Senin, 18 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    80 Tahun Merdeka

    80 Tahun Merdeka: Menakar Kemerdekaan dari Kacamata Mubadalah dan KUPI

    80 Tahun Indonesia

    80 Tahun Ke(tidak)beragaman Indonesia: Membicarakan Konflik Sesama Bangsa dari Masa ke Masa

    Malam Tirakatan

    Malam Tirakatan Ruang Renungan dan Kebersamaan Menyambut Kemerdekaan

    Kemerdekaan Sejati

    Kemerdekaan Sejati dan Paradoks di Tanah yang Kaya

    Pati Bergejolak

    Pati Bergejolak: Ketika Relasi Penguasa dan Rakyat Tidak Lagi Berkesalingan

    PLTU Cirebon

    PLTU Cirebon dan Gelapnya Hidup Nelayan Waruduwur

    Status Sosial

    Status Sosial Membawa Perempuan Keluar dari Patriarki

    Kesadaran Gender

    Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

    Sejarah Ulama Perempuan

    Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kesehatan Reproduksi Sejak dini

    Pendidikan Kesehatan Reproduksi Sejak Dini

    Keturunan

    Memilih Pasangan dari Keturunan Keluarga Orang Baik

    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    Pasangan Hidup

    Memilih Pasangan Hidup yang Setara

    Kriteria Pasangan

    Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    Poligami

    Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

    Pasangan

    Berjanji Setia dengan Satu Pasangan

    Anak Sekolah

    Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    80 Tahun Merdeka

    80 Tahun Merdeka: Menakar Kemerdekaan dari Kacamata Mubadalah dan KUPI

    80 Tahun Indonesia

    80 Tahun Ke(tidak)beragaman Indonesia: Membicarakan Konflik Sesama Bangsa dari Masa ke Masa

    Malam Tirakatan

    Malam Tirakatan Ruang Renungan dan Kebersamaan Menyambut Kemerdekaan

    Kemerdekaan Sejati

    Kemerdekaan Sejati dan Paradoks di Tanah yang Kaya

    Pati Bergejolak

    Pati Bergejolak: Ketika Relasi Penguasa dan Rakyat Tidak Lagi Berkesalingan

    PLTU Cirebon

    PLTU Cirebon dan Gelapnya Hidup Nelayan Waruduwur

    Status Sosial

    Status Sosial Membawa Perempuan Keluar dari Patriarki

    Kesadaran Gender

    Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

    Sejarah Ulama Perempuan

    Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kesehatan Reproduksi Sejak dini

    Pendidikan Kesehatan Reproduksi Sejak Dini

    Keturunan

    Memilih Pasangan dari Keturunan Keluarga Orang Baik

    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    Pasangan Hidup

    Memilih Pasangan Hidup yang Setara

    Kriteria Pasangan

    Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    Poligami

    Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

    Pasangan

    Berjanji Setia dengan Satu Pasangan

    Anak Sekolah

    Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Khilafiyah Rakaat Tarawih: Agama Memfasilitasi Pengalaman Biologis Perempuan untuk Beribadah

Di balik khilafiyah jumlah rakaat tarawih ini, terdapat makna lain yang sangat berarti bagi kaum perempuan dalam hal beribadah.

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
19 Maret 2025
in Uncategorized
0
Rakaat Tarawih

Rakaat Tarawih

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa malam mini, saat hendak melaksanakan salat tarawih bersama di rumah, anak perempuan pertamaku selalu bertanya, “Bubu salatnya berapa rakaat?” Ku jawab, “20 rakaat tarawih dan ditambah 2 rakaat lidaf’il bala.”  Pertanyaan ini ia tanyakan berulang-ulang selama tiga malam. Setiap selesai bertanya dia terdiam sambil memainkan mainannya.

Walaupun dia bermain, saya memahami bahwa ada yang sedang berputar-putar di otaknya. Dugaan saya benar, di hari berikutnya, anakku bertanya, “Bubu, hari Rabu minggu kemarin, kata Miss Nur, tarawih itu 11 rakaat, tapi kok Bubu dan Mbah Mamak berbeda?” Ia menunggu jawaban dengan mata yang menatap dengan dalam.

Iya, oleh saya dan suami, anak kami ini kami sekolahkan di sekolah Muhammadiyah. Sedangkan kultur dalam keluarga kami cenderung NU. Sehingga, pertanyaan-pertanyaan demikian sangat mungkin ditanyakan oleh anak kami. Bagaimana reaksi saya saat pertanyaan itu muncul?

Tidak sedikitpun saya sedih dan denial. Justru itu bagian dari tujuan kami menyekolahkannya di sana. Yakni untuk melihat, mendengar, mengamati dan menyadari bahwa perbedaan adalah kehendak Tuhan (QS. Al-Hujurat: 13, QS. Al-Maidah: 48) yang harus senantiasa menyikapi dengan baik.

Perbedaan Pelaksanaan Tarawih

Saya memulai menjawab pertanyaannya dengan mengatakan, “Tradisi pelaksanaan tarawih itu beragam Kak. Ada yang 11 rakaat bersama witir, ada yang 8 rakaat aja, ada yang 23 bersama witir, ada yang 20 saja. Tapi, dalam tradisi Guru kita, orang tua kita, Bubu (memilih sama seperti mereka) 22 rakaat bersama lidaf’il bala’ (dengan witir diakhirkan secara munfarid). Mau (memilih) tarawih berapa (aja) rakaatnya juga gak papa, semuanya benar. Yang nggak boleh itu ngata-ngatain orang: Itu salah! Ini salah!”

Lalu, saya juga menjelaskan apa yang mendasari perbedaan-perbedaan tersebut berdasarkan teks yang menjadi sumber penetapannya. Anakku mendengarkannya dengan seksama. Kemudian ia kembali bertanya, “Tapi kata Miss Nur, 11 rakaat aja anak-anak.”

Saya senang sekali mendengarkan penjelasan Miss Nur ini, ia tidak memonopoli penafsiran teks, ia menyertai illah berbeda yang dapat anak-anak pahami sebagai pelakunya. Sehingga, anak-anak memiliki sebuah konsep hukum, bahwasanya hukum itu tidak bersifat kaku, melainkan menyesuaikan kondisi pelakunya, atau bahasa fikihnya adalah menyesuaikan kondisi sang mukallaf.

Kemudian saya merespon pertanyaan anakku ini. “Iya Kak, semuanya boleh, anak-anak nggak kuat banyak-banyak (rakaat) juga nggak papa. Kakak nggak solat juga nggak papa. Karena (tarawih) nggak wajib hukumnya, tapi sunnah.”

Istilah Tarawih tidak ada Dalam al-Qur’an dan Hadis

Jawaban ini saya dasarkan pula pada tulisan Kiai Faqih dalam feed Instagramnya. Kiai Faqih menuliskan, bahwasanya istilah “tarawih” itu adalah khas Fikih ulama madzhab, dan tidak ada dalam Alquran maupun Hadis. Tidak ada pembicaraan yang fiks dalam Hadits, tentang salat tarawih di bulan Ramadan; yang ada adalah tentang salat malam, baik di bulan Ramadan maupun di luarnya. Seperti salat Witir, di Ramadan dan di luar Ramadan.

Menurut mayoritas ulama, hukum melaksanakan salat tarawih adalah sunnah (dengan jumlah rakaat yang berbeda antara satu ulama dan lainnya). Perbedaan ini adalah hal yang diperbolehkan. Kiai Faqih menggunakan diksi, “Ya boleh banget. Tetapi sama sekali tidak bisa dikatakan, bahwa dalam Hadits ada penjelasan yang gamblang, mengenai rakaat, tempat di masjid (tempat tertentu), mengenai salat bernama tarawih yang khusus di malam bulan Ramadan.”

Atas dasar ini, Kiai Faqih menegaskan, bahwa (pandangan tertentu) sama sekali tidak bisa kita klaim sebagai paling sunnah, sesuai dengan Hadits, atau selaras dengan teladan Nabi Muhammad saw. Kendati demikian, Kiai Faqih menjelaskan, “Namun, setidaknya, secara waktu, para Imam Madzhab, seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, adalah ulama otoritatif pada masanya, yang masih dekat dengan Nabi Muhammad saw., karena hidup di akhir abad pertama dan awal abad kedua Hijriyah.”

Dengan kata lain, kedua Imam Madzhab ini sudah bertemu dengan beberapa sahabat Nabi Muhammad saw., mendengar dan mempraktikkan salah tarawih bersama generasi pertama Islam. Demikianlah penjelasan Kiai Faqih perihal salat tarawih.

Kisah Gus Dur

Anakku masih menyimak penjelasanku dengan seksama. Saya melanjutkan obrolan kami dengan menceritakan kisah Gus Dur saat Presiden Soeharto memintanya mengimami salat tarawih. Saat itu Gus Dur berkelakar dengan menawarkan pilihan, apakah salat tarawih akan dilaksanakan dengan mengikuti NU lama (23 rakaat bersama witir) atau NU baru (diskon 60%, alias 11 rakaat).

Dan akhirnya Pak Soeharto memilih 11 rakaat karena pinggangnya yangs sedang sakit. Kisah ini saya sampaikan ke anakku agar ia dapat melihat banyaknya pendapat yang dapat kita pilih dengan menyesuaikan kondisi yang sedang ia alami. Agar dalam beragama, ia tidak merasa terbelenggu dan terpaksa, melainkan dengan kesadaran sepenuh diri dan kondisi jiwa yang bahagia.

Kemudian, saya kembali berbincang dengan anakku. Saya mengaitkan khilafiyah jumlah rakaat salat tarawih ini dengan pengalaman biologis perempuan yang pernah saya alami. Saya mengatakan bahwa almarhum Ayah saya juga pernah memberikan tawaran saat hanya mengimami anak-anak dan istrinya sebagaimana yang dilakukan Gus Dur.

Ayah saya saat itu melihat kondisi saya yang sedang menyusui anakku ini, dan saya kerepotan karena anakku belum bisa saya tinggal salat dalam waktu yang cukup lama. Kendati Ayah tetap mengimami 22 rakaat, namun ia mempersilahkan saya apabila ingin mencukupkan 8 rakaat saja.

Pun demikian saat saya hamil besar anak kedua yang juga sudah mendekati HPL saat Ramadan. Saya tetap ingin mendapat fadilah tarawih, namun tidak sanggup untuk melaksanakan 22 rakaat. Akhirnya saya tetap melaksanakan dengan hanya mengikuti jamaah sebanyak 8 rakaat saja. Suami dan keluargaku tidak satu pun yang mengatakan apa yang saya lakukan adalah sebuah kesalahan.

Hikmah Khilafiyah

Di sinilah hikmah dari pesan Guruku, Abah Anom yang berwasiat, “Ulah nyalahkeun kana pangajaran batur/Jangan menyalahkan pengajaran orang lain.” Karena, saling menyalahkan tidak memberikan kemaslahatan. Toh pernyataan yang masyhur dalam tradisi keislaman mengatakan, bahwa perbedaan di antara umat Nabi Muhamamd saw. adalah rahmat.

Dan perbedaan merupakan sebuah keharusan. Tanpa adanya perbedaan, maka tidak akan ada rukhsah (karena ada kebutuhan dan dalam kondisi yang tidak memungkinkan). Jikalau dianggap talfiq, maka yang demikian boleh-boleh saja.

Dalam merumuskan sebuah hukum, seseorang boleh mengambil beberapa pendapat dari madzhab berbeda; Demikian ini adalah penjelasan dari Syekh Azhar yang diiyakan oleh Habib Alwi Shihab; dengan catatan, asalkan sesuai dengan kemaslahatan umat dan membuat hidup tidak mendaptkan kesulitan.

Pendapat ini mengingatkan saya pada penjelasan Gus Min (allahuyarham, guru ngaji saya di Samidan, Jombang, Jawa Timur), perihal kebolehan mengambil pendapat madzhab lain, selain Syafiiyah yang diikuti mayoritas Muslim Indonesia.

Seperti pada contoh keabsahan jual-beli buah pohon yang menjadi tradisi orang Jawa (karena sama-sama telah mengetahui perkiraan buah yang dihasilkan), atau juga sahnya jual beli tanpa  diucapnya sighat akad jual beli tersebut (karena sudah sama-sama mengetahui dan rida di antara kedua pihak).

Perspektif Beragam atas Isu Keagamaan

Diskusi sederhana bersama anakku ini menguatkan saya, bahwasanya memang seyogyanya pembelajaran itu mampu menggelitik daya pikir para peserta didik. Hingga kemudian membuka ruang diskusi berkelanjutan di ruang sosial yang ia miliki.

Ruang diskusi ini dapat memberikan perspektif baru pada semuanya, sehingga kita tidak mudah kaget terhadap perbedaan yang ada, dan tidak pula mudah menghakimi liyan yang berbeda dengan pilihan kita. Diskusi bersama siapapun, bebarengan kita bentuk agar tidak saja bersifat analisa secara tekstual, tetapi juga kontekstual, khususnya bagi kaum perempuan.

Diskusi yang demikian akan membawa kita pada wawasan pandangan keagamaan yang tidak kaku. Di mana pada suatu saat akan bermanfaat bagi kita, khususnya para perempuan dalam menikmati pengalaman biologisnya. Ini adalah bagian dari cara Tuhan mencintai semua hamba-Nya.

Memberikan perspektif yang beragam atas isu keagamaan tertentu (hal-hal furu’iyyah) merupakan bagian dari taqarrub bain al-madzahib, yakni sebuah usaha untuk merekonsiliasi, mempertemukan berbagai pendapat untuk menghindari fanatisme.

Ringkasnya, di balik khilafiyah jumlah rakaat tarawih ini, terdapat makna lain yang sangat berarti bagi kaum perempuan dalam hal beribadah. Juga secara tidak langsung, khilafiyah ini dapat menyanggah penafsiran tekstual perihal perempuan lemah agama dan akal. Wallahu ‘alam. []

 

 

Tags: ibadahislamKhilafiyahRakaat TarawihRamadan 1446 H
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Kriteria Pasangan
Hikmah

Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

15 Agustus 2025
Perjalanan Spiritual
Personal

Membiasakan Berefleksi Sebagai Bagian dari Perjalanan Spiritual

14 Agustus 2025
Kemerdekaan
Hikmah

Islam dan Kemerdekaan

13 Agustus 2025
Mubadalah dan Disabilitas
Personal

Menyandingkan Konsep Mubadalah dan Disabilitas: Praktik Islam yang Rahmah Bagi Semua

13 Agustus 2025
Aquarina Kharisma Sari
Publik

Menyoal Podcast Aquarina Kharisma Sari; Benarkah Feminisme Menjadikan Perempuan Bermental Korban?

12 Agustus 2025
Anak
Hikmah

Perhatian Islam terhadap Anak

8 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Malam Tirakatan

    Malam Tirakatan Ruang Renungan dan Kebersamaan Menyambut Kemerdekaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 80 Tahun Ke(tidak)beragaman Indonesia: Membicarakan Konflik Sesama Bangsa dari Masa ke Masa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 80 Tahun Merdeka: Menakar Kemerdekaan dari Kacamata Mubadalah dan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemerdekaan Sejati dan Paradoks di Tanah yang Kaya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 80 Tahun Merdeka: Menakar Kemerdekaan dari Kacamata Mubadalah dan KUPI
  • 80 Tahun Ke(tidak)beragaman Indonesia: Membicarakan Konflik Sesama Bangsa dari Masa ke Masa
  • Malam Tirakatan Ruang Renungan dan Kebersamaan Menyambut Kemerdekaan
  • Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan
  • Kemerdekaan Sejati dan Paradoks di Tanah yang Kaya

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID