• Login
  • Register
Senin, 30 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Muhammad Bercerita: Meninjau Ungkapan Laki-laki Tidak Bercerita dan Mitos Superioritas

Nabi melampaui mitos superioritas dengan menunjukkan diri sebagai figur laki-laki yang bercerita. Ia menceritakan kegelisahannya kepada Khadijah.

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
13/05/2025
in Personal
0
Laki-laki tidak bercerita

Laki-laki tidak bercerita

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pernah dengar ungkapan “laki-laki tidak bercerita”? Kata-kata itu masih ramai di media sosial sampai saat ini. Konten dengan caption demikian seakan ingin bilang kalau laki-laki itu kuat untuk memendam semuanya sendiri.

Ia kuat, makanya sudah tidak perlu bercerita. Kalau tidak kuat, ya dikuat-kuatkan, sebab ia laki-laki, makhluk yang tertuntut untuk superior dalam sistem sosial patriarki.

Laki-laki Tidak Bercerita: Sebuah Mitos Superioritas

Patriarki mengidealkan laki-laki sebagai sosok superior. Hal ini tidak lepas dari patriarki itu sendiri, yang sebagaimana Sylvia Walby dalam Theorizing Patriarchy, merupakan sistem dari struktur dan praktek sosial di mana laki-laki yang harus mendominasi.

Untuk membangun dominasi itu, maka perlu mitos superioritas. Dari karakter patriarki ini muncul mitos bahwa laki-laki tidak bercerita. Hal itu sebab sistem sosial ini menuntutnya untuk terus tampil kuat.

Di waktu sedih, ia tidak boleh menampakkan kesedihannya. Di kala gelisah, ia tidak boleh menceritakan kegelisahannya. Kenapa begitu? Sebab, ia sosok superior, dan bercerita atau mengadu akan mencoreng citra superioritas. Maka, dalam mitos superioritas patriarki, laki-laki adalah subjek yang tidak pantas bercerita meski ingin. Ia tertuntut untuk tampil sebagai figur yang paling.

Baca Juga:

Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

Stop Bilang Laki-laki Tidak Bercerita

Hikmah Berkuban (1): Belajar Jadi Ayah yang Komunikatif Dari Kisah Nabi Ibrahim

Toxic Masculinity dalam Relasi Sehari-hari

Paradigma ini memunculkan relasi paling dengan dominasi satu pihak, dan menihilkan relasi saling antara dua pihak. Di mana, laki-laki sebagai figur yang paling seakan tidak pantas bercerita kepada perempuan. Pun, demikian perempuan memandang laki-laki sebagai figur yang paling tidak wajar mengeluh. Ia harus selalu tampil kuat, pantang lemah.

Tapi, Muhammad Bercerita kepada Khadijah

Bicara tentang ungkapan laki-laki tidak bercerita, saya jadi ingat dengan sejarah turunnya wahyu (al-Qur’an) pertama. Sebagaimana dalam Hayat Muhammad karya Muhammad Husain Haekal, pengalaman pertama kali menerima wahyu di Gua Hira membuat Nabi Muhammad SAW merasa gelisah dan takut.

Nabi bertanya-tanya tentang peristiwa yang ia alami. Tentang sosok malaikat Jibril yang ia lihat. Dan, tentang wahyu dari Tuhan; surah al-Alaq ayat 1-5 yang ia terima. Berbagai pengalaman baru itu membuat Nabi gelisah. Ia takut. Jangan-jangan dirinya kerasukan jin seperti dukun dan ahli nujum.

Nabi bergegas pulang meninggalkan Gua Hira. Ketika sampai rumah, ia meminta kepada Khadijah, “Selimuti aku!”

Nabi kemudian menceritakan kepada Khadijah tentang apa yang ia alami. Ia mengungkapkan kekhawatirannya kepada istrinya. Kata Nabi, “Wahai Khadijah, apakah yang terjadi padaku?”

Khadijah mendengarkan setiap ucapan Nabi, dan menenangkannya. Kata Khadijah, “Wahai putra pamanku, bergembiralah dan tabahkan hatimu. Demi zat yang jiwa Khadijah berada dalam kekuasaan-Nya, aku berharap semoga kau menjadi Nabi umat ini. Allah tidak akan pernah merendahkanmu, karena kau adalah orang yang mempererat silaturahmi dan jujur dalam setiap ucapan. Engkau adalah orang yang mau menanggung beban orang lain, menghormati tamu dan menolong mereka yang ditimpa kesulitan dalam mengikuti jalan yang benar.”

Pada momen itu, kita melihat sosok Muhammad, yang merupakan laki-laki, bercerita kepada Khadijah, yang merupakan perempuan. Dalam hal ini, sikap Nabi menunjukkan laki-laki yang tidak terikat mitos superioritas yang menuntut laki-laki untuk tidak bercerita.

Melampaui Mitos Superioritas

Jadi, dalam sejarah turunnya al-Qur’an, ada scene di mana laki-laki bercerita pada perempuan dan perempuan yang mau mendengarkan cerita laki-laki. Bagian Sirah Nabi ini memperlihatkan keadaan yang sama sekali berbeda dari tren laki-laki tidak bercerita, yang berangkat dari mitos superioritas dalam ideal patriarki.

Nabi dan Khadijah menunjukkan relasi saling antara dua pihak, dan bukan relasi paling dengan dominasi satu pihak. Nabi bukan figur laki-laki dalam gambaran mitos superioritas. Sebaliknya, Nabi melampaui mitos superioritas dengan menunjukkan diri sebagai figur laki-laki yang bercerita. Ia menceritakan kegelisahannya kepada Khadijah.

Hal itu terjadi, sebab sebagai pasangan keduanya punya kesadaran relasi saling. Nabi sadar dan mengakui bahwa ia butuh Khadijah dalam kegelisahannya. Dan, Khadijah juga paham bahwa meski suaminya adalah laki-laki yang kuat, namun ada masa merasa gelisah dan butuh bercerita padanya.

Sikap Nabi yang menceritakan ketakutannya kepada Khadijah tidak mencoreng harga diri sebagai laki-laki. Sebab, dalam kondisi melampaui mitos superioritas (tidak dalam beban patriarki), setiap kita boleh bercerita dan tentu boleh juga tidak bercerita. Itu pilihan, yang tidak ada sangkut pautnya soal apakah kamu laki-laki atau perempuan. []

Tags: laki-laki tidak berceritamitos superioritasSejarah NabiSistem Patriarkitoxic masculinity
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID