Mubadalah.id – Perempuan dari ujung timur itu adalah Fatmawati. Dia berasal dari Tukang kayu, Banyuwangi. Sebagai seorang Perempuan, ia memiliki prinsip inklusif dalam bersosial, menggaungkan kesetaraan dan kesalingan. Khususnya dengan Anak berkebutuhan khusus dan teman difabel.
Background akademiknya adalah seorang sarjana pertanian di Universitas Jember. Tetapi dalam realitasnya ia seorang pendidik yang gigih memperjuangkan hak kemanusiaan. Termasuk kepada teman penyandang disabilitas.
Kemudian perihal penyandang disabilitas, ia memiliki perspektif jauh lebih inklusif terhadap penyandang disabilitas jika kita bandingkan dengan pandangan konvensional yang sering kali menempatkan difabel sebagai kelompok yang terpinggirkan.
Inklusifitas Bukan Ekslusifitas
Pada tahun 2008 Fatmawati mendirikan PAUD Cerdas Inklusi yang gratis tanpa biaya. Awalnya ia belum mengenal apa itu inklusi, karena pemerintah belum mendeklarasikan sekolah inklusi. Dengan hal ini Kiprahnya dalam memperjuangkan hak Pendidikan penyandang disabilitas ia mulai dari hal-hal yang sederhana.
Salah satu bentuk kesederhanaan itu adalah kesadaran sosial. Agaknya Fatmawati cukup peka dengan kesenjangan sosial. Ia sadar melihat anak kecil banyak yang tidak sekolah di sekelilingnya. Yang paling sederhana lagi baginya adalah Ikhlas berbuat, atau tidak mengharap apapun dan mengikuti kata hati, pokok seneng.
Baginya, Inklusif adalah bentuk bersama, bersatu untuk menikmati dan berinteraksi dalam satu lingkungan. Ia berasumsi bahwa Anak Berkebutuhan Khusus dan Difabel dapat menikmati lingkungan seperti umumnya.
Dengan kata lain, inklusifitas bukan hanya tentang memberi ruang bagi difabel untuk mengakses fasilitas fisik, tetapi juga menyentuh dimensi sosial dan budaya, di mana penyandang disabilitas kita perlakukan dengan martabat dan kita akui potensi serta kontribusinya dalam masyarakat. Karena terapi sosial membawa dampak yang signifikan terhadap interaksi penyandang disabilitas untuk lebih baik.
Salah satu upayanya untuk menciptakan kawasan inklusif, ia sadar akan hak-hak kemanusiaan. Dengan dasar kemanusiaan ia menanamkan dogma bahwa sesama manusia harus memandang manusia lain dengan seutuhnya.
Selain itu, baginya untuk menciptakan masyarakat inklusif, transformasi tidak melulu terjadi pada aspek fisik, seperti aksesibilitas. Tetapi juga dalam cara pandang masyarakat terhadap difabel. Secara tidak langsung ia berupaya untuk menangkis dan menghapus adanya stigma Difabel adalah aib.
Sedikit menilik motivasi darinya “ Cintailah Makhluk Yang Ada di Bumi, maka makhluk yang ada di langit akan mencintaimu juga”.
Melihat Fatmawati dengan Trilogi KUPI
Mengapa Trilogi KUPI? Yapss betul, karena kebaikan, kesalingan, keadilan, dan kemaslahatan selalu diperjuangkan dengan konsisten.
Fatmawati memperjuangkan hak-hak teman difabeldan menciptakan ruang inklusif dengan dasar kemanusiaan. Sekolah PAUD Inklusi “Cerdas” menjadi titik utama inklusifitas tercipta. Tentu hal tersebut merupakan kebaikan yang nyata, dan ia menunjukkan bahwa Perempuan bukanlah makhluk yang lemah.
Jika kita kaitkan dengan Trilogi KUPI, kegiatan yang dilakukan oleh Fatmawati memiliki integrasi sosial yang sangat kuat dan memuat nilai-nilai kemaslahatan. Sebut saja Trilogi KUPI yang terkenal itu : Makruf, Mubadalah, dan Keadilan Hakiki.
Perihal Makruf, sikap Fatmawati telah masuk pada kategori ini. Karena kegiatan yang ia lakukan berpacu pada rasa Ikhlas, bersifat kebaikan, dan ingin menghapus keburukan. Tercermin dari upayanya yang menerima tantangan dan hujatan dari pihak luar demi menciptakan ruang inklusif.
Baginya “Jadikan Kesulitan itu sebagai tantangan untuk mencari jalan terbak, bukan malah menganggapnya sebagai masalah”
Kemudian, prinsip Mubadalah secara tidak langsung telah ia terapkan dalam keseharian. Ia mendidik dan mengajak bermain penyandang disabilitas dengan enteng dan sabar, bahkan telah melahirkan alumni-alumni yang cukup berkualitas. Hal tersebut ia upayakan agar sebagai non-difabel mengerti jika terdapat perbedaan antar manusia dari segala aspek, dan itulah yang membuat rasa saling peduli tumbuh.
Dalam menciptakan Keadilan hakiki, Fatmawati berusaha untuk meyakinkan pihak luar dengan adanya sekolah inklusif. Meskipun sekolah itu gratis, tetapi ia menjamin mutu dan kualitas Pendidikan yang diberikan. Sehingga kepercayaan itu mulai terwujud dan seseorang yang memiliki kuasa dapat membantu serta memberikan fasilitas sekolahnya.
Selain itu, keadilan yang ia bangun adanya pendidikan parenting untuk membekali orang tua murid berbagi pengetahuan tentang pengasuhan, serta ilmu-ilmu lain untuk menunjang pendidikan anak ketika berada di rumah dengan mendatangkan ahli dari berbagai bidang berkaitan dengan perkembangan anak.
Sebagai perempuan dari ujung timur Banyuwangi, Fatmawati mengajarkan pada kita bahwa setiap individu, terlepas dari latar belakang atau kondisi fisik mereka, memiliki hak untuk hidup dengan bermartabat dan kesempatan yang setara. Semangat inklusifitas yang ia bawa tidak hanya mengubah hidup penyandang disabilitas, tetapi juga memperkuat komunitas dan membangun masa depan yang lebih baik bagi semua. []