• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Konflik Kashmir tidak hanya soal perbedaan politik atau agama, tetapi juga soal ketidakadilan gender yang harus segera teratasi.

Ibnu Fikri Ghozali Ibnu Fikri Ghozali
16/05/2025
in Publik, Rekomendasi
0
Kashmir

Kashmir

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kashmir, sebuah wilayah yang terletak di pegunungan Himalaya, telah menjadi pusat konflik yang berkepanjangan antara India dan Pakistan. Yakni sejak pembagian India pada tahun 1947. Konflik ini telah menelan banyak korban jiwa, menghancurkan infrastruktur, dan memporak-porandakan kehidupan sosial masyarakat Kashmir. Namun, di balik pertempuran geopolitik ini, ada satu kelompok yang paling menderita namun sering kali terabaikan dalam narasi besar ini, yaitu perempuan.

Dalam konflik India-Pakistan, perempuan tidak hanya menjadi korban kekerasan fisik, tetapi juga menjadi korban ketidakadilan struktural yang lebih besar. Perempuan Kashmir menjadi pihak yang terpinggirkan dan terlupakan. Padahal mereka adalah kelompok yang paling rentan dan paling terimbas akibat konflik.

Perempuan di Kashmir sering kali terjebak dalam berbagai bentuk kekerasan. Mulai dari pemerkosaan yang digunakan sebagai senjata perang hingga kekerasan fisik lainnya. Laporan-laporan dari organisasi hak asasi manusia seperti Human Rights Watch dan Amnesty International mencatat bahwa kekerasan berbasis gender telah menjadi bagian dari konflik ini.

Perempuan seringkali mendapat perlakuan sebagai objek politik dan sebagai simbol kehormatan bangsa oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik ini. Dalam narasi nasionalisme, tubuh perempuan mereka jadikan alat untuk memperkuat identitas dan citra negara. Padahal, tubuh perempuan bukanlah objek politik atau simbol yang dapat kita pertaruhkan dalam perang, tetapi merupakan hak asasi yang harus terlindungi dan kita hormati.

Namun, meskipun sering terabaikan, perempuan di Kashmir juga memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan dalam proses perdamaian. Sebagai contoh, banyak perempuan yang aktif dalam organisasi kemanusiaan dan sosial untuk memperjuangkan hak-hak mereka serta hak-hak korban lainnya.

Baca Juga:

Dokumen Abu Dhabi: Warisan Mulia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayyeb Bagi Dunia

Two State Solution: Solusi Perdamaian bagi Palestina-Israel atau Tantangan Integritas Nasional Terhadap Pancasila?

Bersukacita dalam Membangun Perdamaian Dunia: Menilik Penggembalaan Apostolik Paus Leo XIV Bagi Dunia

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Perempuan dapat Mengambil Peran

Parveena Ahangar, misalnya. Dia mendirikan The Association of Parents of Disappeared Persons untuk memperjuangkan nasib keluarga yang anggotanya hilang secara paksa. Ini menunjukkan bagaimana perempuan dapat mengambil peran sebagai pemimpin dalam perjuangan keadilan.

Aktivisme perempuan seperti Parveena memberikan gambaran bahwa perempuan tidak hanya bisa menjadi korban. Tetapi juga pemimpin yang memperjuangkan hak-hak mereka dalam konteks yang lebih luas, yaitu hak asasi manusia dan perdamaian yang inklusif.

Dalam bukunya Kashmir: A Disputed Legacy, Alastair Lamb menulis bahwa meskipun perempuan di Kashmir sering kali terpinggirkan dalam narasi utama konflik, mereka memiliki potensi besar untuk memainkan peran penting dalam membangun perdamaian.

Lamb mengemukakan bahwa meskipun perempuan sering terlupakan dalam proses negosiasi perdamaian, mereka memiliki pengalaman dan wawasan yang sangat penting mengenai bagaimana konflik mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, melibatkan perempuan dalam proses perdamaian tidak hanya akan memastikan bahwa kebutuhan dan hak-hak mereka diperhatikan. Tetapi juga akan membawa perspektif yang lebih inklusif dan menyeluruh.

Bukti menunjukkan bahwa negara-negara yang melibatkan perempuan dalam proses perdamaian cenderung memiliki tingkat perdamaian yang lebih stabil dan berkelanjutan. Perempuan membawa perspektif yang lebih empatik terhadap penderitaan yang masyarakat luas alami. Dengan demikian, perempuan dapat berperan sebagai jembatan yang menghubungkan berbagai pihak yang terlibat dalam konflik.

Inklusi Perempuan

Di Kashmir, misalnya, inklusi perempuan dalam proses perdamaian dapat mengurangi kekerasan yang menimpa mereka. Sehingga memungkinkan pembangunan masyarakat yang lebih seimbang dan adil. Oleh karena itu, penting bagi proses perdamaian di Kashmir untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan. Tidak hanya sebagai korban yang membutuhkan perlindungan, tetapi juga sebagai agen perubahan yang dapat membawa perspektif yang lebih inklusif dan berbasis keadilan.

Namun, untuk mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan, kita perlu mengubah paradigma yang ada. Di mana sering kali mengabaikan suara perempuan dalam proses perdamaian. Solusi yang ditawarkan adalah untuk menciptakan dialog yang inklusif, di mana suara perempuan menjadi pertimbangan dan kita hargai.

Proses perdamaian harus melibatkan semua pihak, termasuk perempuan, yang selama ini menjadi pihak yang paling terabaikan dalam narasi besar konflik Kashmir. Dengan memberikan perempuan peran yang lebih besar, bukan hanya dalam pemulihan pasca-konflik. Tetapi juga dalam proses politik, kita akan mampu menciptakan perdamaian yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.

Selain itu, kita juga perlu memastikan bahwa perempuan mendapatkan akses yang setara terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi. Pendidikan perempuan harus menjadi prioritas dalam pembangunan pasca-konflik, karena pendidikan adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.

Pentingnya Pendidikan

Dengan pendidikan, perempuan Kashmir dapat memperoleh keterampilan dan pengetahuan untuk memperbaiki kondisi mereka dan berkontribusi pada pembangunan sosial dan ekonomi wilayah mereka. Jika perempuan kita berdayakan, mereka dapat menjadi agen perubahan yang efektif. Bukan hanya dalam konflik, tetapi juga dalam pembangunan perdamaian yang berkelanjutan.

Ke depan, penting juga untuk kita ingat bahwa keadilan bagi perempuan bukan hanya soal pemberian akses atau kesempatan. Tetapi juga soal penghormatan terhadap martabat dan hak-hak dasar mereka. Dalam hal ini, kita dapat melihat bahwa konflik Kashmir tidak hanya soal perbedaan politik atau agama, tetapi juga soal ketidakadilan gender yang harus segera teratasi untuk menciptakan perdamaian yang lebih adil dan setara.

Kashmir adalah sebuah wilayah yang penuh dengan konflik dan penderitaan, tetapi di balik itu, ada perempuan-perempuan yang berjuang untuk hak mereka. Untuk keadilan, dan perdamaian. Keberlanjutan perdamaian tidak hanya terletak pada kesepakatan politik antara negara-negara besar, tetapi juga pada pengakuan terhadap hak-hak perempuan yang sering kali terpinggirkan. []

 

 

Tags: IndiaKashmirPakistanPeran PerempuanPerdamaian
Ibnu Fikri Ghozali

Ibnu Fikri Ghozali

Saat ini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Prince of Songkla University, Thailand.

Terkait Posts

Gaji Pejabat

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

1 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Pacaran

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

30 Juni 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Pisangan Ciputat

Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

30 Juni 2025
Kesetaraan Disabilitas

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • amar ma’ruf

    Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID