• Login
  • Register
Kamis, 12 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Keterbatasan dan Peluang: ChatGPT dan atau Chatbot AI sebagai Toolkit Konsultasi Kasus Kekerasan Berbasis Gender

Bagaimana efektifitas kehadiran chatbot, baik chatbot AI maupun chat GPT sebagai tool utama atau garda depan ketika muncul kasus KBG?

Ivy S Ivy S
22/02/2025
in Publik
0
Kasus Kekerasan Berbasis Gender

Kasus Kekerasan Berbasis Gender

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Aku kena love scamming. Kenalan di dating apps, tahu aku sudah pernah menikah dan beranak dua, dia nyaman-nyaman aja ngajak nikah. Tahu-tahunya setelah itu dia minta aku foto tel*nj*ng dada. Bodohnya aku mau kayak terhipnotis. Setelah sadar dan nggak mau kontak lagi, dia ancam mau sebarkan fotoku. Bodoh banget aku tuh. Malu, merasa tak berdaya.

Mubadalah.id – Anggrek, teman di jejaring aktivis, tiba-tiba menghubungi setelah lama tak berkabar. Suara di telpon terdengar terbata-bata diselingi sedu sedan. Dia menyesali hal tersebut, sebagai aktivis merasa bodoh terperangkap kasus kekerasan berbasis gender semacam itu.

Langkah-langkah mitigasi sudah ia lakukan. Seperti melapor pada akun-akun yang memberikan advokasi perlindungan kepada korban. Sayangnya kecepatan bantuan, terutama pendampingan klien dari proses pelaporan sampai proses bantuan, tak seketika Anggrek dapatkan. Proses administratif lebih kepada mencatat dan upaya pengalihtanganan kasus menjadi skala prioritas.

Saya membandingkan dengan apa yang telah diterapkan di Mexico.  Violetta, seperti nama seorang perempuan, merupakan salah satu proyek yang menggunakan Artificial Intelligence yang dicetuskan Floretta Mayerson, Sara Kalach, Sasha Glatt and Carla Pilgram selama masa lockdown Covid-19.

Konsep para pembuatnya adalah dengan hanya mengirim satu pesan melalui WhatsApp. Lalu chatbot akan seketika menjawab,  “Saya di sini akan memberikan hal-hal yang kamu perlukan untuk menciptakan relasi tanpa kekerasan.” (terjemahan bebas)

Walau Violetta tak berbentuk nyata, maupun memberi perlindungan kepada korban seperti halnya layanan 911. Chatbot ini faktanya telah memberi support kepada 260 ribu pengguna anonim di Mexico sejak diperkenalkan kepada publik.

Baca Juga:

Memahami Dasar Logika AI: Bagaimana Cara AI Menjawab Permintaan Kita?

Antara Reels dan Realita: Dilema Orang Tua Gen Z di Tengah Arus Media Sosial

Kartini di Era Internet, Habis Gelap, Terbitlah Algoritma

Fitur Aksesibilitas yang Mengajarkan Kesadaran Empati

Violetta hanya satu dari beberapa proyek yang menggunakan artificial intelligence (AI), yang tercipta guna merujuk pada tindak penanganan kekerasan berbasis gender. Problem yang faktanya mengenai 1 dari 3 perempuan di dunia.

Ketika Kekerasan Berbasis Gender Terjadi

Berapa banyak dari kita, yang ketika seorang teman, saudara, kerabat atau malah diri sendiri terkena kasus kekerasan berbasis gender, bisa secara taktis meminta bantuan kepada lembaga yang bisa kita andalkan. Bukankah ketika sebuah tindak KBG terjadi, reaksi panik, malu, menyalahkan diri, atau merasa bodoh bukti ketakberdayaan. Bahkan merasa harus menyembunyikan diri seketika muncul.

Asumsi akan keengganan banyak ‘korban’ untuk melapor, umumnya didominasi hal-hal berikut :

Pertama, Kecemasan akan tidak dipercaya. Kecemasan dianggap ikut mencetus kekerasan tersebut, semisal dengan kata-kata, “kok nggak ngelawan, kok diam saja?” atau lebih ekstrem. “…jangan-jangan kamu menikmati juga.”

Lalu, kecemasan akan diberi komentar negatif cara berpakaian, cara bersikap dan berbicara, yang dituduhkan sebagai alasan mengalami kekerasan. Terakhir, kecemasan tidak mendapat dukungan emosional yang kita butuhkan.

Kondisi mental korban yang membuat penanganan jumlah kekerasan yang tak terungkap terus meninggi bak gunung es. Hingga membuat pegiat anti kekerasan terhadap perempuan di Indonesia tak tinggal diam. Hal itu terungkap oleh Anindya Restuviani, Direktur, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta dalam pernyataan pers-nya pada launching platform carilayanan.com, tahun 2021 lalu yang saya kutipkan di sini.

“… belum ada platform lengkap di mana korban bisa mengakses informasi tentang semua lembaga layanan di seluruh Indonesia. … Kami juga berharap ini menjadi pemicu bagi pemerintah untuk meningkatkan jumlah maupun kualitas lembaga layanan bagi korban kekerasan.”

Fitur Lembaga Penyedia Layanan Konsultasi

Saya penasaran mencoba platform tersebut. Terpampang fitur-fitur lembaga penyedia layanan konsultasi, bantuan hukum, konseling, rumah aman, kesehatan, khusus anak, layanan disabilitas. Juga ada tombol whatsapp yang segera terhubung kepada penyedia layanan.

Meski yang  menjawab juga berupa chatbot; lebih tepatnya chat GPT karena jawaban sudah tersistem dengan pencantuman sederet pilihan. Bantuan kekerasan, kerja sama, pendaftaran lembaga, layanan belajar, menenangkan diri, dan bantuan.

Untuk mengujicoba, saya mengakses pilihan menenangkan diri. Seketika muncul kalimat afirmasi positif. Tentang empati akan kejadian, lalu tentang dukungan bahwa kejadian yang kita alami bukan salah kita. Selain itu saran untuk menenangkan diri, dan informasi layanan bantuan konseling yang seumpamanya kita butuhkan lebih lanjut.

Dan, ketika keingintahuan saya berlanjut untuk mencoba klik lembaga konseling, tidak otomatis muncul jawaban. Bahkan sampai tulisan ini saya selesaikan.

Laman alternatif yang sangat mungkin jadi sandaran informasi dan penanganan kasus KBG ini, memang masih terus perlu kita kembangkan dan kita tingkatkan pelayanannya. Mereka pun menyadari bahwa penanganan kasus pada akhirnya akan berujung menghubungi aparat penegak hukum. Karenanya pada bagian kontak kami pada laman itu sendiri tak segan menyarankan bantuan darurat untuk sesegera mungkin ke kantor polisi.

Refleksi

Usai tiga tahun lebih diluncurkan, mari kita berefleksi. Bagaimana efektifitas kehadiran chatbot, baik chatbot AI maupun chat GPT sebagai tool utama atau garda depan ketika muncul kasus KBG?

Secara definitif, kita sepakati chatbot atau chatterbox merupakan salah satu artificial intelligence (AI) yang mampu mensimulasikan percakapan dan mengobrol dengan manusia. Seolah-olah pengguna berinteraksi dengan manusia sungguhan.

Chatbot punya beberapa kelebihan seperti mampu bekerja tak kenal waktu, sehingga dapat meningkatkan interaksi dengan klien (engagement rate) tak hanya satu dua orang saja. Selain itu mampu menyederhanakan percakapan sehingga tidak bertele-tele, serta berbiaya lebih rendah daripada mempekerjakan manusia.

Kelebihan tersebut faktanya nyaris sebanyak kekurangan yang ia miliki, seperti tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan dari user, karena chatbot terutama chat GPT hanya memahami bahasa manusia yang sederhana atau sesuai kueri -pertanyaan atau permintaan informasi yang sudah terprogram. Di mana yang perlu diupdate secara terus menerus, serta memiliki kompleksitas dan biaya lebih dalam pemasangan dan maintenance-nya.

Dan, yang paling utama chatbot tidak memiliki emosi dan kurang personalisasi, sehingga pengalaman bercakap-cakap dengan manusia termasuk sikap empatinya menjadi terstruktur, bukan alamiah.

Mengenal Chatbot

Untuk memahami chatbot ini, saya sempat berdiskusi dengan seorang relawan SAFEnet, di sela kesibukannya mempersiapkan program Bulan Aman Berinternet. Menurut Wida, chatbot bisa membantu paling tidak merespons cepat dan memberi semacam tindakan emergency kepada korban, karena bisa kita akses 24 jam.

Sistemnya pun biasa dan bisa langsung menginformasikan apa saja yang perlu korban lakukan. Karenanya kehadiran chatbot sangat mungkin mengisi kekurangan pendampingan manusia yang tidak stand by 24 jam.

Namun karena mesin, responnya lebih kepada tindak emergency dan langkah penanganan yang umum saja.

Tantangannya kemudian, kata Wida, problem KBG demikian banyak jenisnya, beberapa kasus sedikit rumit dan konteksnya bisa bermacam-macam. Lalu, karena jawaban yang tersedia pun perlu terkelola oleh manusia, ada kemungkinan respon cepatnya terlalu permukaan atau kurang pas dengan apa yang korban alami.

Saya tak menafikan pernyataan tersebut, karena sejak Pemerintah Indonesia memulai digitalisasi, layanan chat GPT maupun chatbot AI sudah banyak dikembangkan. Masalahnya, banyak layanan akhirnya hanya sampai tahap menerima laporan saja, karena umumnya layanan segera berakhir bersamaan dengan selesainya program Pemerintah.

“Selain karena pembiayaan yang tak murah, juga begitu usai program, tak ada yang bertanggung jawab untuk proses pemeliharaan (maintenance) lagi,” cetus Wida di akhir obrolan kami.

Semua yang Wida kisahkan nyata adanya. Tak semua penduduk Indonesia sudah melek digitalisasi. Artinya ketika tahu ada chatbot layanan, tak semua wilayah Indonesia memiliki sinyal internet yang stabil. Yang paling miris dari kasus KBG adalah tindak kekerasan mungkin terjadi bahkan di pelosok sekali pun. Di mana korban belum tentu melek teknologi, plus paham bahwa apa yang terjadi padanya adalah sebuah bentuk kekerasan.

Sungguh, PR besar kita bersama! []

Tags: Chat GPTChatbotKasus Kekerasan Berbasis GenderKonsultasiLembaga LayananMedia Digital
Ivy S

Ivy S

Ibu dua anak kelahiran Jakarta. Saat ini mendampingi si bungsu melaksanakan pendidikan jarak jauh dengan berinduk ke Salam Yogyakarta. Suka membaca, menulis dan travelling. Tim media dan jaringan Srikandi Lintas Iman, serta divisi workshop Puan Menulis.

Terkait Posts

Tanah Papua

Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua

12 Juni 2025
Kak Owen

Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon

12 Juni 2025
Sejarah Perempuan

Seolah-olah Tidak Resmi: Sejarah Perempuan dan Rezim yang Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

12 Juni 2025
Pancasila

Merawat Toleransi, Menghidupkan Pancasila

12 Juni 2025
Financial Literacy

Melek Financial Literacy di Era Konsumtif, Tanggung Jawab atau Pilihan?

11 Juni 2025
Raja Ampat

Kelompok Waifuna: Perempuan-perempuan Penjaga Laut Raja Ampat, Papua Barat

11 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sejarah Perempuan

    Seolah-olah Tidak Resmi: Sejarah Perempuan dan Rezim yang Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melek Financial Literacy di Era Konsumtif, Tanggung Jawab atau Pilihan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Toleransi, Menghidupkan Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua
  • Tauhid secara Sosial
  • Realita Disabilitas dalam Dunia Kerja
  • Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon
  • Seolah-olah Tidak Resmi: Sejarah Perempuan dan Rezim yang Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID