Kamis, 21 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hari Kemerdekaan

    Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    Soimah

    Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    Inklusi Sosial

    Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    Dhawuh

    Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

    Upacara Bendera

    Kesalingan dalam Perayaan; Membaca Upacara Bendera dan Pesta Rakyat di Istana

    Arti Kemerdekaan

    Memugar Kembali Arti Kemerdekaan

    Janji Kemerdekaan

    Dari Pati untuk Indonesia: Mengingatkan Kembali Janji Kemerdekaan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Anak Kritis

    Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini

    Tidak Membedakan Anak

    Orangtua Bijak, Tidak Membedakan Anak karena Jenis Kelaminnya

    Kesetaraan Gender

    Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    Peran Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

    Hakikat Merdeka

    Kemuliaan Manusia dan Hakikat Merdeka dalam Surah Al-Isra Ayat 70

    Pendidikan Anak

    Hak Anak atas Pendidikan

    Reproduksi

    Pentingnya Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Laki-Laki dan Perempuan

    Perubahan

    Mengenal Perubahan Emosi dan Seksualitas pada Remaja

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hari Kemerdekaan

    Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    Soimah

    Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    Inklusi Sosial

    Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    Dhawuh

    Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

    Upacara Bendera

    Kesalingan dalam Perayaan; Membaca Upacara Bendera dan Pesta Rakyat di Istana

    Arti Kemerdekaan

    Memugar Kembali Arti Kemerdekaan

    Janji Kemerdekaan

    Dari Pati untuk Indonesia: Mengingatkan Kembali Janji Kemerdekaan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Anak Kritis

    Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini

    Tidak Membedakan Anak

    Orangtua Bijak, Tidak Membedakan Anak karena Jenis Kelaminnya

    Kesetaraan Gender

    Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    Peran Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

    Hakikat Merdeka

    Kemuliaan Manusia dan Hakikat Merdeka dalam Surah Al-Isra Ayat 70

    Pendidikan Anak

    Hak Anak atas Pendidikan

    Reproduksi

    Pentingnya Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Laki-Laki dan Perempuan

    Perubahan

    Mengenal Perubahan Emosi dan Seksualitas pada Remaja

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Perkawinan Anak: Salah Kaprah atau Berkah?

Normalisasi yang mereka lakukan di medsos senyatanya jelas mencederai laku perjuangan Ibu Rasminah, Endang Wasrinah, dan Maryanti.

M. Baha Uddin M. Baha Uddin
29 Oktober 2024
in Publik, Rekomendasi
0
Perkawinan Anak

Perkawinan Anak

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perkawinan kerap terartikan sebagai akad antara suami dan istri untuk memenuhi hajat keduanya (hubungan seksual). Sejalan dengan itu, maka salah satu tujuannya ialah untuk memperoleh turunan yang sah. Tak heran dalam hadis Rasulullah saw. berkata, an-nikahu sunnati faman rogiba ‘an sunnati falaysa minni (nikah adalah sunahku, siapa yang mengingkari sunahku maka ia bukan dari golonganku).

Menyitir definisi tadi, bahwa memang perkawinan tak melulu soal ijab-kabul, memiliki keturunan, dsb. Terdapat sekian penjelasan yang luput terungkapkan. Padahal, kita ambil contoh sederhana, perkawinan menurut mahasiswa program studi Hukum Keluarga Islam (ahwalu syakhshiyyah) misalnya, tak seenteng yang terbayangkan.

Kedua calon mempelai bukan saja mesti saling cinta, hapal ucapan kabul, dsb. Mereka seminimalnya mengkhatamkan buku Fiqh Munakahat: Khitbah, Nikah, dan Talak (2015) karya Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas.

Buku wajib terpegang mahasiswa HKI guna menggeluti rumpun keilmuannya dalam hukum Islam. Di sana terjelaskan bagaimana kedua mempelai mesti mengerti hak dan kewajibannya masing-masing. Lalu masih banyak lagi syarat-syarat seseorang agar teranggap sah dan pantas untuk menikah.

Pada konsep lain pun perkawinan memiliki relasi dengan aspek sosial, ekonomi, dan psikologi. Bagaimana jati diri kedua mempelai siap memikul tanggung jawab bahtera rurmah tangga mereka. Bayangkan jika posisi mempelai belum kuat secara aspek-aspek tersebutkan tadi. Kita bisa membayangkan keberlangsungan rumah tangga mereka semakin harmonis atau malah di ambang keretakan?

Melangkahi Hukum

Sementara menyikapi fenomena perkawinan anak (baca: perkawinan usia anak), meminjam istilah Poppy R. Dihardjo (Pegiat Isu Hak Perempuan) untuk tak menyebut perkawinan dini, mutakhir ramai terbicarakan. Perkawinan terjadi antara Z dan S. S adalah pengantin perempuan masih berusia 17 tahun.

Mereka menikah, resmi (sesuai aturan pemerintah) atau tidaknya belum terketahui. Semisal menikah resmi, mereka kudu mengajukan dispensasi nikah ke pengadilan agama setempat. Jika terkabulkan surat dispensasi terbawa ke KUA sebagai loket perkawinan mereka.

Terlepas dikabulkan atau tidak, sah atau tidaknya, cara-cara Z dan S mengekspos perkawinan mereka sunggah tak elok. Mereka serasa tak terbebani. Tak merasa salah. Meminjam akronim sering terungkapkan masyarakat Sunda yakni watados (wajah tanpa dosa). Kita sejenak membatasi urusan perkawinan bukan hanya soal sunah nabi tetapi ada sisi lain perlu diperhatikan sebagai warga negara yang baik.

Dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terjelaskan dalam Pasal 7 Ayat (1) bahwa laki-laki dan perempuan dibolehkan melakukan perkawinan jika sudah berusia 19 tahun. Sementara usia di bawah 19 tahun masih teranggap usia anak, artinya secara hukum belum bisa melakukan perkawinan.

Menikah itu Tak Mudah

Memang di usia anak (produktif) itulah seseorang—baik perempuan atau lelaki—sewajarnya menempuh pendidikan, membentangkan karir, mengembangkan skil, dlsb. Jangan gegara kebelet menikah itu semua terkorbankan. Eman-eman. Perkawinan terlalu sempit dan remeh jika hanya melihatnya dari satu sudut semata.

Mahmud Junus dalam buku Hukum Perkawinan dalam Islam (1960) menulis, “Allah mendjadikan machlukNja berpasang-pasang, mendjadikan manusia laki-laki perempuan. Hikmahnja ialah supaja manusia itu hidup berpasang-pasang, hidup dua sedjoli, hidup laki-isteri, membangunkan rumah tangga jang damai dan teratur.”

Dalam frasa terakhir untuk mewujudkan rumah tangga damai dan teratur tak cukup hanya dengan modal cinta semata. Perlu ada kekompakan, skil, kerja sama, dan kesepapahan keduanya. Lalu apakah calon mempelai usia anak sudah memiliki itu semua?

Dengan begitu, mereka yang terburu-buru menikah di usia muda (apalagi di bawah batas usia perkawinan yang berlaku), mestilah berpikir panjang. Tak ada salahnya fokus sejenak pada kualitas dan pengembangan diri sendiri sebelum akhirnya berproses bersama pasangan. Perbaiki segala kualitas diri sendiri sampai menurut kadar kemantapan masing-masing. Jangan lagi tergiur-goda oleh figur publik yang mengglorifikasi sesuatu yang berpotensi merugikan.

Salah Kaprah

Hanya karena melihat glamoritas kehidupan Z dan S pascaperkawinan, pengikutnya berkesimpulan menikah muda itu menyenangkan. Segala biaya ditanggung orang tua, misalnya. Ini kesalahkaprahan berpikir seorang pengikut figur publik dengan memukul rata latar belakang sosial dan finansial seseorang.

Orang tua Z dan S secara finansial mungki teranggap mampu menggelar pesta pernikahan mewah dan membiayai kehidupan perkawinan mereka. Sementara belum tentu dengan keadaan finasial keluarga para pengikutnya.

Dugaan saya terbawa bahwa Z atau S tak paham soal batas usia perkawinan tertera dalam UU. Poin pokok di pasal itu terlahir dari perjuangan ketiga ibu rumah tangga yang menggugat perkawinan anak. Mereka adalah Rasminah, Endang Wasrinah, dan Maryanti menggugat Pasal 7 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasal itu mensyaratkan perkawinan bisa terlaksana jika pria sudah berusia 19 (sembilan belas) tahun dan perempuan 16 (enam belas) tahun. Ada perbedaan angka signifikan antara lelaki dan perempuan. Banyak persoalan menguar dari aturan problematik. Itu terbukti-rasakan secara de facto oleh mereka bertiga. Mereka salah tiganya telah menjadi korban peraturan timpang ini.

Perjuangan Menggugat

Pada 2017, mereka bertiga mengajukan judisial review atas pasal tadi dengan tuntutan utama mengubah (menaikkan) batas usia perkawinan perempuan ke Mahkamah Konstitusi. Alhamdulillah, gugatan terkabulkan melalui Putusan MK Nomor 22/PUU-XV/2017 yang inti amar putusannya ketentuan Pasal 7 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945. Artinya memuat kebijakan diskriminatif dan membuka ruang terjadinya perkawinan anak.

Lewat amar tadi, MK memerintahkan kepada pembuat undang-undang (DPR) agar merevisi pasal terkait sekurang-kurangnya tiga tahun dari waktu putusan diterbitkan. Maka pada dua tahun setelahnya, DPR RI mengesahkan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan mengganti batas usia perkawinan perempuan dari 16 (enam belas) tahun menjadi 19 (sembilan belas) tahun, atau disamakan dengan laki-laki.

Kalau saja Z dan S membaca dengan rijit perjuangan ketiga ibu rumah tangga tadi, mereka apakah akan tetap sesumbar memamerkan pengisahan perkawinan mereka? Normalisasi yang mereka lakukan di medsos senyatanya jelas mencederai laku perjuangan Ibu Rasminah, Endang Wasrinah, dan Maryanti.

Z dan S seolah tak peduli akan perkawinannya yang mengundang gemuruh pembicaraan massa. Mereka terlihat bodo amat dan terkesan pede saja mengglorifikasi perkawinan anak. Kalau masih bisa berpikir semestinya mereka berpikir dua kali, kecuali jika sudah tak sanggup. Entahlah. []

Tags: Dispensasi PerkawinanDispensasi PernikahanPencegahan Perkawinan Anakperkawinan anakStop Perkawinan Anak
M. Baha Uddin

M. Baha Uddin

Lahir di Majalengka. Bergiat di Komunitas Serambi Kata Kartasura. Pernah Nyantri di Pon-Pes Raudlatul Mubtadiin Rimbo.

Terkait Posts

Menikah di Usia Anak
Personal

Menikah di Usia Anak dan Trauma Melahirkan; Sebuah Refleksi

13 Januari 2025
Praktik Perkawinan Anak
Publik

Praktik Perkawinan Anak versus Pergaulan Beresiko

7 Januari 2025
Perkawinan Anak
Publik

Andai Waktu Bisa Diputar Kembali: Kisah Penyintas Perkawinan Anak (Part II)

7 Desember 2024
Penyintas Perkawinan Anak
Publik

Andai Waktu Bisa Diputar Kembali: Kisah Penyintas Perkawinan Anak

6 Desember 2024
Kawin Anak Masih Tinggi
Publik

Bertahun-tahun Advokasi, Mengapa Angka Kawin Anak Masih Tinggi?

5 Desember 2024
Menikah Muda
Featured

Hidangan Makan Malam Keluarga: Jangan Menikah Muda, Nak!

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini
  • Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian
  • Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya
  • Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini
  • Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID