• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Stop Bilang Laki-laki Tidak Bercerita

Penting bagi masyarakat untuk menghapus stigma bahwa laki-laki yang berbicara tentang masalahnya adalah tanda kelemahan.

Ibnu Fikri Ghozali Ibnu Fikri Ghozali
13/03/2025
in Personal
0
Laki-laki Tidak Bercerita

Laki-laki Tidak Bercerita

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sejak kecil, laki-laki sering kali diajarkan untuk menjadi pribadi yang kuat, mandiri, dan tidak mudah mengeluh. Ungkapan seperti “laki-laki jangan cengeng”, “harus tegar”, atau “tidak boleh bercerita” menjadi bagian dari pendidikan sosial yang mereka terima sejak dini. Hal ini membentuk ekspektasi bahwa laki-laki harus selalu terlihat tangguh dan tidak boleh menunjukkan kelemahan, baik dengan menangis maupun dengan berbicara tentang perasaan mereka.

Namun, apakah benar bahwa laki-laki harus selalu memendam perasaannya? Apakah mereka harus menghadapi segala sesuatu sendirian? Pandangan bahwa laki-laki harus selalu kuat dan tidak boleh menunjukkan kelemahan sering kali membuat mereka merasa tertekan untuk menahan perasaan.

Banyak yang beranggapan bahwa berbicara tentang perasaan atau masalah pribadi dapat merusak citra maskulinitas mereka. Padahal, memberi ruang bagi laki-laki untuk terbuka tentang emosi mereka bukanlah tanda kelemahan. Melainkan cara untuk menjaga kesehatan mental mereka.

Banyak laki-laki tumbuh dengan keyakinan bahwa mereka harus menyelesaikan masalah sendiri. Kemandirian memang merupakan sifat yang penting dalam kehidupan, terutama dalam menghadapi tantangan. Namun, ketika kemandirian berubah menjadi tekanan sosial yang membuat laki-laki merasa tidak boleh berbicara tentang masalahnya. Hal ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental.

Topeng Maskulinitas

Dalam bukunya The Mask of Masculinity (2017), Lewis Howes menjelaskan bagaimana banyak laki-laki hidup di balik “topeng maskulinitas” yang mengharuskan mereka selalu terlihat kuat dan tidak boleh menunjukkan emosi. Maskulinitas yang berlebihan ini sering kali membuat laki-laki merasa terisolasi, kesepian, dan bahkan terjebak dalam tekanan emosional yang sulit mereka ungkapkan.

Baca Juga:

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Menurut penelitian yang saya kutip dalam buku tersebut, laki-laki yang terlalu menekan emosinya lebih rentan mengalami gangguan kecemasan dan depresi daripada mereka yang bisa mengekspresikan perasaan dengan sehat. Namun, karena norma sosial yang menuntut mereka untuk selalu tampak kuat, mereka lebih jarang mencari bantuan profesional atau bahkan sekadar berbicara dengan orang lain.

Dari perspektif psikologi, menahan emosi terlalu lama dapat meningkatkan risiko stres, kecemasan, bahkan depresi. Sayangnya, banyak laki-laki yang tidak merasa nyaman untuk mencari bantuan atau sekadar bercerita kepada orang lain. Akibatnya, mereka lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental dibandingkan perempuan, tetapi lebih jarang meminta pertolongan.

Tentu saja, tidak ada yang salah jika seorang laki-laki memilih untuk tidak terlalu banyak bercerita. Setiap orang memiliki cara masing-masing dalam mengelola emosi mereka. Ada yang merasa lebih nyaman berbicara dengan teman atau keluarga, ada juga yang memilih untuk memproses perasaannya sendiri.

Itu sah-sah saja. Yang menjadi masalah adalah ketika laki-laki merasa harus terus-menerus menekan emosi mereka karena takut terhakimi oleh lingkungan sosial. Jika seseorang merasa terbebani oleh ekspektasi bahwa laki-laki tidak boleh berbicara tentang masalahnya, maka ini bisa menjadi beban psikologis yang berbahaya.

Maskulinitas yang Sehat

Howes dalam The Mask of Masculinity juga menyoroti bahwa maskulinitas yang sehat seharusnya tidak melarang laki-laki untuk menunjukkan emosi mereka. Sebaliknya, maskulinitas sejati adalah tentang memahami diri sendiri, mengetahui kapan harus kuat, dan kapan harus mencari dukungan. Jadi, jika seorang laki-laki tidak bercerita, ya boleh saja. Tapi seharusnya bukan karena mereka merasa dipaksa untuk diam, melainkan karena mereka memang memilih cara lain untuk menghadapi masalahnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, pandangan terhadap ekspresi emosi laki-laki mulai berubah. Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental semakin meningkat, dan banyak figur publik yang mulai berbicara secara terbuka tentang perjuangan mereka menghadapi tekanan hidup.

Kini, laki-laki mulai diberi ruang untuk lebih jujur dengan perasaan mereka. Mereka tidak harus selalu bercerita, tetapi mereka juga tidak perlu takut jika ingin melakukannya. Tidak ada yang salah dengan berbicara tentang masalah, begitu juga tidak ada yang salah dengan memilih untuk menghadapinya sendiri.

Howes juga menjelaskan bahwa salah satu cara untuk mengubah pola pikir ini adalah dengan membangun lingkungan yang mendukung laki-laki untuk berbicara jika mereka merasa perlu. Ketika seseorang merasa aman dan diterima, mereka lebih mungkin untuk berbagi pengalaman tanpa takut dihakimi.

Selain itu, penting bagi masyarakat untuk menghapus stigma bahwa laki-laki yang berbicara tentang masalahnya adalah tanda kelemahan. Justru, mengungkapkan perasaan membutuhkan keberanian dan merupakan bagian dari kesehatan mental yang baik.

Menciptakan Lingkungan yang Lebih Terbuka bagi Laki-laki

Beberapa langkah yang bisa kita ambil untuk menciptakan lingkungan yang lebih terbuka bagi laki-laki antara lain: mendukung komunikasi yang sehat, baik di dalam keluarga, lingkungan kerja, atau pertemanan, sehingga laki-laki merasa aman untuk berbicara tanpa takut terhakimi.

Menormalisasi kesehatan mental, di mana pergi ke psikolog atau berbicara tentang emosi seharusnya tidak dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Selain itu mengedukasi sejak dini bahwa anak laki-laki perlu diajarkan bahwa mengekspresikan perasaan adalah hal yang wajar dan tidak membuat mereka kurang “laki-laki”.

Pada akhirnya, apakah seorang laki-laki memilih untuk bercerita atau tidak, itu adalah hak mereka. Tidak ada kewajiban untuk selalu terbuka, tetapi juga tidak ada alasan untuk menekan perasaan hanya demi memenuhi ekspektasi sosial. Jika bercerita membantu, maka bicaralah. Jika lebih nyaman memprosesnya sendiri, itu juga tidak masalah. Yang penting adalah memastikan bahwa apa pun pilihannya, itu tidak menjadi beban yang menyakitkan.

Sebagaimana penjelasan dalam The Mask of Masculinity, laki-laki tidak perlu merasa terjebak dalam peran yang mengharuskan mereka selalu kuat. Mereka boleh menangis, boleh bercerita, atau boleh memilih diam, yang penting adalah mereka tetap merasa nyaman dengan pilihan tersebut.

Maka, stop berbicara “laki-laki tidak bercerita” seolah itu adalah aturan wajib. Yang lebih penting adalah memastikan setiap laki-laki memiliki kebebasan untuk menentukan cara mereka menghadapi kehidupan, tanpa paksaan atau tekanan dari norma yang menyesatkan. []

Tags: Kesehatan Mentalkomunikasilaki-laki tidak berceritamaskulinitasRelasi
Ibnu Fikri Ghozali

Ibnu Fikri Ghozali

Saat ini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Prince of Songkla University, Thailand.

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID