kematian.
Melansir dari Kompas.com, salah satu ancaman lingkungan terbesar di dunia menurut WHO (World Health Organization) adalah polusi udara. Polusi udara dianggap sebagai ancaman kesehatan terbesar di dunia berdasarkan bukti yang jelas dari Pedoman Kualitas Udara Global (AQG).
Bukan hanya sebagai ancaman lingkungan, polusi udara juga mempengaruhi kesehatan masyarakat. Terutama bagi kelompok yang rentan seperti anak-anak dan ibu hamil.
Kelompok rentan akan lebih terpapar bahaya polusi udara dari pembakaran sampah, termasuk anak-anak dan ibu hamil. Anak-anak yang terbiasa menghirup polusi udara mengalami hambatan pertumbuhan akibat timbal dari polusi udara. Sehingga menyebabkan paru-parunya tidak berfungsi maksimal.
Selain itu, polusi udara mempengaruhi kesehatan otak dan mental mereka. Adapun bagi ibu hamil, menghirup polusi udara akan sangat berbahaya bagi sistem reproduksi dan janinnya.
Hal-hal yang Dapat Masyarakat Paniis Lakukan
Melihat dampak buruk dari asap pembakaran sampah tersebut, menurut saya setiap masyarakat harus mulai saling bekerjasama dalam mengurangi produksi sampah plastik. Termasuk kita harus memilah sampah yang masih bisa kita daur ulang.
Di sisi lain pemerintah desa juga sudah saatnya untuk segera merealisasikan rencana pengelolaan sampah masyarakat di Desa Paniis.
Sebab sebagaimana yang Ibu Dian, selaku Kepala Dusun blok Pon desa Paniis menyampaikan bawa sistem pengelolaan sampah desa Paniis untuk saat ini masih dengan sistem pembakaran di masing-masing lingkungan warga. Tetapi sudah ada wacana tentang program pemungutan (pengumpulan) sampah ke rumah-rumah warga dengan penetapan iuran yang akan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) kelola.
Sementara TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sudah ada, tinggal kelengkapan dan teknisnya saja yang masih dalam rancangan sampai pada pelaksanaan nanti.
Oleh karena itu, baiknya pemerintah desa segera merealisasikan wacana dari program tersebut. Karena jika kebiasaan membakar sampah ini terus berlanjut, bisa menimbulkan banyak bahaya. Baik terhadap kelestarian lingkungan, maupun pada kesehatan masyarakat. []