“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Mubadalah.id – Islam menempatkan dialog dan saling pengertian sebagai fondasi dalam menjaga harmoni sosial. Namun, ketika kita melihat konflik yang terus berkobar di Timur Tengah, terutama antara Hizbullah dan Israel, pertanyaan yang muncul adalah: bagaimana kita dapat mengubah konflik politik Timur Tengah yang berkepanjangan ini menjadi sebuah dialog menuju keadilan sosial yang sejati?
Konflik Politik Timur Tengah bukan hanya permasalahan dua entitas, melainkan sudah melibatkan banyak pihak dan kepentingan global. Kematian pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, baru-baru ini, memperkeruh situasi yang sudah tegang, memperburuk hubungan antarnegara dan masyarakat. Namun, setiap peristiwa, betapapun tragisnya, juga menawarkan kesempatan untuk merenung dan mencari solusi.
Mengapa Dialog Sangat Penting?
Ketegangan antara Hizbullah dan Israel tidak hanya mempengaruhi stabilitas politik di Lebanon dan negara-negara sekitarnya, tetapi juga membawa dampak yang lebih luas bagi komunitas internasional. Berbagai upaya mediasi dan resolusi konflik sering kali kandas karena kedua belah pihak lebih memilih pendekatan kekerasan daripada negosiasi. Ini menciptakan siklus dendam yang tak berujung, merugikan semua pihak yang terlibat.
Namun, Islam menekankan pentingnya dialog sebagai jalan menuju penyelesaian masalah. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pendakwah dialogis, yang selalu mencari jalan damai dalam menghadapi tantangan. Dalam banyak hadis, Nabi menekankan pentingnya berkomunikasi dan berdialog dengan orang lain, bahkan ketika ada perbedaan pendapat.
Salah satu hadis berbunyi: “Barang siapa yang tidak menyayangi yang muda dan tidak menghormati yang tua, maka dia bukan termasuk golongan kami.” (HR. Ahmad). Hadis ini mengajarkan kita pentingnya menghormati dan berkomunikasi dengan semua orang, terlepas dari status mereka.
Keadilan Sosial Sebagai Dasar Perdamaian
Konflik yang berkepanjangan seperti di Timur Tengah sering kali disebabkan oleh ketidakadilan sosial yang mendalam. Ketidakadilan, baik dalam bentuk ketimpangan ekonomi, diskriminasi politik, atau perampasan tanah, adalah bahan bakar yang membuat api konflik terus menyala. Ketika satu pihak merasa dirugikan dan tidak mendapat hak yang setara, mereka cenderung menggunakan kekerasan sebagai alat perlawanan.
Namun, Islam dengan tegas menentang segala bentuk ketidakadilan. Al-Qur’an mengajarkan kita untuk berlaku adil, bahkan terhadap orang yang tidak kita sukai.
Allah berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap dirimu sendiri atau orang tuamu dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin, Allah lebih tahu kemaslahatannya.” (QS. An-Nisa: 135)
Ayat ini menegaskan bahwa keadilan adalah prinsip yang tidak dapat kita tawar dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam relasi sosial dan politik. Oleh karena itu, dalam mencari titik temu antara pihak-pihak yang bertikai di Timur Tengah, prinsip keadilan sosial harus menjadi fondasi utama. Keadilan ini mencakup pengakuan hak-hak manusia, kesetaraan dalam hukum, dan distribusi sumber daya yang adil.
Dialog sebagai Jalan Keluar
Memulai dialog yang konstruktif di tengah situasi yang panas bukanlah tugas yang mudah. Sejarah panjang konflik antara Hizbullah dan Israel telah membentuk dinding ketidakpercayaan yang tinggi di antara keduanya.
Namun, dialog tidak bisa kita tinggalkan sebagai jalan keluar. Untuk bisa menciptakan dialog yang efektif, perlu ada pendekatan yang melibatkan semua pihak, termasuk komunitas internasional, lembaga-lembaga sosial, hingga pemimpin agama.
Konsep Mubadalah mengajarkan bahwa dalam setiap hubungan sosial, harus ada kesalingan dalam memahami kebutuhan, harapan, dan hak-hak masing-masing pihak. Ini berlaku dalam hubungan individu, masyarakat, bahkan antarbangsa.
Prinsip kesalingan ini bisa kita aplikasikan melalui dialog yang memfasilitasi saling pengertian antara pihak-pihak yang bertikai. Dialog ini harus berdasarkan pada pengakuan terhadap hak-hak dasar setiap pihak, termasuk hak untuk hidup damai, hak atas tanah, dan hak atas identitas mereka. Selama ini, kekerasan yang terjadi lebih banyak terpicu oleh ketidakmampuan kedua belah pihak untuk saling mengakui hak-hak fundamental ini.
Langkah-langkah untuk mencapai dialog yang efektif di tengah konflik politik Timur Tengah harus kita mulai dengan membangun kembali kepercayaan. Kepercayaan yang telah lama hilang akibat konflik berkepanjangan perlu dipulihkan melalui pendekatan diplomasi yang jujur dan terbuka.
Peran Kunci Negara dan Pemimpin Agama
Negara-negara dengan pengaruh besar, seperti Iran dan Amerika Serikat, harus memainkan peran kunci dalam memfasilitasi pertemuan-pertemuan yang ditujukan untuk menciptakan atmosfer dialog yang lebih kondusif. Melibatkan semua pihak dengan tujuan yang jelas akan mempercepat proses ini.
Selain diplomasi, peran pemimpin agama sangat penting. Di Timur Tengah, pemimpin agama memiliki pengaruh kuat dalam masyarakat, sehingga melibatkan mereka dalam upaya membangun dialog adalah langkah strategis.
Pemimpin agama dapat menekankan nilai-nilai yang sejalan dengan ajaran Islam seperti kesalingan, keadilan, dan perdamaian. Melalui khotbah, ceramah, dan dialog komunitas, mereka dapat mendorong umat untuk mendukung upaya perdamaian dan ikut serta dalam proses rekonsiliasi.
Lebih lanjut, dialog yang baik harus mengutamakan hak asasi manusia. Pengakuan terhadap hak-hak dasar individu dan kelompok, terutama hak untuk hidup dalam damai, adalah elemen yang tidak bisa kita tawar. Dialog tidak akan berjalan dengan baik jika ada pihak yang merasa dirugikan atau terabaikan hak-haknya. Oleh karena itu, setiap proses dialog harus memastikan bahwa keadilan dan kesetaraan menjadi landasan utamanya.
Untuk menjaga objektivitas dan transparansi, mediasi internasional yang netral kita perlukan. Pihak ketiga yang netral dan dapat kita percaya oleh kedua belah pihak akan memainkan peran penting dalam menjaga agar dialog berjalan dengan lancar.
Lembaga-lembaga seperti PBB atau organisasi non-pemerintah dapat menjadi fasilitator yang efektif, membantu menavigasi perundingan dan memastikan bahwa kedua belah pihak bisa menyampaikan aspirasi mereka secara terbuka.
Mewujudkan Perdamaian Melalui Keadilan
Terakhir, pendekatan Mubadalah atau kesalingan harus kita adopsi dalam setiap proses dialog. Kesalingan menekankan pengakuan hak-hak satu sama lain secara setara. Dengan prinsip ini, tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain. Setiap pihak berhak untuk didengar dan diperlakukan dengan adil, sehingga dialog yang dilakukan bisa berlangsung secara setara dan menghasilkan solusi yang berkeadilan.
Pada akhirnya, menciptakan perdamaian di Timur Tengah bukan hanya tentang menghentikan kekerasan. Lebih dari itu, perdamaian sejati hanya bisa kita capai dengan mewujudkan keadilan sosial yang terakui oleh semua pihak. Seperti yang diajarkan dalam Islam, keadilan adalah landasan dari segala hal. Ketika keadilan kita tegakkan, kedamaian akan menyusul.
Allah berfirman:
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah juga kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 61)
Dengan menegakkan prinsip keadilan dan kesalingan dalam dialog, kita bisa berharap bahwa konflik yang tak berkesudahan di Timur Tengah bisa diakhiri, dan keadilan sosial yang sejati bisa tercipta. Dialog adalah jalan yang panjang dan tidak mudah, tetapi itu adalah satu-satunya jalan yang bisa membawa kita pada perdamaian yang hakiki. []