• Login
  • Register
Sabtu, 24 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Peringatan Hari Buruh: Mengenang Marsinah, Perempuan Pembela Hak Buruh Pada Masa Orde Baru

Ketika membaca kembali kisah Marsinah, sebagai seorang perempuan saya kerap merasa terdistraksi

Nela Salamah Nela Salamah
03/05/2024
in Featured, Publik
0
Peringatan Hari Buruh

Peringatan Hari Buruh

879
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Peringatan hari buruh atau may day setiap tahunnya dirayakan pada tanggal 1 Mei. Masyarakat Indonesia mulai memperingati hari buruh sejak 1920 saat masih dalam penjajahan Belanda. Namun, hari buruh sempat berhenti diperingati yakni pada saat kepemimpinan Soeharto atau pada masa orde baru.

Ketika mendengar kata buruh dan masa orde baru, masyarakat Indonesia pasti tidak asing dengan nama Marsinah. Buruh perempuan asal Nganjuk Jawa Timur.

Masyarakat mengenal Marsinah sebagai seorang yang pemberani juga setia kawan. Ia tidak pernah gentar membela kawan-kawannya yang tertindas dan aktif membela kaum buruh dalam berbagai aksi unjuk rasa.

Marsinah Pahlawan Pembela Hak Buruh

Marsinah 24 tahun menjadi buruh pabrik jam PT Catur Putra Surya (CPS) di kawasan industri Sidoarjo Jawa Timur. Kondisi pendapatan pabrik pada saat itu melonjak dengan nilai tidak kurang dari 2 juta dolar Amerika. Namun, kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi sekitar 500 buruh yang 300 di antaranya adalah perempuan.

Dalam buku Marsinah Campur Tangan Militer dan Politik Perburuhan, PT CPS memberikan upah para buruh hanya sebesar Rp 1.700 perhari. Hal tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 50/Men/1992 yang berlaku sejak 1 Maret 1993 bahwasannya upah minimum para buruh naik sebesar tiga puluh persen yakni Rp 2.250 perhari. Sedangkan surat edaran Basofi menghimbau para pengusaha untuk menaikkan upah buruh hanya sebesar dua puluh persen.

Baca Juga:

Semua Adalah Buruh dan Hamba: Refleksi Hari Buruh dalam Perspektif Mubadalah

Marsinah, RUU PPRT, dan Janji Prabowo

Ki Hajar Dewantara: Antara Pendidikan dan Perjuangan Kelas Pekerja

Hari Buruh dan Luka Pekerja Rumah Tangga: Sampai Kapan RUU PPRT Dibiarkan Menggantung?

Surat edaran tersebut yang menggerakkan para buruh PT CPS salah satunya Marsinah untuk mengajukan tuntutan perbaikan kerja dan kenaikan upah kepada perusahaan. Marsinah ikut mengorganisir teman-temannya untuk melakukan mogok kerja.

Akibat dari pengajuan tuntutan ini, 13 buruh menerima surat panggilan dari kodim Sidoarjo. Mereka bahkan sampai diminta secara paksa untuk mengundurkan diri dari PT CPS. Marsinah kemudian meminta berkas surat pemanggilan tersebut untuk bahan protes di keesokan harinya.

Namun belum juga melayangkan protes, Marsinah menghilang Ketika keluar rumah kontrakan untuk mencari makanan. Tiga hari kemudian jenzah Marsinah ditemukan di gubuk pinggir hutan Wilangan, Nganjuk Jawa Timur.

Ketika membaca kembali kisah Marsinah, sebagai seorang perempuan saya kerap merasa terdistraksi. Tidak terbayangkan jika saya yang berada di posisi tersebut. Marsinah meninggal dengan keadaan luka robek tak teratur sepanjang 3 cm. Di dalam tubuhnya terdapat serpihan tulang dan tulang paggul bagian depan hancur. Jangan lupakan juga selaput darah Marsinah yang robek. Serta masih banyak lagi hasil visum yang mengerikan.

Lebih memprihatinkan lagi, para terdakwa kasus ini bebas. Sampai hari ini pengadilan tidak pernah mengungkapkan siapa pembunuh Marsinah.

Kasus Marsinah ini menjadi isu nasional bahkan internasional. Pembunuhan serta penyiksaan yang ia alami merupakan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) berat.

Marsinah Telah Tiada, Namun Semangat Perjuangannya Masih Hadir Sampai Hari Ini

Siapa yang tak kenal Marsinah? Foto-foto nya beredar di mana-mana. Setiap ada unjuk rasa, foto Marsinah hampir selalu ada sebagai simbol keberanian. Keberanian para buruh menuntut haknya berupa upah dan lain sebagainya. Atau siapapun yang terus menuntut hak yang dijerat oleh penguasa.

Penyair terkenal Sapardi Djoko Damono bahkan menulis puisi untuk Marsinah.

Dongeng Marsinah

Marsinah buruh pabrik arloji,

mengurus presisi:

merakit jarum, sekrup, dan roda gigi;

waktu memang tak pernah kompromi,

ia sangat cermat dan pasti.

Marsinah itu arloji sejati,

tak lelah berdetak

memintal kefanaan

yang abadi:

“kami ini tak banyak kehendak,

sekedar hidup layak,

sebutir nasi.”

Begitu sedikit penggalan puisi Sapardi untuk Marsinah.

Marsinah telah tiada, namun semangat perjuagan untuk menuntut hak-haknya masih hadir sampai hari ini. []

Tags: Buruh Perempuanhari buruhHari Buruh InternasionalMarsinahperingatan hari buruh
Nela Salamah

Nela Salamah

Perempuan yang ingin namanya abadi melalui tulisan.

Terkait Posts

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

24 Mei 2025
Ulama perempuan Indonesia

Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

24 Mei 2025
Kekerasan

Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

24 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

23 Mei 2025
Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Novel Entrok

    Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan
  • Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an
  • Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum
  • Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!
  • Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version