Mubadalah.id – Sebagai makhluk sosial, berbagi dengan sesama menjadi kewajiban yang sangat luhur. Berbagi menjadi cara manusia untuk berbuat kebaikan kepada sesamanya yang berkekurangan. Tetapi di tengah dunia digital ini, ada sebuah fenomena yang menjadi perdebatan bagi beberapa orang yaitu berbagi dengan publikasi di media sosial.
Beberapa orang berpendapat bahwa ini adalah cara untuk menarik hati orang lain juga agar mau melakukan hal yang sama, yaitu berbagi kepada mereka yang berkekurangan. Tetapi di satu sisi, juga ada yang berpendapat bahwa hal ini termasuk dalam tindakan pamer.
Fenomena yang terjadi ini justru membawa pada sebuah pertanyaan reflektif, apakah makna berbagi akan hilang jika orang banyak tidak tahu? Pertanyaan ini akan coba saya refleksikan dalam artikel ini. Melalui artikel ini saya mencoba untuk merefleksikan makna dan etika berbagi dalam iman Kristiani dan Islam.
Niat Baik Butuh Validasi?
Seperti yang saya katakan sebelumnya, ketika kita berbagi dengan berselfie akan ada dua kemungkinan. Pertama, bahwa apa yang kita lakukan akan menjadi inspirasi banyak orang untuk berbagi juga, atau kedua kita malah terjatuh dalam tindakan pamer dan haus validasi. Ketika kita memposting kebaikan kita, namun tidak ada yang like, maka bisa jadi kita akan jatuh pada kekecewaan.
Dalam dunia yang serba digital ini, tidak bisa dipungkiri bahwa orang banyak yang haus akan validasi, haus akan pengakuan dari pihak lain. Begitu juga dengan orang-orang yang dengan sengaja memposting diri mereka yang sedang berbagi. Orang-orang yang seperti inilah yang haus akan validasi. Padahal, pada sejatinya hal yang perlu dalam berbagi adalah niat yang tulus.
Kehausan akan validasi akan membawa orang pada tindakan yang nekat untuk mendapatkan validasi tersebut. Hal demikian akan membawa orang pada tindakan bahwa kebaikan yang dipamerkan bisa jadi bukan lagi tentang orang lain, tapi tentang citra diri kita.
Tangan Kanan Yang Berbagi, Tangan Kiri tidak Perlu Tahu
Dalam Iman Kristiani, berbagi dengan tidak pamer juga ada dalam alkitab. Kita dapat menemukannya dalam Injil Matius 6:3-4 yang berbunyi demikian “Jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu, supaya sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
Ketika kita memberi dengan tangan kanan, tangan kiri jangan sampai tahu. Ini memiliki arti bahwa ketika memberi, sebaiknya dengan diam-diam tanpa seorang pun yang mengetahui. Ketika berbagi, entah itu banyak atau sedikit selama itu memang sungguh niat, maka Allah akan memberikan rahmat yang berlimpah sebagai balasannya.
Dalam ajaran Katolik, memberi kepada sesama terlebih kepada mereka yang miskin dan menderita menjadi bagian dari panggilan kasih. Namun, kasih sejati bukan untuk ditunjukkan, melainkan untuk diwujudkan dalam kerendahan hati. Kebaikan sejati tidak lahir dari pujian, tetapi dari keheningan dalam memberikan.
Berbagi Secara Rahasia
Dalam Islam, berbagi dengan cara rahasia dan tanpa pamer adalah hal yang mulia. Ketika berbagi tanpa pamer, berarti ia sedang mengerjakan ibadah yang Allah anjurkan. Nilai utama dalam sedekah adalah niat yang bersih dan kerahasiaan. Dalam QS. Al-Baqarah: 264 yang berbunyi
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًاۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْاۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ
Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu batu itu diguyur hujan lebat sehingga tinggallah (batu) itu licin kembali. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir.
Dalam Islam bersedekah memiliki tujuan untuk menghibur dan meringankan penderitaan fakir miskin, dan untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Maka, orang tidak boleh pamer kepada orang banyak. Ayat ini memberikan sebuah peringatan bahwa ketika berbagi dengan pamer, maka ia tidak akan mendapat pahala.
Orang akan mendapatkan pahala dari berbagi hanya ketika ia melakukannya dengan keikhlasan dan penuh ketulusan tanpa ada niat untuk pamer kepada orang lain. Ini menjadi undangan bagi umat muslim untuk bersedekah kepada orang yang membutuhkan, tanpa pamer harus memamerkannya di media sosial.
Apakah Tuhan Butuh Bukti Digital?
Berbagi atau bersedekah adalah cara yang mulia untuk bersolidaritas dengan sesama yang membutuhkan. Tetapi hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk pamer atau mencari pujian dari banyak orang. Tuhan tidak butuh bukti digital, tetapi Ia butuh kedalaman hati manusia saat berbagi. Tuhan akan melihat seberapa tulus hati orang tersebut.
Kebaikan sejati tidak membutuhkan saksi yang akan memberikan tepuk tangan dan ucapan kepada kita. Kebaikan sejati adalah ketika kita mampu untuk berbagi dengan sesama kita tanpa harus membanggakan diri kita sendiri. Ketulusan hati akan membawa orang pada kebaikan sejati .
Maka, marilah kita melihat diri kita, apakah sudah menjadi pribadi yang mau berbagi tanpa harus pamer atau karena haus akan validasi. []