Mubadalah.id – Fenomena konten anomali sedang menggemparkan jagat maya dalam beberapa bulan terakhir. Konten ini ditayangkan secara masif di berbagai kanal TikTok dan YouTube, baik berdurasi panjang maupun YouTube Shorts (video berdurasi pendek). Sasaran utama dari konten ini adalah anak-anak.
Berdasarkan KBBI, anomali adalah ketidaknormalan atau suatu keadaan yang tidak sesuai dengan norma atau standar yang berlaku. Dalam fenomena ini, anomali yang dimaksud adalah Italian Brainrot, yaitu gambar atau video dengan suara khas yang dibuat oleh kecerdasan buatan.
Umumnya berupa gabungan gambar hewan dengan benda sehari-hari dan diberi nama dalam bahasa Italia, seperti Tralalelo Tralalala, Ballerina Capucina, Bombardilo Crorodilo, Brr Brr Patapim, Cappucino Asasino, Tung Tung Sahur, dan lain sebagainya.
Istilah Italian Brainrot dalam Wikipedia merujuk pada efek memburuknya kondisi mental seseorang akibat mengonsumsi “konten yang remeh atau tidak menantang” secara berlebihan di internet.
Jika Anda melakukan pencarian dengan kata kunci nama-nama anomali di kolom pencarian YouTube, dalam sepersekian detik Anda akan tersuguhi ratusan konten.
Bahkan, untuk kata kunci Tung Tung Sahur saja, per Minggu 24 Juli 2025 pukul 20.40 WIB, pilihan utama menampilkan kanal Ngentoys Brainrot dengan jumlah pelanggan mencapai 473 ribu. Konten berjudul Tung Tung Sahur Rebutan Selimut telah ditonton lebih dari 26 juta kali sejak terunggah pada 25 Juni 2025.
Penggunaan Diksi yang Tak Ramah Anak
Adegan-adegan dalam konten tersebut umumnya sepele, bahkan tak jarang mengandung adegan dan diksi dewasa. Contohnya, adegan dua karakter perempuan yang mengaku hamil di hadapan satu karakter laki-laki.
Yakni adegan Tung Tung Sahur yang memukul perut Ballerina Cappucina yang sedang hamil besar; atau penggunaan diksi seperti “selingkuh.” Tentu, hal ini berpotensi memengaruhi isi pikiran anak-anak, terlebih jika menontonnya tanpa pendampingan dan edukasi.
Konten-konten ini jelas tidak ramah anak. Fenomena ini menyebar bak virus, meracuni fokus dan ingatan anak-anak terhadap dunia anomali tersebut. Karakter-karakter anomali menjadi bahan perbincangan saat mereka bermain, sekolah, bahkan mengaji.
Tebak-tebakan gambar anomali menjadi tren. Berbagai pernak-pernik bergambar karakter anomali pun kini diburu anak-anak, mulai dari stiker, mainan gosok berhadiah, boneka, hingga baju bergambar karakter aneh tersebut.
Jika orang tua tetap abai, memaklumi fenomena ini, atau bahkan membiarkan anak-anak bebas mengakses gawai, maka di masa depan mereka berpotensi mengalami penurunan kualitas berpikir. Pengetahuan mereka terendap dalam tayangan-tayangan tidak berkualitas selama waktu yang cukup lama.
Sebagai bahan perenungan bersama, berikut ini penulis rangkum dari beberapa sumber mengenai bahaya fenomena konten anomali atau sejenisnya bagi anak-anak:
-
Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Anak
Menurut Sri Lestari, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Surabaya, perkembangan bahasa pada anak terpengaruhi oleh dua faktor: internal dan eksternal. Faktor internal meliputi genetik, otot bicara, dan kondisi saraf.
Sementara faktor eksternal berkaitan dengan komunikasi dengan orang tua/pengasuh, media, atau permainan yang biasa anak-anak mainkan. Membiarkan anak—terutama balita—menonton tanpa pendampingan berarti komunikasi berjalan satu arah, yang dapat menghambat perkembangan bahasa mereka.
Padahal, bahasa adalah aspek fundamental bagi kehidupan anak—sebagai sarana adaptasi sosial, ekspresi perasaan, maupun untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
-
Penurunan Daya Ingat dan Fokus Anak
Mengutip tulisan Adelia Kharisma Putri, anak-anak yang terlalu sering menonton video pendek berpotensi mengalami gangguan memori jangka pendek dan panjang. Hal ini karena mereka terbiasa menerima informasi singkat dan cepat.
Penelitian American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa rentang perhatian manusia setelah terpapar konten video pendek secara masif hanya sekitar 45 detik. Akibatnya, anak-anak menjadi mudah bosan, sulit fokus saat belajar, dan kesulitan memahami bacaan panjang.
-
Rentan Terpapar Radiasi
Menonton video anomali menggunakan gawai juga meningkatkan risiko terpapar radiasi. Sejumlah ahli meyakini bahwa gawai memancarkan radiasi yang dapat berbahaya, apalagi bagi anak-anak yang masih dalam tahap perkembangan.
Mengutip artikel yang Superadmin RS Telogorejo publikasikan, paparan radiasi cahaya biru (blue light) dari layar gawai dapat menimbulkan berbagai risiko, seperti, kualitas tidur anak berkurang, sehingga mengganggu regulasi emosi, menghambat perkembangan motorik, dan meningkatkan risiko tumor otak
Oleh karena itu, sebagai orang tua, mari kita tata ulang kebijakan penggunaan gawai bagi anak-anak kita. Demi masa depan mereka, luangkan waktu setiap hari untuk menjadi teman bermain yang ramah—bermain peran, membaca bersama, atau membacakan cerita sebelum tidur. Aktivitas ini akan menjadi contoh dan referensi bagi anak untuk mencintai dunia literasi.
Sebab, menurut Prof. Karlina Supeli, “Membaca bukan sekadar menyerap informasi, tapi menciptakan dialog batin antara pikiran kita dan pemikiran penulis.” Inilah yang mengasah ketajaman berpikir anak—sesuatu yang tidak akan anak dapatkan dari konten digital yang miskin makna.
Di akhir tulisan ini, penulis ingin mengutip kembali kata-kata Prof. Karlina Supeli yang viral di media sosial:
“Baca buku itu tidak bisa digantikan dengan TikTok dan nonton film. Karena kerja otak hanya bisa dilatih tajam kalau otak berdialog (yaitu dengan baca buku).” []