• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Merebut Kembali Tafsir Perempuan dalam Al-Qur’an: Membangkitkan Narasi Keadilan Gender

Dalam membangun narasi keadilan gender, edukasi dan literasi berbasis agama memegang peran yang sangat penting

Arie Riandry Ardiansyah Arie Riandry Ardiansyah
03/01/2025
in Personal
0
Narasi Keadilan Gender

Narasi Keadilan Gender

794
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Narasi keadilan gender menjadi terma penting dalam kajian islam, perempuan seringkali kehilangan diri dia secara utuh, haknya direbut oleh laki-laki dan publik. Salah satu penyebab munculnya pandangan bahwa laki-laki lebih unggul daripada perempuan adalah adanya bias dalam penafsiran terhadap teks al-Qur’an. Selain itu juga terpengaruhi oleh budaya patriarki.

Padahal, menurut Aminah Wadud, Islam pada dasarnya, baik dari segi primordial, kosmologis, eskatologis, spiritual, maupun moral, memandang perempuan sebagai makhluk yang sempurna dan memiliki kedudukan setara dengan laki-laki.

Ketimpangan gender di masyarakat sering kali bersumber dari pemahaman tertentu terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Di mana tidak sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai universal yang diajarkan dalam Islam. Pemahaman tersebut sering terpengaruhi oleh budaya patriarki yang telah lama mengakar, sehingga memperkuat anggapan bahwa laki-laki memiliki posisi yang lebih tinggi daripada perempuan.

Dampaknya terlihat dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pembatasan hak perempuan di bidang pendidikan, politik, dan ekonomi, serta pengurangan peran mereka dalam pengambilan keputusan penting di masyarakat.

Padahal, Al-Qur’an sendiri menegaskan prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Sebagaimana tersebutkan dalam Surah An-Nisa (4:1), Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dari “jiwa yang satu,” yang menunjukkan bahwa keduanya memiliki asal-usul yang sama dan derajat yang setara di hadapan Tuhan.

Baca Juga:

Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

Persoalan Gender dalam Fikih Kesaksian

Wajah Perempuan Bukan Aurat, Tapi Keadilan yang Tak Disuarakan

Bagaimana Gerakan Kesalingan Membebaskan Laki-laki Juga?

Islam juga mengakui kontribusi perempuan dalam kehidupan sosial, spiritual, dan intelektual. Sebagaimana ditunjukkan oleh tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah Islam, seperti Khadijah binti Khuwailid dan Aisyah binti Abu Bakar.

Tafsir yang Bias dan Tidak Kontekstual

Sayangnya, pemahaman ini sering kali tertutupi oleh tafsir-tafsir yang bias dan tidak kontekstual. Sebagaimana Amina Wadud jelaskan dalam bukunya Qur’an and Woman.

Penafsiran yang dominan oleh perspektif patriarkis cenderung mengabaikan konteks historis dan tujuan utama dari wahyu, yaitu keadilan dan rahmat. Wadud menekankan pentingnya pendekatan tafsir yang memperhatikan konteks sosial dan budaya saat ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan, serta prinsip-prinsip keadilan yang menjadi inti ajaran Islam.

Fazlur Rahman dalam karyanya Islam and Modernity menekankan bahwa penafsiran tradisional cenderung berfokus pada aspek legalistik. Sehingga mengesampingkan dimensi etika yang seharusnya menjadi dasar utama dalam memahami kitab suci.

Menurutnya, tafsir perlu berkembang sesuai dengan dinamika zaman agar tetap relevan dan efektif dalam menghadapi tantangan masa kini. Termasuk permasalahan ketimpangan gender.

Oleh karena itu, kita memerlukan metode tafsir yang lebih progresif dan inklusif. Di mana tidak hanya berfokus pada makna harfiah teks, tetapi juga mempertimbangkan konteks serta tujuan utamanya. Pendekatan semacam ini dapat membantu melawan narasi yang mendukung ketimpangan gender dan mendorong terciptanya masyarakat yang lebih adil dan setara. Yakni selaras dengan nilai-nilai Islam yang autentik.

Konsep Dasar Gender dalam Al-Qur’an

Konsep gender dalam Al-Qur’an berdasarkan pada prinsip kesetaraan dan keadilan yang mencerminkan nilai-nilai universal dalam Islam. Al-Qur’an menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan berasal dari penciptaan yang sama, sebagaimana penegasan dalam Surah An-Nisa (4:1) :

“Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”

Ayat ini menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki posisi yang setara di hadapan Allah. Baik dalam aspek spiritual, moral, maupun kemanusiaan. Konsep ini menjadi landasan teologis yang menekankan bahwa perempuan dan laki-laki adalah mitra yang saling melengkapi. Bukan pihak yang saling bertentangan atau berada dalam hubungan subordinasi.

Al-Qur’an juga menggambarkan hubungan laki-laki dan perempuan sebagai kolaborasi yang harmonis dalam mencapai keseimbangan hidup. Perbedaan biologis dan psikologis antara keduanya dimaksudkan untuk saling mendukung dalam menjalankan peran masing-masing dalam aspek sosial, keluarga, dan keagamaan. Tanpa bertujuan membentuk hierarki.

Dalam Surah Al-Hujurat (49:13), Allah berfirman : “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha teliti.”

Ayat ini menegaskan bahwa kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh gender, tetapi oleh tingkat ketakwaannya.

Menilik Sejarah Islam

Dalam sejarah Islam, perempuan tercatat memberikan kontribusi besar bagi perkembangan peradaban Islam. Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi Muhammad SAW, dikenal sebagai seorang pengusaha sukses yang memberikan dukungan finansial dan emosional terhadap dakwah Islam.

Aisyah binti Abu Bakar, salah satu istri Nabi Muhammad SAW, terkenal sebagai ulama terkemuka yang berperan penting dalam pengembangan ilmu hadis dan fikih. Peran-peran tersebut menunjukkan bahwa Islam memberikan kesempatan bagi perempuan untuk berkontribusi dalam ranah publik setara dengan laki-laki.

Namun, kesetaraan gender dalam Islam tidak kita maknai sebagai kesamaan mutlak dalam peran. Melainkan sebagai keadilan yang mengakui hak dan tanggung jawab sesuai dengan potensi masing-masing. Prinsip ini mencakup aspek spiritual, sosial, dan praktis, dengan tujuan mewujudkan keseimbangan dalam kehidupan manusia.

Pemahaman mengenai konsep gender perlu terus kita kembangkan melalui pendekatan tafsir yang lebih kontekstual dan inklusif. Penafsiran semacam ini dapat memperkuat nilai-nilai Islam tentang keadilan gender dan membantu umat mengatasi ketimpangan yang masih ada di berbagai aspek kehidupan.

Dengan merujuk pada inti ajaran Al-Qur’an, yang berfokus pada harmoni dan keseimbangan, Islam memiliki potensi besar untuk menjadi pendorong utama dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan setara.

Membangkitkan Narasi Keadilan Gender

Narasi keadilan gender bertujuan untuk mereformasi pandangan masyarakat mengenai peran dan posisi laki-laki serta perempuan dalam kehidupan sosial, politik, dan keagamaan. Dalam Islam, keadilan gender mencerminkan prinsip-prinsip Al-Qur’an yang menekankan keseimbangan, harmoni, dan penghormatan terhadap martabat manusia tanpa membedakan jenis kelamin.

Sebagai agama universal, Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga memberikan panduan tentang hubungan antarmanusia yang berlandaskan nilai-nilai keadilan. Sebagaimana dijelaskan dalam Surah An-Nahl (16:90) : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan

Sayangnya, narasi keadilan gender dalam Islam kerap terdistorsi oleh penafsiran yang bias. Budaya patriarki yang mengakar dalam masyarakat telah memengaruhi pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga prinsip-prinsip egalitarian yang sebenarnya terkandung dalam kitab suci tersebut sering diabaikan.

Aminah Wadud, dalam karyanya Qur’an and Woman, menekankan pentingnya membaca Al-Qur’an melalui perspektif hermeneutik yang mempertimbangkan konteks sejarah dan tujuan universalnya. Penafsiran seperti ini mampu membongkar struktur narasi patriarkis dan menggantinya dengan narasi yang lebih inklusif.

Penting untuk Melibatkan Perempuan secara Aktif

Untuk membangun narasi tentang keadilan gender, pendekatan yang mempertimbangkan konteks menjadi sangat krusial. Fazlur Rahman, dalam karyanya Islam and Modernity, menegaskan bahwa penafsiran Al-Qur’an perlu mencerminkan semangat keadilan yang sesuai dengan perkembangan dan dinamika masyarakat modern.

Pendekatan ini membuat tafsir Al-Qur’an tetap relevan dan tanggap terhadap berbagai tantangan modern, termasuk persoalan ketimpangan gender. Gagasan ini selaras dengan pandangan Asma Barlas dalam bukunya Believing Women in Islam, yang menekankan perlunya melepaskan penafsiran Al-Qur’an dari dominasi nilai-nilai patriarkal.

Dalam membangun narasi keadilan gender, edukasi dan literasi berbasis agama memegang peran yang sangat penting. Pendidikan yang menekankan pemahaman inklusif terhadap teks-teks agama dapat menjadi sarana efektif untuk melawan stigma dan stereotip yang merugikan perempuan.

Langkah ini dapat kita lakukan dengan melibatkan perempuan secara aktif dalam proses penafsiran, sehingga tercipta tafsir yang lebih adil dan mewakili berbagai perspektif. Peran ulama perempuan dan akademisi Muslimah dalam wacana keagamaan sangat penting untuk memperluas perspektif sekaligus memperkuat komitmen terhadap keadilan gender. []

Tags: amina wadudGenderKolom AgamaNarasi Keadilan GenderTafsir Adil Gender
Arie Riandry Ardiansyah

Arie Riandry Ardiansyah

Mahasiswa Studi Agama Agama, UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Manusia suka makan, minum, berpikir cuma sedikit

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID