• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rekomendasi

NU dalam Ambang Tambang

Sejarah di masa lalu NU konsisten dalam menjawab isu lingkungan, tentu sangat kontradiktif dan inkonsistensi jika kita lihat dalam konteks saat ini

Moh Kholilur Rahman Moh Kholilur Rahman
29/06/2024
in Publik, Rekomendasi
0
Tambang

Tambang

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Belakangan ini ramai soal kebijakan Presiden Jokowi terkait Peraturan Pemerintah  Nomor 25 Tahun 2024 tentang konsesi tambang bagi Organisasi Masyarakat (Ormas). Hal itu menjadi kran baru untuk membuka kesempatan bagi Ormas untuk larut dan ikut andil dalam menjadi aktor penting dalam pengelolaan tambang.

Kehadiran PP tersebut mengalami polemik serta menuai pro-kontra oleh Sebagian Ormas,  ada yang secara terangan-terangan menolak terhadap tawaran itu, salah satunya Konferensi Waligereja Indonesia. Namun sebagiannya lagi ada yang secara jelas menyatakan siap, yakni Nahdlatul Ulama (NU).

Kesiapan NU dalam mengelola tambang tersampaikan oleh Ketua PBNU, Gus Yahya dalam acara “Halaqoh Ulama: Sikapi Fatwa MUI Terkait Ijtima Ulama Soal Salam Lintas Agama”, Selasa (11/6/2024) kanal YouTube NU online. Alasan yan berdasarkan dalam sikap tersebut salah di antaranya ingin memberdayakan sumber daya NU, serta mengatakan PBNU siap mengelola tambang secara profesional.

Menentukan pilihan untuk mengelola tambang ternyata menuai kritikan di akar rumput NU (nahdliyin). Karena menilai eksistensi pertambangan membuka peluang kemudaratan yang lebih besar, daripada dampak maslahatnya.

Mengutip dari Tempo.co, bahwasanya kekuatan kultural di NU, seperti Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) beranggapan soal konsesi tambang yang akan PBNU lakoni dinilai ahistori (tidak sejalan dengan nilai-nilai NU) dan lebih banyak mudaratnya. Sebagaimana yang telah masyarakat Kendeng, Wadas dan Trenggalek alami. Sikap kritis dan kritikan warga nadhliyin bagi PBNU merupakan bentuk sikap non struktural untuk menyampaikan keprihatinan.

Baca Juga:

Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

Menakar Ekoteologi Kemenag Sebagai Kritik Antroposentrisme

Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

Mempertimbangkan Kritikan

Kesiapan PBNU mengelola tambang ternyata memantik sejumlah kritikan seperti Nahdliyin (FNKSDA) dan masyarakat sipil. Terbaru, NU dikritisi berupa perubahan logo NU yang bagian tengahnya terselipi eskavator dan mengubah nama NU menjadi Ulama Nambang (UN). Sayangnya dari kritikan tersebut  berujung pada meja hijau (dilaporkan ke pihak kepolisian).

Perubahan logo tersebut tentu perlu kita lihat dan kita kaji berdasarkan konteks dan situasi saat ini di PBNU. Melihat lebih dekat tujuan dan maksud daripada pemelesetan logo tersebut. Karena, kalau dalam terjemahan saya, itu bukan pelecehan. Akan tetapi bentuk kritikan dengan menunjukan suatu identitas baru, bilamana NU akan mengurusi tambang.

Dalam artian identitas asli NU sebagai Ormas keagamaan yang mempunyai spirit yang mengutamakan kemaslahatan daripada kemudharatan akan hilang, bila terlarut dalam  pertambangan. Sebagaimana dalam kaidah fiqh “Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘Ala Jalbil Mashalih”. Menolak kurasakan lebih kita utamakan daripada menerima manfaat.

Kritikan yang terjadi terhadap NU merupakan bentuk konsekuensi yang akan diterima oleh PBNU, yang semestinya menjadi salah satu pemantik untuk mempertimbangkan kembali keputusan yang hendak melakoni tambang. Serta membuka ruang untuk melihat kritikan-kritikan  lainnya yang menyangkut keperpihakan terhadap kebaikan dan kemaslahatan.

Kritikan tersebut berdasarkan karena kekhawatiran masyarakat sipil, termasuk nahdliyin terhadap dampak dari pertambangan. Tambahan lagi NU memiliki sebuah legitimasi keagamaan yang kuat ketika memutuskan sesuatu. Yakni berupa sikap maupun tindakan yang nantinya berdampak terhadap pola perilaku masyarakat khususnya nahdliyin.

Kekhawatiran Pembenaran terhadap Praktik Pertambangan

Maksud saya di sini adalah ada semacam ketakutan pembenaran bagi segelintir orang ataupun secara kolektif, bahwa praktik pertambangan secara terus-menerus itu kita anggap biasa-biasa saja. Dan lebih dari itu, kita takutkan ketika seseorang bicara soal dampak pertambangan hanya kita biarkan begitu saja, tanpa kita gubris, sebab adanya legitimasi keagamaan secara kultural seperti NU.

Merespon berbagai kritikan tersebut, Ulil Abshar Abdallah (Gus Ulil)  menuliskan sebuah opini dengan judul ” Isu Tambang, antara Ideologi dan Fikih” (Kompas, 20/06/24). Dalam isi tulisannya Gus Ulil menganggap banyaknya pro-kontra terhadap PBNU untuk mengelola tambang hanya soal perbedaan sudut pandang dalam memahami tambang, antara ideologis dan fikih.

Padahal pertambangan semestinya kita lihat secara ideologis dalam dampak negatifnya. Jika pun masih kita anggap khilafiyah (kajian ushul fiqh), dalam pandangan saya justru tambang lebih banyak mafsadah (mudarat) daripada manfaatnya. Saya kira beliau lebih paham soal ini dalam memahami konteks fikih.

Menapaki Spirit Ekologis NU

NU dalam membumikan nilai-nilai keagamaan tidak hanya menginterpretasikan hubungan seorang hamba dan Tuhan (Hablumminallah). Akan tetapi juga menyangkut kesalehan sosial (Hablumminannas) dan lingkungan (Hamblalumminalam). Ketiga tersebut menjadi bagian dari Amaliah keagamaan yang memiliki korelasi antara satu dan lainnya sebagai seorang hamba.

Oleh sebab itu, bila dalam  konteks saat ini yang patut kita perhatikan dalam Amaliah NU ialah relasi seorang hamba dengan alam (lingkungan). Karena bagaimanapun  sedari dulu NU sempat mempunyai kyai yang tekun dalam mengkaji soal masalah ekologi ataupun lingkungan.

Beliau adalah KH. M Ali Yafie (Rais ‘Aam PBNU 1991-1992 dan Ketum MUI 1990-2000). Beliau terkenal sebagai peletak dasar fiqh lingkungan (Fiqhul Bi’ah) pada awal tahun 2000-an. Bermula dari kajian fiqih sosial yang telah beliau rintis sejak 1980-an. Salah satu karyanya terkenal berjudul “Merintis Fiqh Lingkungan Hidup”.

Bila kita tarik terhadap sejarah di masa lalu konsisten NU dalam menjawab isu lingkungan, tentu sangat kontradiktif dan inkonsistensi jika kita lihat dalam konteks saat ini. Di mana PBNU memiliki keinginan untuk mengelola tambang. Tentunya sangat berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat di wilayah pertambangan tersebut.

Menurut kyai M Ali Yafie mengetahui tentang ekologis (lingkungan) salah satu tujuannya untuk menggali suatu kerangka pendekatan dalam mengatasi krisis lingkungan. Di mana dalam khazanah fikih yang bisa fikih gali secara substantif ini merupakan penjabaran rinci Al-Qur’an dan hadis. Sehingga menurut beliau nantinya akan menemukan relasi makhluk dan tanggung jawab manusia di dalamnya sebagai Khalifah di bumi.

Maka dari itu, saya sebagai nahdliyin tentu mengharapkan agar  NU tidak akan menampik, serta mengesampingkan sejarah-sejarah NU yang dulu. Yakni terhadap nilai-nilai yang telah memberikan peletak dasar dalam memperhatikan masalah lingkungan. Maksud saya NU tidak menjadi ahistoris,  bila kemudian PBNU benar-benar akan melakukan praktik pertambangan. []

*Catatan Seorang Nahdliyin

Tags: Kerusakan AlamKonservasi LingkunganKonsesi TambangNahdlatul UlamaOrmasPBNU
Moh Kholilur Rahman

Moh Kholilur Rahman

Mahasiswa Magister Fakultas Syari'ah dan Hukum di UIN Sunan Kalijaga.

Terkait Posts

Negara Inklusi

Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Humor Kepada Difabel

Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

10 Juli 2025
Melawan Perundungan

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

9 Juli 2025
Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berhaji

    Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam dan Persoalan Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam dan Persoalan Gender
  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID