Mubadalah.id – Pada tanggal 15 Maret 2024 saya pertama kali mengunjungi dan memasuki gereja, pada saat itu saya di teman-teman saya diundang ke acara Sahur Keliling 2024 bersama ibu DR. HC Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid di Gereja Bunda Maria, di jalan Dukuh Semar, Kecapi, Kec. Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat.
Dalam kegiatan tersebut dihadiri oleh para tokoh lintas agama, masyarakat, para pemuda pemudi, serta ratusan masyarakat Cirebon dari berbagai agama, ada yang dari Islam, Kristen, Hindu, Budha, Katolik, Jemaat Ahmadiyah dan beberapa penganut kepercayaan lainnya.
Dengan melihat semua orang dari beragam agama duduk bareng rasanya terharu dan semakin cinta kepada bangsa ini. Inilah miniatur Indonesia. Kita duduk bersama tanpa ada stigma buruk kepada mereka yang berbeda dengan kita.
Indahnya Toleransi
Apalagi kegiatan ini buka bersama umat Islam di rumah ibadah orang Kristen, betapa indahnya toleransi yang berhasil Bu Shinta bangun. Dalam kesempatan buka bersama ini aku bisa duduk bersama mereka yang berbeda denganku.
Bahkan yang menyiapkan untuk kami berbuka puasa, ya teman-teman dari Non-Muslim. Hal kecil seperti inilah yang menurutku perlu kita rawat bersama. Kita bisa untuk saling berbagi kepada sesama manusia Indonesia.
Dalam tausiyahnya, Bu Shinta menjelaskan bahwa kegiatan sahur keliling ini sudah beliau lakukan sejak 24 tahun lalu. Tepatnya sejak masih bersama Gus Dur. Pada waktu itu, kata Bu Shinta, Gus Dur lah yang menginisiasi terbentuknya sahur keliling bersama semua agama. Gus Dur ingin momen Ramadan penuh berkah ini ikut dirasakan juga oleh umat beragama lainnya.
Lebih lanjut, Bu Shinta menjelaskan kenapa ia menggunakan kata sahur bukan berbuka. Kata Bu Shinta kalau berbuka itu artinya membatalkan puasa, sedangkan sahur itu mengajak untuk berpuasa. Jadi Bu Shinta memaknai kata sahur untuk mengajak kepada kebaikan.
Sehingga meskipun kegiatannya buka bersama tapi tetap menggunakan kata sahur bersama. Harapannya karena ingin mengajak seluruh umat beragama kepada kebaikan. Sehingga orang yang hadir saat buka bersama merasakan semua kebaikannya. Termasuk soal bagaimana kita semua untuk saling menjaga persaudaraan dan persatuan kita.
Musik Tarling
Dalam kegiatan sahur keliling bersama ini ada momen menarik yang, kita semua disuguhi dengan musik Tarling (gitar suling). Musik Tarling merupakan salah satu musik yang sangat disukai oleh suami Bu Shinta, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Gus Dur semasa hidupnya kerap kali mendengarkan musik khas panturaan ini. Menurut Gus Dur, musik Tarling adalah musik yang menceritakan gambaran-gambaran kehidupan masyarakat pantura. Bahkan Gus Dur pernah menasihati salah satu anaknya tentangnya pentingnya mendengarkan musik Tarling.
“Kamu harus mendengarkan lagu-lagu dangdut. Karena sungguh lagu-lagu itulah yang menjelaskan mengenai apa terjadi di tengah masyarakat kita,” begitu kata Gus Dur.
Dari nasihat itu intinya kalau kita ingin memahami suatu masyarakat, maka kita bisa mengetahuinya dengan mendengarkan musik dangdut. Karena menurut Gus Dur isi dari lagu dangdut adalah gambaran dari realitas sosial masyarakat.
Sehingga dengan hadirnya musik Tarling di tengah-tengah kegiatan sahur bersama, menurutku menjadi semakin komplit kegiatan sahur bersama ini. Karena di satu sisi, kita diajarkan soal toleransi, di sisi lain kita juga diingatkan tentang bagaimana untuk terus menjaga tradisi dan kebudayaan lokal seperti dengan adanya musik Tarling.
Dari kegiatan ini, saya mendapatkan banyak hal positif. Termasuk saya bisa belajar untuk mencintai semua agama di Indonesia dengan penuh suka cita. Saya juga menjadi sadar bahwa kita harus terus merawat tradisi dan kebudayaan lokal dengan sebaik-baiknya. []