• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menemukan Cahaya Toleransi dalam Sahur Keliling Bersama Ibu Shinta di Gereja Bunda Maria Cirebon

Dengan melihat semua orang dari beragam agama duduk bareng rasanya terharu dan semakin cinta kepada bangsa ini. Inilah miniatur Indonesia. Kita duduk bareng tanpa ada stigma buruk kepada mereka yang berbeda dengan kita.

Alfiyah Salsabila Alfiyah Salsabila
20/03/2024
in Personal
0
Sahur Keliling Bersama Bu Shinta

Sahur Keliling Bersama Bu Shinta

713
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada tanggal 15 Maret 2024 saya pertama kali mengunjungi dan memasuki gereja, pada saat itu saya di teman-teman saya diundang ke acara Sahur Keliling 2024 bersama ibu DR. HC Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid di Gereja Bunda Maria, di jalan Dukuh Semar, Kecapi, Kec. Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat.

Dalam kegiatan tersebut dihadiri oleh para tokoh lintas agama, masyarakat, para pemuda pemudi, serta ratusan masyarakat Cirebon dari berbagai agama, ada yang dari Islam, Kristen, Hindu, Budha, Katolik, Jemaat Ahmadiyah dan beberapa penganut kepercayaan lainnya.

Dengan melihat semua orang dari beragam agama duduk bareng rasanya terharu dan semakin cinta kepada bangsa ini. Inilah miniatur Indonesia. Kita duduk bersama tanpa ada stigma buruk kepada mereka yang berbeda dengan kita.

Indahnya Toleransi

Apalagi kegiatan ini buka bersama umat Islam di rumah ibadah orang Kristen, betapa indahnya toleransi yang berhasil Bu Shinta bangun. Dalam kesempatan buka bersama ini aku bisa duduk bersama mereka yang berbeda denganku.

Bahkan yang menyiapkan untuk kami berbuka puasa, ya teman-teman dari Non-Muslim. Hal kecil seperti inilah yang menurutku perlu kita rawat bersama. Kita bisa untuk saling berbagi kepada sesama manusia Indonesia.

Baca Juga:

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Merawat Toleransi, Menghidupkan Pancasila

Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

Dalam tausiyahnya, Bu Shinta menjelaskan bahwa kegiatan sahur keliling ini sudah beliau lakukan sejak 24 tahun lalu. Tepatnya sejak masih bersama Gus Dur. Pada waktu itu, kata Bu Shinta, Gus Dur lah yang menginisiasi terbentuknya sahur keliling bersama semua agama. Gus Dur ingin momen Ramadan penuh berkah ini ikut dirasakan juga oleh umat beragama lainnya.

Lebih lanjut, Bu Shinta menjelaskan kenapa ia menggunakan kata sahur bukan berbuka. Kata Bu Shinta kalau berbuka itu artinya membatalkan puasa, sedangkan sahur itu mengajak untuk berpuasa. Jadi Bu Shinta memaknai kata sahur untuk mengajak kepada kebaikan.

Sehingga meskipun kegiatannya buka bersama tapi tetap menggunakan kata sahur bersama. Harapannya karena ingin mengajak seluruh umat beragama kepada kebaikan. Sehingga orang yang hadir saat buka bersama merasakan semua kebaikannya. Termasuk soal bagaimana kita semua untuk saling menjaga persaudaraan dan persatuan kita.

Musik Tarling

Dalam kegiatan sahur keliling bersama ini ada momen menarik yang, kita semua disuguhi dengan musik Tarling (gitar suling). Musik Tarling merupakan salah satu musik yang sangat disukai oleh suami Bu Shinta, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Gus Dur semasa hidupnya kerap kali mendengarkan musik khas panturaan ini. Menurut Gus Dur, musik Tarling adalah musik yang menceritakan gambaran-gambaran kehidupan masyarakat pantura. Bahkan Gus Dur pernah menasihati salah satu anaknya tentangnya pentingnya mendengarkan musik Tarling.

“Kamu harus mendengarkan lagu-lagu dangdut. Karena sungguh lagu-lagu itulah yang menjelaskan mengenai apa terjadi di tengah masyarakat kita,” begitu kata Gus Dur.

Dari nasihat itu intinya kalau kita ingin memahami suatu masyarakat, maka kita bisa mengetahuinya dengan mendengarkan musik dangdut. Karena menurut Gus Dur isi dari lagu dangdut adalah gambaran dari realitas sosial masyarakat.

Sehingga dengan hadirnya musik Tarling di tengah-tengah kegiatan sahur bersama, menurutku menjadi semakin komplit kegiatan sahur bersama ini. Karena di satu sisi, kita diajarkan soal toleransi, di sisi lain kita juga diingatkan tentang bagaimana untuk terus menjaga tradisi dan kebudayaan lokal seperti dengan adanya musik Tarling.

Dari kegiatan ini, saya mendapatkan banyak hal positif. Termasuk saya bisa belajar untuk mencintai semua agama di Indonesia dengan penuh suka cita. Saya juga menjadi sadar bahwa kita harus terus merawat tradisi dan kebudayaan lokal dengan sebaik-baiknya. []

Tags: CahayaCirebonGereja Bunda MariaMenemukanSahur Kelilingtoleransi
Alfiyah Salsabila

Alfiyah Salsabila

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Berhaji

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Life After Graduated

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

10 Juli 2025
Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Pernikahan Tradisional

Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

8 Juli 2025
Menemani dari Nol

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berhaji

    Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam dan Persoalan Gender
  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID