Mubadalah.id – Ngaji Keadilan Gender Islam atau yang bisa kita sebut dengan Ngaji KGI, adalah sebuah forum diskusi yang bertujuan untuk menyampaikan pesan keadilan gender dalam Islam. Ngaji ini dimotori oleh Dr. Nur Rofi’ah, seorang Akademisi dan juga Ulama Perempuan Indonesia sejak 2019.
Perkembangan pesat dakwah Ngaji KGI berkembang pada masa pandemi covid melanda Indonesia. Pandemi justru menjadi pergerakan progresif bagi dakwah Ngaji KGI.
Data mmenujukkan bahwa, pada tahun 2022 tercatat sebanyak 8355 jama’ah yang tergabung dalam lingkar Ngaji KGI. Jama’ah yang tergabung lingkar Ngaji KGI berasal dari berbagai kalangan, mulai dari warga kampus, PNS, praktisi hukum serta analis kebijakan negara.
Dari berbagai latar belakang jama’ah dan kuantitas jama’ah yang terbilang ribuan, sebenarnya apa daya tarik yang KGI tawarkan sehingga mampu menggaet ribuan jama’ah?
Melalui essay ini, penulis ingin menyampaikan dan membedah daya tarik Ngaji KGI yang menjadi basis kekuatan perkembangan gerakan sosial, dengan menggunakan kacamata analisis milik Pierre Bordieu.
Pieree Bordiieu adalah seorang sosiolog karismatik pada abad 20 yang kontribusi ilmu pengetahuannya cukup berpengaruh dalam peradaaban perkembangan ilmu pengetahuan.
Metodologi ilmu pengetahuan Bordieu berpijak pada hubungan relasional. Di mana kebiasaan dan praktik masyarakat sosial berasal dari “Kumpulan hubungan” yang saling berkait. Yaitu antara habitus, modal, arena pertarungan dan praktik saling memiliki keterkaitan, sehingga lahirlah daya tarik tersendiri.
Habitus melahirkan Nalar Kritis Ngaji KGI
Habitus patriarki menjadi pijakan Ngaji KGI untuk berupaya melahirkann habitus baru yaitu Habitus Nalar Kritis,
Nalar kritis dalam merespon budaya patriarki memiliki pengaruh pada cara pandang dan sikap apakah seseorang cukup adil atau tidak. Tentu Ngaji KGI sebagai basis gerakan akar rumput memiliki usaha untuk mendobrak tatanan sosial patriarki.
Habitus baru Ngaji KGI muncul dengan cara membaca kembali dan mengkritisi sejarah pemanusiaan perempuan. Bahkan ngaji KGI juga dengan progresifnya menafsirkan ulang ayat-ayat yang kental akan misoginis.
Dalam salah satu forum diskusi Nur Rofiah, menyampaikan bahwa perempuan adalah sosok makhluk intelektual. Artinya perempuan memiliki daya nalar kritis yang utuh. Perempuan menjadi bagian dari subjek penuh kehidupan atas ilmu pengetahuan.
Wacana nalar kritis Ngaji KGI bukanlah omongan belaka. Ngaji KGI secara kongkrit memiliki wacana untuk meningkatkan nalar kritis umat muslim/muslimah. Hal ini dilakukan dengan cara mengadakan ngaji berjamaah.
Meskipun demikian aktivitas ngaji ini memiliki metodologi yang kuat dan kurikulum tersendiri setiap seriesnya guna meningkatkan nalar kritis jama’ah. Nur Rofiah selaku founder Ngaji KGI memiliki metodologi yang ia sebut sebagai “Keadilan Hakiki Perempuan”. Keadilan hakiki perempuan inilah yang menjadi fondasi untuk melakukan refleksi atas pemanusiaan perempuan.
Modal Agensi Ngaji KGI
Modal memiliki fungsi strategis untuk melangsungkan perubahan sosial. Keberhasilan Ngaji KGI tidak luput dari faktor modal strategis. Bila kita mengutip teori milik Bordieu maka terdapat 4 elemen modal diantaranya: modal ekonomi, modal budaya, modal sosial dan modal simbolik.
Penulis menemukan bahwa modal dari Ngaji KGI memiliki keotentikan tersendiri. Pertama, modal ekonomi: Ngaji KGI tidak mengedepankan modal ekonomi menjadi basis gerakannya. Karna modal ekonomi ngaji KGI bersifat volunteering, dan kerjasama. Kedua, modal Budaya. Modal budaya adalah serangkaian kemampuan individu baik dalam pengetahuan, ketrampikan, kepribadian dan peran kedudukan sosial.
Modal budaya yang dimiliki oleh Ngaji KGI terletak pada sosok Nur Rofiah selaku founder Ngaji KGI. Nur Rofiah memeng peran penting dalam pengaruh modal budaya.
Sosok karismatik Nur Rofiah terletak pada luasnya Ilmu pengetahuan dan kepiawaian Nur Rofi’ah dalam menyampaiakan pesan keadilan gender pada para jama’ah. Proses dakwah yang dilakukan oleh Nur Rofiah ini memberikan kesan tersendiri di hati para jama’ah.
Ketiga, Modal Sosial Ngaji KGI
Modal sosial adalah bagian dari jaringan sosial. Semakin kuat jaringan sosial, maka semakin kuat pula pengaruh agensi sosial.
Ngaji KGI lebih mengedepankan modal sosial. Nur Rofiah sebagai founder Ngaji KGI telah menjadi pelopor kekuatan jaringan. Berbagai organisasi yang terlibat tentu saja, organisasi yang memiliki visi misi pemberdayaan pada perempuan.
Salah satu gebrakan yang membuat Ngaji KGI kondang adalah keterlibatan Nur Rofi’ah dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Dalam kongres tersebut, wacana Keadilan Hakiki Perempuan menjadi bagian dari metodologi FATWA KUPI.
Keempat, Modal Simbolik Ngaji KGI
Ngaji KGI memiliki modal simbolik yang kuat. Simbolik tersebut terletak pada sosok Nur Rofi’ah selaku Founder Ngaji KGI dan juga Tokoh Ulama Perempuan karismatik. Nur Rofia’h bukanlah sosok yang memiliki otoritas tradisional, namun pengaruhnya cukup kuat untuk menggaet jama’ah.
Otoritas yang ia miliki bukan dari keturunan, melainkan karna kesalehan, kedalaman ilmu dan gerakan agensinya.
Arena Sasaran Ngaji KGI
Bordieu melihat bahwa arena sosial adalah tempat individu untuk berkompetisi, mengatur strategi dam memperjuangkan habitus untuk mewujudkan sumberaya yang dicita-citakan.
Ngaji KGI tentu memiliki arena khusus dalam memperjuangkan habitus dan praktik. Adapun arena Ngaji KGI dalam melangsungkan kegiatan dakwah, berfokus pada arena digital space. Melalui peran sosial media, Ngaji KGI dapat menjangkau jama’ah lebih luas, dari berbagai penjuru Nusantara.
Pesan dakwah nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender Ngaji KGI dilantuntan melalui perangkat sosial media. Fokus isu yang ngaji terkonsentrasikan pada isu kemanusiaan perempuan, keadilan hakiki perempuan kesetaraan gender perspektif islam dan isu kontemporer perempuan.
Praktik Ngaji KGI menjadi Agensi Perubahan
Ngaji KGI melakukan upaya mewujudkan agensi perubahan masyarakat muslim. Terukti dalam praktiknya, aktivitas Ngaji KGI telah mendorong agensi perubahan.
Praktik Ngaji Online KGI telah mencuri hati para jama’ah, karena isu-isu yang tersaji mampu menjawab keresahan masyakarakat terkini. Salah satunya Ngaji reguler KGI episode 17, bertepatan pada 27 Agustus 2021 dengan tema Child free dan Childfree Perspektif Islam. Tercatat jama’ah Ngaji KGI mencapai 1000 jama’ah. Tema ini menjadi sebagian dari kajian tematik isu kotemporer Ngaji KGI kala itu.
Secara teknis Ngaji KGI mengklasifikasikan praktinya menjadi 2 bagian, pertama, Ngaji KGI Reguler: yaitu ngaji KGI yang sifatnya tematik, membawa isu-isu kotemporer pemanusiaan perempuan. Kedua, Ngaji KGI serial: yaitu Metodologi dan kurikulum khusus Ngaji KGI yang telah kurikulum yang tersusun secara sistematis.
Dalam penyampaian pesan dakwah nilai-nilai keadilan, Ngaji KGI melakukan optimalisasi media baru. Yaitu gerakan dakwah yang mengoptimalkan peran media sosial dalam menyampaikan pesan dakwah.
Dengan demikan nyata bahwa Ngaji KGI memiliki Daya tarik yang memikat para jama’ah. Keterkaitan antara habitus baru Ngaji KGI, Kekuatan modal, Arena yang sesuai serta praktik yang mendukung telah menjadi daya tarik Ngaji KGI secara otentik. []