Minggu, 5 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

    Jaringan WPS

    5 Tuntutan Jaringan WPS Indonesia atas Penangkapan Perempuan Pasca Demonstrasi

    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Poligami

    QS. An-Nisaa (4): 3 Bukan Soal Poligami, Tapi Tentang Melindungi yang Rentan

    Queen Bee Syndrome

    Queen Bee Syndrome: Ibu, Mertua, Menantu dan Luka yang Diwariskan

    Poligami

    Menafsir Ulang Poligami dengan Perspektif Mubadalah

    Difabel

    Difabel, Media Sosial, dan Sebuah Usaha Meniti Jalan Panjang Inklusivitas

    Relasi Suami dan Istri

    Menjaga Relasi Suami Istri dengan Perspektif Mubadalah

    Multitafsir Pancasila

    Multitafsir Pancasila Dari Legitimasi Kekuasaan ke Pedoman Kemaslahatan Bangsa

    Mubadalah yang

    Menafsir Ulang Makna Konco Wingking Ala Mubadalah

    Tren Tepuk Sakinah

    Kesalingan dalam Irama: Tren Tepuk Sakinah sebagai Ekspresi Kolektif Berpasangan

    Hukum dan Budaya

    Membaca Ulang Hukum dan Budaya dengan Kacamata Mubadalah

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    keadilan hakiki

    Keadilan Hakiki dalam Relasi Keluarga

    Keluarga Mubadalah

    Keluarga dalam Perspektif Mubadalah

    Syafaat Nabi

    Lima Syafaat Nabi di Tengah Lesunya Ekonomi

    Akhlak Nabi

    Dakwah Nabi di Makkah: Menang dengan Akhlak, Bukan Kekerasan

    Teladan Nabi dan Abu Bakar terhadap Umat Berbeda Agama

    Teladan Nabi dan Abu Bakar terhadap Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi yang

    Akhlak Nabi Tak Pernah Berubah, Meski pada yang Berbeda Agama

    Nabi Muhammad Saw

    Kesaksian Khadijah Ra atas Kemuliaan Akhlak Nabi Muhammad Saw

    Berbeda Agama

    Membaca Kembali Relasi Nabi dengan Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi dalam

    Meneladani Akhlak Nabi dalam Relasi Antarumat Beragama

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

    Jaringan WPS

    5 Tuntutan Jaringan WPS Indonesia atas Penangkapan Perempuan Pasca Demonstrasi

    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Poligami

    QS. An-Nisaa (4): 3 Bukan Soal Poligami, Tapi Tentang Melindungi yang Rentan

    Queen Bee Syndrome

    Queen Bee Syndrome: Ibu, Mertua, Menantu dan Luka yang Diwariskan

    Poligami

    Menafsir Ulang Poligami dengan Perspektif Mubadalah

    Difabel

    Difabel, Media Sosial, dan Sebuah Usaha Meniti Jalan Panjang Inklusivitas

    Relasi Suami dan Istri

    Menjaga Relasi Suami Istri dengan Perspektif Mubadalah

    Multitafsir Pancasila

    Multitafsir Pancasila Dari Legitimasi Kekuasaan ke Pedoman Kemaslahatan Bangsa

    Mubadalah yang

    Menafsir Ulang Makna Konco Wingking Ala Mubadalah

    Tren Tepuk Sakinah

    Kesalingan dalam Irama: Tren Tepuk Sakinah sebagai Ekspresi Kolektif Berpasangan

    Hukum dan Budaya

    Membaca Ulang Hukum dan Budaya dengan Kacamata Mubadalah

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    keadilan hakiki

    Keadilan Hakiki dalam Relasi Keluarga

    Keluarga Mubadalah

    Keluarga dalam Perspektif Mubadalah

    Syafaat Nabi

    Lima Syafaat Nabi di Tengah Lesunya Ekonomi

    Akhlak Nabi

    Dakwah Nabi di Makkah: Menang dengan Akhlak, Bukan Kekerasan

    Teladan Nabi dan Abu Bakar terhadap Umat Berbeda Agama

    Teladan Nabi dan Abu Bakar terhadap Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi yang

    Akhlak Nabi Tak Pernah Berubah, Meski pada yang Berbeda Agama

    Nabi Muhammad Saw

    Kesaksian Khadijah Ra atas Kemuliaan Akhlak Nabi Muhammad Saw

    Berbeda Agama

    Membaca Kembali Relasi Nabi dengan Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi dalam

    Meneladani Akhlak Nabi dalam Relasi Antarumat Beragama

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Menebas Pohon dan Hajatan Berbasis Ekologis

Sayangnya, selama ini kita seringkali menganggap perbuatan menebas pohon sebagai perilaku yang “wajar-wajar saja”

Khairul Anwar Khairul Anwar
22 Mei 2024
in Kolom
0
Menebas Pohon

Menebas Pohon

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di sebuah pagi yang cerah, Pak Rudi bersiap untuk menebang pohon mangga yang ada di depan rumahnya. Padahal pohon mangga tersebut sudah berbuah dan berdaun agak lebat.

Pohon yang sudah berumur sekitar 6 tahun tersebut, akan dilenyapkan oleh Pak Rudi dengan sebilah golok yang ia beli di pasar beberapa hari sebelumnya. Ketika akan memulai memenggal-menggal pohon, seorang tetangga yang berprofesi sebagai Pak RT tiba-tiba menghampiri sambil melemparkan pertanyaan kepada Pak Rudi.

“Lho, kenapa pohonnya mau ditebang pak? Apa salah pohon itu?”

“Iya Pak RT. Jadi, minggu depan kan anak saya mau nikah, pohon ini saya tebang biar tidak mengganggu pemandangan, karena nantinya resepsi pernikahan digelar di halaman rumah ini,”ucap Pak Rudi.

Halaman depan rumah Pak Rudi luasnya sekitar 6×4 meter. Pohon mangga berukuran sedang yang telah berbuah dan beberapa tanaman hiasnya memang menjadi pemandangan sehari-hari warga lokal ketika melintas di depan rumah Pak Rudi. Tapi sayang, pohon tersebut akhirnya ia tebang dan buahnya ia jual. Alasan penebangan pohon tersebut sangat sepele; anak pertama Pak Rudi (sebut saja namanya Dewi) akan menikah dengan pria idamannya.

***

Kisah yang saya sampaikan diatas hanyalah fiktif. Tapi perilaku seperti Pak Rudi kerap kali kita jumpai di lingkungan sekitar kita bukan?

Beberapa tahun lalu, orang-orang di desa saya ketika akan menggelar pesta pernikahan, selain bergotong royong mempercantik rumah, juga menebang pohon. Tidak peduli pohon itu kecil, sedang atau besar. Jika pohonnya besar dan daunnya rimbun, maka yang mereka tebang biasanya hanya ranting-ranting bagian atas, sehingga cuma menyisakan batang pohon yang sudah gundul tanpa dedaunan.

Pohon yang tadinya bisa membuat rumah terasa sejuk dan teduh secara alami, kini harus kita korbankan demi hajatan pernikahan yang hanya berlangsung satu hingga tiga hari.

Menebang pohon yang ada di depan atau samping rumah maksudnya untuk memberikan ruang bagi pendirian tratak, atau kita sebut saja sebagai “tenda pernikahan”. Tanpa adanya pohon, maka halaman depan rumah menjadi lebih luas. Lebih longgar, sehingga pemasangan dekorasi pernikahan menjadi lebih leluasa, karena tidak ada aral melintang yang mengganggu.

Menebas Pohon Bukan Solusi

Kasus semacam itu saya yakin juga terjadi di belahan dunia mana pun. Di tempat Anda juga pastinya kan? Yang jadi pertanyaan, kenapa harus pohon yang kita tebas demi sebuah hajatan? Kenapa orang-orang lebih peduli kepentingan sesaat daripada kemaslahatan bersama selamanya? Menebang pohon untuk hajatan adalah kepentingan sekejap, sedangkan membiarkan pohon tetap hidup adalah kepentingan selama-lamanya, sampai anak cucu kelak yang menikmatinya.

Lantas, apakah pernikahan yang demikian bisa kita sebut sebagai pernikahan yang maslahat, ketika pohon kita tebang, dan daun-daun kita gugurkan. Jika alasan menebang pohon supaya halaman rumah menjadi lebih luas, kenapa tidak menyewa gedung saja khusus untuk resepsinya? Saya yakin ada banyak opsi gedung-gedung murah yang bisa disewa untuk hajat pernikahan atau hajatan lainnya.

Sebuah hajatan perlu mengedepankan keberlanjutan alam sekitar. Sayangnya, selama ini kita seringkali menganggap perbuatan menebas pohon sebagai perilaku yang “wajar-wajar saja”. Kita lebih melihat esensi sebuah pernikahan dari “yang penting tidak merugikan orang lain’.

Ketika ada budaya memangkas pohon depan rumah (walau tidak semua orang sih) sebelum pernikahan kita tak memperdulikan itu. Padahal, secara teori, menghancurkan pohon itu bisa berakibat fatal pada kelestarian lingkungan hidup.

Hajatan yang Berbasis Ekologis

Hajatan atau orang Jawa kekinian akan menyebutnya sebagai “ndue gawe” dapat berupa wujud walimatul khitan (sunatan) dan walimatul ursy (pernikahan). Tanpa rapat kelurahan, kita sepakat bahwa menikah adalah ibadah. Oleh sebab pernikahan atau sunatan merupakan ibadah, maka segala yang menyangkut proses hajatan tersebut juga harus baik.

Dalam sebuah hajatan, baik pra, hari H, dan setelahnya, harus berorientasi pada kebaikan-kebaikan.  Selain baik untuk diri sendiri, baik pula bagi lingkungan sekitarnya, termasuk untuk keberlanjutan kehidupan mendatang atau bisa kita sebut dengan proses pernikahan yang maslahat. Pendek kata, sebuah hajatan harus menjunjung tinggi kepentingan ekologis.

Terkait hal tersebut, saya punya contoh konkrit. Ini berdasarkan kisah nyata. Jadi, di salah satu desa di Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, Desa Wuled namanya, ada tradisi unik ketika sepasang calon suami istri akan melangsungkan pertalian asmara.

Pemerintah Desa Wuled mewajibkan pasangan tersebut untuk memberikan sebuah tanaman. Setor tanaman. Bibit-bibit tanaman tersebut lalu akan ditanam di area di seluruh wilayah Desa Wuled. Dengan menanam, Kepala Desa Wuled berpandangan, maka sebenarnya setiap orang turut serta menyelamatkan lingkungan dan menjaga kelestarian alam.

Wah. Sangat luar biasa pemikiran bapak kepala desanya. Saya jadi kagum. Program dari desa tersebut saya kira perlu ditiru oleh desa-desa lain di seluruh Indonesia. Pemerintah desa perlu ikut andil dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup dari bahaya yang mengancam. Salah satunya, dengan membuat dan menegakkan peraturan larangan menebang pohon. Dengan tidak menebang pohon secara sembarangan, kita sudah turut berkontribusi pada keberlanjutan alam.

Keberlanjutan Kehidupan

Hal tersebut selaras dengan urgensi pernikahan, yaitu keberlanjutan keturunan. Dalam al-maqasid al-syariah, nikah termasuk hifdz al-nafs, yaitu menjaga jiwa dalam bentuk keturunan. Melahirkan generasi baru merupakan keharusan atau bahkan kewajiban demi berlangsungnya kehidupan umat manusia.

Akan tetapi, niat untuk mencetuskan generasi baru juga harus kita imbangi dengan upaya perlindungan terhadap alam atau lingkungan hidup. Supaya, ketika seorang anak kelak lahir, anak tersebut masih bisa menikmati rindangnya pepohonan di depan rumah, masih bisa menyaksikan daun-daun hijau dan bunganya bermekaran, masih dapat menghirup oksigen secara alami, dan sebagainya.

Nah, selain tidak menebang pohon, praktik baik lainnya yang bisa kita terapkan, khususnya pasca melangsungkan hajatan adalah dengan memilah-milah sampah. Saya yakin, akan ada banyak sampah pasca hajatan, entah pernikahan atau sunatan, seperti sampah plastik, botol/kaleng minuman, sampah dekorasi, cendera mata, sisa undangan, hingga sampah sisa makanan.

Pihak keluarga atau sang sohibul bait, jika tak keberatan, saya sarankan untuk memilah sampah untuk didaur ulang. Sampah plastik misalnya, bisa didaur ulang jadi kerajinan tangan, lalu sampah sisa makanan bisa disulap menjadi pupuk kompos untuk tanaman di kebun. Itu jika Anda punya kebun. Kalau tidak, mari kita bikin kebun dulu. []

Tags: Keberlanjutan Lingkungan
Khairul Anwar

Khairul Anwar

Lecturer, Sekretaris LTNNU Kab. Pekalongan & sekretaris PR GP Ansor Karangjompo, penulis buku serta kontributor aktif NU Online Jateng. Bisa diajak ngopi via ig @anwarkhairul17

Terkait Posts

Resolusi Hijau
Publik

Mengapa Resolusi Hijau Harus Menjadi Prioritas di Tahun Baru?

31 Desember 2024
Film Banyuraga
Film

Urgensi Menjaga Alam dalam Film Banyuraga

20 Juni 2024
Jihad Ekologis
Publik

Peran Perempuan dalam Jihad Ekologis

30 Mei 2024
Keberlanjutan Lingkungan
Rekomendasi

Tema Keberlanjutan Lingkungan pada Haflah Akhirussanah Pondok Kebon Jambu

8 Maret 2024
Ashoka Indonesia
Pernak-pernik

Ashoka Indonesia Perkenalkan Para Changemakers Melalui SICI Media Fellowship

7 November 2023
Konsep Ekoteologi
Publik

Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam

30 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Queen Bee Syndrome

    Queen Bee Syndrome: Ibu, Mertua, Menantu dan Luka yang Diwariskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Program Makan Bergizi Gratis: Janji Mulia dan Realitas yang Meragukan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • QS. An-Nisaa (4): 3 Bukan Soal Poligami, Tapi Tentang Melindungi yang Rentan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menafsir Ulang Makna Konco Wingking Ala Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Multitafsir Pancasila Dari Legitimasi Kekuasaan ke Pedoman Kemaslahatan Bangsa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Prof. Dr. Shinta UIN Gus Dur: Inovasi dan Kecerdasan Multidimensi sebagai Jalan Sukses
  • QS. An-Nisaa (4): 3 Bukan Soal Poligami, Tapi Tentang Melindungi yang Rentan
  • Queen Bee Syndrome: Ibu, Mertua, Menantu dan Luka yang Diwariskan
  • Menafsir Ulang Poligami dengan Perspektif Mubadalah
  • Difabel, Media Sosial, dan Sebuah Usaha Meniti Jalan Panjang Inklusivitas

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID