• Login
  • Register
Selasa, 10 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Ngaji Ramadan bersama Buya Husein: Nasihat Imam Ghazali untuk Penguasa dan Indonesia Hari Ini

Seorang pemimpin haruslah mereka yang memiliki kasih sayang kepada rakyatnya, besar cinta kasihnya, mengedepankan kepentingan rakyat di atas segalanya. Bukan kepentingan diri dan keluarga saja.

Siti Robiah Siti Robiah
10/03/2025
in Personal
0
Buya Husein

Buya Husein

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Selama bulan suci Ramadan, Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina mengadakan berbagai ngaji kitab yang diisi oleh berbagai tokoh yang luar biasa hebat. Namun ada salah satu ngaji Ramadan yang menurutku cukup menarik. Yaitu kajian dari KH. Husein Muhammad atau yang kerap disapa Buya Husein yang mengkaji Kitab Al-Tabar Al-Masbuk fi Nasihat Al-Muluk karya Imam Abu Hamid Al-Ghazali.

Secara bahasa kitab ini memiliki makna “Nasihat untuk Para Penguasa.” Sehingga bahasan di dalam kitab ini tidak jauh menjelaskan tentang masalah politik dan sosial dalam bentuk nasihat, khutbah, dan perintah moral. Tujuannya adalah untuk memberi manfaat dan pedoman bagi penguasa dan politisi agar tidak terlena dan lalai akan tanggungjawab besarnya.

#IndonesiaGelap

Kajian ini menjadi sangat menarik jika mengingat ramainya berita akhir-akhir ini yang membahas tentang keadaan Indonesia dan ramainya #IndonesiaGelap. Naiknya tagar ini sebagai bentuk kekecewaan rakyat terhadap para pemerintah dan politisi saat ini.

Apakah benar para pemangku kekuasaan adalah mereka yang peduli dengan rakyat atau sekadar mencari untung saja. Apakah mereka adalah pembela kepentingan umat atau sebatas kepentingan hasrat, agar menjadi semakin kuat dan gila pangkat?

Melalui kitab ini kita akan bersama mempelajari tentang bagaimana seharusnya pemimpin itu bertindak. Karena pada dasarnya bukankah semua jiwa manusia dan termasuk kita adalah pemimpin bagi dirinya sendiri?

Baca Juga:

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Pesan Nyai Alissa Wahid di Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Adapun menurut sejarahnya, kitab ini ditulis di akhir hayatnya dalam bahasa Persia untuk Sultan Muhammad bin Malik Shah Al-Seljuk, yang wafat pada tahun 511 H. Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh salah seorang muridnya, Safi Al-Din Ali bin Mubarak bin Muhub Al-Arbili, pada abad Ke-6 Hijriah atas permintaan Atabeg Alp Qutluj, penguasa Mosul, yang wafat pada tahun 595 H / 1199 H.

Tepatnya di hari Senin 3 Maret 2025 bertempat di Rumah Joglo, Buya Husein mengawali kajian kitab ini. Raut Bahagia pun banyak dipancarkan bukan hanya dari Buya tetapi dari para Mahasantriwa (sebutan bagi Mahasiswa SUPI) yang sudah menunggu kegiatan ngaji ini.

Muqaddimah

Dalam muqaddimah-nya Buya Husein menyampaikan jika pembahasan terkait kitab ini menjadi sangat relevan dan penting untuk dibahas.

“Kitab ini menjadi sangat relevan untuk kita bahas. Terutama dengan melihat kondisi Indonesia saat ini,” kata Buya.

Buya Husein menjelaskan bahwa kitab ini berbicara tentang etika politik dan nasihat terhadap para penguasa. Seorang pemimpin haruslah mereka yang memiliki kasih sayang kepada rakyatnya, besar cinta kasihnya, mengedepankan kepentingan rakyat di atas segalanya. Bukan kepentingan diri dan keluarga saja.

Walaupun baru pengantar kitab, apa yang disampaikan Buya patut menjadi bahan refleksi. Bagaimana kasus korupsi dan nepotisme di negeri ini sangat kental. Apa yang seringkali di suarakan sebagai negara demokrasi yang menjungjung kepentingan rakyat, malah seakan redup dan mati dan yang hidup adalah kepentingan pribadi.

Jika meninjau kembali kebijakan-kebijakan pemerintah yang sempat membuat heboh kemarin. Dari isu kenaikan PPN, kelangkaan Gas Elpiji yang bahkan menelan korban jiwa. Lalu pembebasan lahan yang menggusur tanah masyarakat adat atau yang terbaru tentang efisensi anggaran yang dinilai malah merugikan.

Kasus Korupsi

Belum lagi, berita korupsi yang tiada habisnya. Dari kasus Pertamina bahkan sampai pemalsuan emas Antam, yang merugikan rakyat Indonesia hingga 1 kuadriliun. Tidaklah mengherankan, jika banyak masyarakat yang merasa kecewa dan pesimis terhadap pemerintahnya sendiri. Akan dibawa kemana kepercayaan yang telah mereka berikan?

Adalah benar yang Buya sampaikan terkait kriteria pemimpin harus besar cinta kasih kepada rakyat agar kebijakannya tidak sekedar menguntungkan dan bagus saja. Tetapi harus mencakup kemaslahatan dan kemanfaatan rakyat secara keseluruhan bukan juga hanya sebagian.

Pemimpin haruslah mereka yang adil dan memiliki rasa takut dan malu mengambil apa yang bukan haknya. Buya Husein mendefinisikan bahwa adil adalah memberikan sesuatu sesuai dengan proporsinya.

“Siapapun penguasa yang diserahi untuk mengurus tapi menipu tidak memberi pencerahan dan menyayangi rakyat. Maka Allah Swt haramkan surga baginya,” jelas Buya.

Teks ini semakin memperkuat amanat besar yang dimiliki para pemangku jabatan, agar tidak semena-mena atau mengingkari janji manis yang telah dikampanyekan saat dahulu sibuk menarik suara.

Ketika seorang pemimpin menyayangi rakyatnya maka yang ada adalah bayangan ketika rakyatnya kesulitan dan kesusahan dalam menahan lapar, susahnya akses pendidikan, atau sulitnya jaminan kesehatan. Bukan bayangan kursi megah, mobil mewah, rumah besar dan atribut kenyamanan lainnya.

Pakailah fasilitas sewajarnya, silahkan manfaatkan tapi jangan sampai lupa dan terlena untuk tujuan utama. Pemimpin yang adil akan dicintai rakyat dan mendapat surga. Tapi tahan dulu, jangan langsung sibuk menciptakan surga versi dunia dengan menghalalkan segala cara. Padahal tujuan utama mencintai dan menyayangi rakyat saja belum terlaksana.

Hubungan Ulama dan Penguasa

Buya Husein juga dalam candaanya menyinggung tentang hashtag yang sedang ramai “kabur aja dulu” yang lantas mengundang tawa. Tapi ini menandakan bahwa Buya adalah ulama yang melek dan sangat memperhatikan tren dan isu yang ada. Terutama jika berkaitan dengan kepentingan rakyat dan kelompok termarjinalkan.

Ini menjadi petuah besar bahwa sebagai rakyat kita memang harus cakap dan melek akan politik. Sehingga kita bisa mengawal dan mengawasi dan mengevaluasi segala kebijakan yang pemerintah keluarkan, tepatnya masyarakat adalah sebaik-baiknya quality control.

Buya juga menjelaskan isi kitab ini tentang keterlibatan ulama dan para penguasa. Imam al-Ghazali mengingatkan bahwa seorang sultan atau khalifah (pemimpin) tidak boleh meninggalkan ulama. Namun, seorang juga kita harus cermat, tidak sembarang ulama yang harus diminta nasihat.

Terdapat juga ulama Suu’ (ulama buruk) yang justru menjerumuskan negara pada kerusakan. Melansir dari dakta.com cirinya, ulama yang buruk adalah ulama yang selalu memuji-muji raja secara tidak wajar, tujuan dakwahnya selalu mengarah pada duniawi.

Sebaliknya seorang ulama sejati (yang al-Ghazali sebut sebagai ulama al-akhirah) sama sekali tidak mengharapkan balasan uang dari tangan seorang raja. Ia memberi nasihat ikhlas karena meinginginkan perbaikan dalam diri raja, negara dan masyarakat.

Buya menjelaskan jika ulama yang buruk adalah mereka yang mendekati penguasa untuk perkara duniawi seperti harta dan sebagainya. Padahal peran ulama sangat diperlukan sebagai pengingat bagi penguasa agar tidak lupa akan amanat besarnya menjadi pemimpin adil dan dicintai rakyatnya.

Kitab Ihya’ Ulumuddin

Di kitab lain Imam Al Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin Juz 2 halaman 357:

‎ففساد الرعايا بفساد الملوك وفساد الملوك بفساد العلماء وفساد العلماء باستيلاء حب المال والجاه ومن استولى عليه حب الدنيا لم يقدر على الحسبة على الأراذل فكيف على الملوك والأكابر والله المستعان على كل حال

Artinya: “Maka kerusakan rakyat itu karena kerusakan penguasa, dan rusaknya penguasa itu karena rusaknya para ulama. Dan rusaknya para ulama itu karena kecintaan pada harta dan kedudukan. Siapa yang terpedaya akan kecintaan terhadap dunia tidak akan kuasa mengawasi hal-hal kecil, bagaimana pula dia hendak melakukannya kepada penguasa dan perkara besar? Semoga Allah menolong kita dalam semua hal.”

Melalui ini kita bisa merenungkan kualitas negara tidak akan terpisahkan dari kualitas pemerintahan. Kualitas pemerintahan tentu adalah hasil dari rakyat yang cerdas dalam mengontrol dan memberikan kritik terhadap segala kebijakan. Ulama dan pemuka agama ditegaskan punya andil besar dalam memberikan teladan dan pengingat untuk kebaikan negaranya.

Akhir kata. Marilah kita berdoa:

Indonesia bahagia.
Suburlah tanahnya,
Suburlah jiwanya,
Bangsanya,
Rakyatnya, semuanya,
Sadarlah hatinya,
Sadarlah budinya,
Untuk Indonesia Raya. []

Tags: Buya Huseinimam al-ghazaliIndonesianasihatNgaji RamadanPenguasa
Siti Robiah

Siti Robiah

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Tragedi Sejarah

Menolak Lupa, Tragedi Sejarah Kekerasan terhadap Perempuan

9 Juni 2025
Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Haji yang

    Perempuan yang Terlupakan di Balik Ritual Agung Haji

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam dan Kemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Keadilan Sosial dalam Ajaran Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Hari Raya Iduladha: Setiap Kita Adalah Ibrahim, Setiap Ibrahim punya Ismail

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan yang Terlupakan di Balik Ritual Agung Haji
  • Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih
  • Islam dan Kemanusiaan
  • Refleksi Hari Raya Iduladha: Setiap Kita Adalah Ibrahim, Setiap Ibrahim punya Ismail
  • Prinsip Keadilan Sosial dalam Ajaran Islam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID