• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Kita tidak bisa terus menormalkan sunyi. Tidak bisa terus menganggap inses sebagai “aib keluarga” yang harus disembunyikan.

Qurratul Uyun Qurratul Uyun
19/05/2025
in Keluarga
0
Kekerasan Seksual Sedarah

Kekerasan Seksual Sedarah

1.5k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa hari terakhir, media sosial kembali gaduh dengan kabar tentang inses, yakni kekerasan seksual sedarah, yang dalam banyak kasus bukan sekadar “hubungan” tapi kekerasan seksual yang dilakukan ayah kepada anak, kakak kepada adik, atau paman kepada keponakan. Dan hal ini telah terjadi berulang kali.

Kita seolah tak pernah selesai dibuat terperangah. Tapi yang lebih menyakitkan, banyak dari kita yang hanya berhenti di keterkejutan. Padahal, di luar sana, ada anak-anak yang sedang tumbuh dalam ketakutan. Dalam tubuh yang terus dipaksa diam. Di dalam rumah yang seharusnya jadi tempat paling aman.

Inses Bukan Penyimpangan, Tapi Kekerasan

Dalam perspektif keadilan gender dan perlindungan anak, inses bukan sekadar penyimpangan seksual. Ia adalah bentuk pengkhianatan mendalam terhadap kepercayaan dan kasih dalam relasi keluarga.

Seringkali, pelaku memanfaatkan kedekatan dan kuasa dalam keluarga. Mereka bukan monster asing, tapi orang yang akrab dipanggil “ayah”, “kakak”, atau “om”. Kuasa itu yang membuat korban sulit bersuara, bahkan untuk sekadar menyadari bahwa yang ia alami adalah kekerasan.

Islam mengajarkan bahwa keluarga adalah tempat sakinah—ketenangan, kasih sayang, dan perlindungan. Maka tak ada justifikasi apa pun untuk menjadikan rumah sebagai ruang ketakutan, apalagi untuk menganiaya tubuh dan jiwa anak.

Dampak Psikologis dan Sosial: Luka yang Dalam dan Lama

Korban inses membawa luka panjang. Banyak yang kehilangan rasa aman, kepercayaan, bahkan spiritualitas. Mereka sering tumbuh dalam kecemasan, depresi, dan relasi yang rusak. Tubuh mereka bukan lagi ruang yang nyaman, melainkan medan trauma yang terus dihindari.

Baca Juga:

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

Luka mereka bukan hanya soal fisik. Tapi luka atas hilangnya kepercayaan—pada orang tua, pada manusia, bahkan kadang pada Tuhan. Maka kita perlu menyambut suara mereka dengan kelembutan, bukan penghakiman. Dengan dukungan, bukan keraguan.

Peran Orang Tua dan Komunitas: Membuka Ruang Aman

Kita perlu mulai dari rumah. Ajarkan pada anak tentang batas tubuh, tentang hak atas tubuh sendiri. Jangan anggap tabu bicara soal seksualitas dan perlindungan diri. Semakin terbuka kita, semakin terlindungi mereka.

Dan sebagai tetangga, guru, pengasuh, kita perlu peka. Bila ada anak yang berubah sikap, menarik diri, atau tiba-tiba takut pada figur ayah—jangan abaikan. Terkadang, perhatian kecil bisa menjadi penyelamat besar. Kita semua punya tanggung jawab atas keselamatan anak-anak di sekitar kita, bukan hanya orang tuanya.

Negara dan Hukum: Harus Tegas Melindungi

Negara tidak boleh lunak terhadap pelaku kekerasan seksual, apalagi yang berlindung di balik status “kepala keluarga”. Tidak boleh ada damai dalam kekerasan seperti ini. Hukum harus berpihak pada korban, dan memulihkan mereka secara utuh—bukan hanya memberi hukuman simbolik kepada pelaku.

Kita juga perlu mendorong kurikulum pendidikan yang ramah anak dan sensitif gender. Pendidikan seksual yang sehat dan kontekstual bukan ajaran sesat, tapi bentuk kasih sayang dan perlindungan. Dan itu juga bagian dari nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Sunyi Bukan Solusi

Kita tidak bisa terus menormalkan sunyi. Tidak bisa terus menganggap inses sebagai “aib keluarga” yang harus kita sembunyikan. Aib sesungguhnya adalah saat kita tahu, tapi memilih diam.

Jika keluarga adalah tempat lahirnya cinta, maka ia tak boleh jadi ruang lahirnya luka. Jika kita mencintai anak-anak kita, maka kita harus berani bicara, melawan, dan melindungi mereka—meski pelakunya adalah darah daging kita sendiri.

Karena hari ini mungkin bukan anak kita. Tapi siapa yang bisa jamin esok? Naudzubillah. []

Tags: Fantasi SedarahInsesKekerasan Seksual Sedarahkeluargakontenmedia sosialRelasi
Qurratul Uyun

Qurratul Uyun

Magister Hukum Keluarga Islam yang menaruh perhatian pada isu-isu keadilan dalam institusi keluarga dan kesalingan dalam konteks sosial-keagamaan.

Terkait Posts

Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Soft Spoken

Soft Spoken: Menanamkan Nilai Tata Krama pada Anak Sedari Kecil

25 April 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version