Mubadalah.id – Konsep sexual consent merupakan salah satu konsep yang sesuai dengan ajaran Islam. Konsep ini sebagai dasar bagi kesehatan relasi suami istri.
Dalam al-Qur’an, pernikahan adalah media untuk menjalin cinta kasih yang saling membahagiakan antara suami dan istri (QS. al-Rum (30): 21).
Jalinan ini hanya mungkin jika semua fase relasi pasangan suami istri basisnya kerelaan bersama, kesalingan, dan kebahagiaan keduanya.
Selain menjadi konsep dalam kaidah hukum Islam, semua relasi antara dua pihak basisnya adalah kerelaan berdua (al-ashl fi al-mubadalah mabniyy ‘ala al-taradhi).
Segala tindakan pemaksaan dianggap mencederai karakteristik dasar dari relasi yang baik dan sehat. Hubungan seksual antara suami dan istri hanya mungkin dipahami sebagai hubungan, jika keduanya rela, setuju, dan saling menikmati satu sama lain.
Artinya, keduanya adalah subjek. Namun, jika salah satunya menjadi objek, maka yang demikian ini bukanlah hubungan yang sejati dan melanggar kaidah tersebut.
Bahkan, dalam QS. al-Baqarah (2): 187, hubungan seksual antara suami istri ibarat sebagai pakaian, yang saling menutupi, melengkapi, dan menghangatkan.
Suami adalah pakaian bagi istri, begitu pun istri adalah pakaian bagi suami (hunn libas lakum wa antum libis lahunn).
Artinya, kenikmatan seksual adalah hak suami istri, sehingga yang satu tidak boleh memaksa yang lain.
Hubungan seksual harus dengan penuh kenyamanan untuk kebahagiaan keduanya. Hal ini hanya mungkin melalui persetujuan dan kerelaan.
Bahkan, hubungan seksual pasangan suami istri dalam Hadis menjadi kebaikan atau sedekah. Sesuatu yang baik atau sedekah harus ia lakukan juga dengan cara-cara yang baik (QS. al-Baqarah (2): 262-263).
Nabi Saw. dalam Hadis dari Jabir bin Abdillah r.a. menyebutnya sebagai mula ‘abah antara suami istri atau saling menikmati permainan. Hal ini hanya bisa terjadi jika keduanya dalam persetujuan dan kerelaan, bukan dalam pemaksaan. []