Mubadalah.id – Jumlah perempuan yang ada di negara ini tidak beda jauh dengan laki-laki sebagaimana yang telah dilaporkan oleh badan pusat statistik. Dengan jumlah tersebut menjadi sebuah acuan dalam mengambil kebijakan hukum negara, karena penduduk yang ada di dalamnya tidak terlalu mendominasi antara satu yang lainnya. Sehingga dengan demikian menjadi tantangan bagi perempuan untuk mengambil peran lebih besar di ranah politik.
Isu keadilan gender dalam proses politik sebuah negara masih menjadi PR besar, dan tantangan perempuan yang belum terselesaikan hingga hari ini. Di mana seharusnya keterwakilan perempuan harus kita dorong hingga mampu melampaui affirmation action kuota 30 persen di parlemen.
Fakta ini berdarakan darta dari PBB yang dengan khusus menganalisa masalah gender dan pembangunan di 174 negara. PPB menyebutkan antara lain:
“Walaupun memang benar tidak ada kaitan langsung antara tingkat partisipasi perempuan di lembaga-lembaga politik dengan kontribusi mereka terhadap kemajuan kaum perempuan, tingkat keterwakilan perempuan sebesar 30 persen di lembaga-lembaga politik dapat dipandang sebagai sesuatu yang amat penting. Yakni untuk menjamin agar kaum perempuan memiliki pengaruh yang bermakna dalam proses politik.”
Adanya Ketidakadilan
Saat kita lihat argumentasi dari PBB itu adanya ketidakadilan hak perempuan dalam terjun ke kursi parlemen, seharusnya kuota laki-laki 50% dan perempuan 50%. Ketika kita lihat pada realitanya perempuan belum mampu memenuhi kuota yang 30% tersebut. Berikut informasi yang telah saya dapatkan ketika saya mengikuti kongres perempuan nasional yang disampaikan oleh ketua KPU yakni Hasyim Asy’ari :
“ jika kita melihat persentase perempuan yang daftar calon sementara anggota DPD untuk tahun pemilu 2024 berjumlah 134 orang sedang laki-laki berjumlah 540 orang. Bahkan ada satu daerah dari kalangan perempuan yang tidak mencalonkan sama sekali.”
Tantangan Perempuan
Tentu menjadi sebuah problematika perempuan tidak ambil peran ketika sudah diberi kesempatan dan ada faktor yang melatarbelakangi kondisi tersebut. Berikut pendapat Ibu Masrohatun:
“Salah satu faktor perempuan belum memenuhi persentase yang 30 itu karena kurang percaya diri, dan minimnya dukungan dari lingkungan sekitar.”
Terkadang perempuan yang ada di berbagai macam partai politik hanya menjadi pelengkap saja. Yakni dengan pemberlakuan hukum zig zag. Misal ketika nomor urut satu nya adalah laki-laki maka nomor keduanya adalah perempuan dan ketiga laki-laki kembali.
Dengan adanya peratutan tersebut menjadi sebuah tantangan perempuan. Selain itu banyak perempuan yang sudah terjun ke dalamnya mereka tidak berani menyuarakan aspirasinya. Tujuan perempuan terjun ke dalam parlemen adalah untuk menjadi wakil dari perempuan lainnya. Salah satunya adalah menegakkan hukum yang setara antara laki-laki dan perempuan yang tidak memihak manapun.
Dengan kondisi yang seperti ini menjadi tantangan perempuan agar ikut terjun ke dalam parlemen.
Menyikapi problematika tersebut pentingnya kita sebagai perempuan untuk mengetahui siapa kita dan memahami potensi kita. Dengan itu akan tumbuh rasa cinta pada diri sendiri. Dalam menyikapi sistem kapitalisme haruslah kita untuk mandiri secara finansial, terus mengeksplore sebuah ide atau gagasan untuk menghasilkan cuan dengan cara yang Allah Ridlai.
Hasil Maklumat Kongres Perempuan Nasional
Kongres perempuan Nasional yang dilaksanakan di Semarang pada tanggal 24-26 Agustus menghasilkan beberapa maklumat , diantaranya menyebutkan bahwa rekomendasi dari kongres ini dapat menjadi gerakan perempuan dalam ikut serta mengambil kebijakan dan kandidat pengambil kebijakan di tingkat pusat dan daerah.
Selain itu kongres perempuan nasional ini dapat menjadi sebuah gerakan seluruh perempuan indonesia dalam bekerja sama dan bergandengan tangan dalam mewujudkan Indonesia yang berperadaban, berkeadilan sosial bermartabat bagi manusia, dengan anugerah semesta dalam rahmat Tuhan YME.