Sabtu, 29 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

    Demokrasi

    Kelas Diskusi Islam & Demokrasi Fahmina Soroti Rapuhnya Demokrasi dan Pengalaman Diskriminasi Kelompok Minoritas

    Kekerasan Seksual

    Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

    Fahmina yang

    Fahmina Luncurkan Buku “Bergerak untuk Peradaban Berkeadilan” di Harlah ke-25

    25 Tahun Fahmina

    Fahmina Akan Gelar Peringatan 25 Tahun, Ini Rangkaian Acaranya

    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

    P2GP

    Istiqamah di Tengah Penolakan: Perjuangan Panjang KUPI Menghentikan P2GP

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Ishlah

    Ishlah: Solusi Damai untuk Selamatkan Pernikahan

    Ekonomi Guru

    Ekonomi Guru dan Kesejahteraan yang Diimpikan

    Buah Sukun

    Sukun Cikalahang: Ketika Riset Aksi Mengubah Buah yang Diabaikan Jadi Rupiah

    Fiqh al-Murunah

    Disabilitas sebagai Subaltern: Menimbang Fiqh al-Murūnah

    Seni Brai

    Seni Brai: Merawat Warisan Dakwah Sunan Gunung Djati untuk Masa Depan

    Perkawinan Beda Agama

    Perkawinan Beda Agama: Gugatan Baru, Masalah Lama

    Ritual Perempuan Adat

    Kearifan Perempuan Adat: Melestarikan Alam Lewat Ritual dan Kosmologi

    Madrasah Creator KUPI

    Madrasah Creator KUPI, Menulis Biografi Ulama Perempuan dengan Gaya Storyteller

    Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Al-Qur'an

    Al-Qur’an dan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

    Demokrasi

    Kelas Diskusi Islam & Demokrasi Fahmina Soroti Rapuhnya Demokrasi dan Pengalaman Diskriminasi Kelompok Minoritas

    Kekerasan Seksual

    Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

    Fahmina yang

    Fahmina Luncurkan Buku “Bergerak untuk Peradaban Berkeadilan” di Harlah ke-25

    25 Tahun Fahmina

    Fahmina Akan Gelar Peringatan 25 Tahun, Ini Rangkaian Acaranya

    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

    P2GP

    Istiqamah di Tengah Penolakan: Perjuangan Panjang KUPI Menghentikan P2GP

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Ishlah

    Ishlah: Solusi Damai untuk Selamatkan Pernikahan

    Ekonomi Guru

    Ekonomi Guru dan Kesejahteraan yang Diimpikan

    Buah Sukun

    Sukun Cikalahang: Ketika Riset Aksi Mengubah Buah yang Diabaikan Jadi Rupiah

    Fiqh al-Murunah

    Disabilitas sebagai Subaltern: Menimbang Fiqh al-Murūnah

    Seni Brai

    Seni Brai: Merawat Warisan Dakwah Sunan Gunung Djati untuk Masa Depan

    Perkawinan Beda Agama

    Perkawinan Beda Agama: Gugatan Baru, Masalah Lama

    Ritual Perempuan Adat

    Kearifan Perempuan Adat: Melestarikan Alam Lewat Ritual dan Kosmologi

    Madrasah Creator KUPI

    Madrasah Creator KUPI, Menulis Biografi Ulama Perempuan dengan Gaya Storyteller

    Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Al-Qur'an

    Al-Qur’an dan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

“Menjadi Perempuan Adalah Cobaan” Ini Jelas Sesat Logika!

Laki-laki perlu kita ajak menjadi sekutu dalam memperjuangkan kesetaraan, bukan pelaku atau pengamat pasif ketidakadilan gender.

Achmad Sofiyul Achmad Sofiyul
28 Agustus 2025
in Personal
0
Menjadi Perempuan Adalah Cobaan

Menjadi Perempuan Adalah Cobaan

1.5k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Anggapan atau prasangka memang rawan ketika berkonotasi negatif, seperti yang terjadi pada menjadi perempuan adalah cobaan, kerap menimbulkan tindakan diskriminatif.

Sebuah hal klise yang amat meresahkan ketika menempatkan Perempuan sebagai objek domestikasi. Apa yang terjadi? yang terjadi yaitu pengerdilan posisi seseorang sebagai perempuan.

Namun, saya rasa hal itu sudah mereda dengan perlahan. Karena pergaulan atau circle yang sehat akan bersikap humanis. Contoh saja, nugas bareng harus on time, ketika si perempuan terlambat mungkin ada anggapan dari si cowok “’wajar kan ya, cewek over prepare daripada cowok”. Pun terjadi jika cowok yang terlambat, tapi alasan jitu cowok adalah “sebat dulu atau otw, otw,otw 100x”. Sederhana namun membuka mindset saling menghargai.

Bukan masalah kedisplinan secara personal, yang perlu kita highlight yakni seberapa toleran kita terhadap sesama dan mendudukkan pikiran secara moderat. Kan tidak terbayang jika saling menjustice buruk, mengolok-olok, dan merendahkan sesama.

Sebagai stimulus, cerita tersebut menunjukkan bahwa hal penting kita perhatikan yakni perspektif, berfikir, dan berasumsi bagaimana dunia berjalan dengan penuh toleransi.

Akar Masalah dalam Cara Berpikir

Dalam diskusi-diskusi keagamaan dan sosial, sering kali muncul narasi bahwa “menjadi perempuan adalah cobaan dari Tuhan.” Pandangan ini, yang sekilas tampak religius dan bijaksana, bagi saya malah merupakan sebuah kecelakaan berpikir atau sesat logika yang berbahaya.

Anggapan tersebut tidak hanya keliru secara teologis, tetapi juga berkontribusi pada normalisasi berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.

Ketika kita menyebut “menjadi perempuan adalah cobaan,” kita secara tidak langsung melegitimasi penderitaan yang dialami perempuan sebagai sesuatu yang alamiah dan tak terelakkan. Padahal, sebagian besar kesulitan yang perempuan hadapi bukanlah takdir ilahi, melainkan hasil dari konstruksi sosial yang timpang dan sistem patriarki yang telah mengakar berabad-abad.

Juga kekerasan terhadap perempuan bukan ujian spiritual yang harus ia terima dengan pasrah. Pelecehan seksual, pembunuhan, cat calling, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan berbagai bentuk objektifikasi lainnya adalah manifestasi nyata dari kegagalan masyarakat dalam menghormati martabat kemanusiaan wanita.

Berbicara patriarki, matriarki tidak dapat kita pukul rata secara subjektif atau pengalaman empirik. Setidaknya keduanya harus berjalan beriringan tanpa dominasi.

Realitas Kekerasan yang Mengakar

Data menunjukkan betapa massifnya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Komnas Perempuan mencatat ribuan kasus kekerasan terhadap perempuan setiap tahunnya, mulai dari kekerasan domestik hingga pelecehan pada ruang publik. Cat calling atau pelecehan verbal di jalanan telah menjadi pengalaman sehari-hari yang “dinormalisasi” hingga banyak anggapan sebuah kewajaran.

Femisida atau pembunuhan terhadap wanita karena identitas gendernya juga terus terjadi, seringkali terjadi oleh orang-orang terdekat korban. Kekerasan dalam rumah tangga bahkan masih sering kita anggap sebagai “urusan internal keluarga” yang bersifat intim dan publik tidak boleh bercampur tangan.

Yang lebih mengkhawatirkan, banyak orang merespons kasus ini dengan victim blaming, menyalahkan korban atas apa yang terjadi padanya. “Kenapa keluar malam sendirian?” “Kenapa pakai baju seperti itu?” “Kenapa tidak melawan?” Pertanyaan pertanyaan ini justru mengalihkan fokus dari pelaku ke korban.

Objektifikasi Sistemik

Sebagian kalangan, seringkali mereduksi perempuan menjadi objek, bukan subjek yang memiliki agensi penuh atas hidupnya. Media, periklanan, dan percakapan sehari-hari sering mengkomodifikasi tubuh perempuan sebagai objek visual. Mereka memaksakan standar kecantikan yang tidak realistis dan mengabaikan pencapaian intelektual serta profesional perempuan.

Dalam dunia kerja, perempuan masih menghadapi diskriminasi gaji, ceiling effect dalam jenjang karir, dan pelecehan seksual yang masih dianggap sebagai “resiko pekerjaan.” Dalam politik, perempuan yang vokal sering berlabelkan sebagai “cerewet” atau “emosional,” sementara laki-laki dengan sikap serupa dianggap “tegas” dan “berkarakter.”

Ketika kita menerima narasi bahwa “menjadi perempuan adalah cobaan,” kita secara tidak sadar :

Pertama, menormalisasi kekerasan, penderitaan perempuan dianggap sebagai sesuatu yang sudah seharusnya terjadi, bukan sebagai ketidakadilan yang harus dilawan.

Kedua, melumpuhkan perlawanan , perempuan didorong untuk menerima diskriminasi dengan sabar, alih-alih memperjuangkan hak-haknya.

Ketiga, mengaburkan tanggung jawab , pelaku kekerasan dan sistem yang memungkinkan kekerasan terjadi tidak dimintai pertanggungjawaban karena kejadian tersebut dianggap sebagai “takdir.”

Keempat, membatasi potensi, perempuan bergerak terbatasi dalam mengeksplorasi kemampuan dan ambisinya karena maraknya anggapan sudah memiliki “kodrat” tertentu yang tidak boleh terlanggar.

Meluruskan Pemahaman

Kesetaraan gender bukanlah konsep yang bertentangan dengan nilai-nilai agama atau budaya yang luhur. Sebaliknya, menghormati martabat wanita adalah implementasi nyata dari nilai-nilai kemanusiaan universal. Dalam berbagai tradisi spiritual, perempuan memiliki kedudukan yang mulia dan setara dengan laki-laki di hadapan Tuhan.

Yang perlu kita pahami adalah bahwa kesulitan-kesulitan yang perempuan hadapi sebagian besar bersumber dari ketidakadilan struktural yang manusia ciptakan sendiri, bukan dari kodrat alamiah atau ketentuan ilahi. Oleh karena itu, solusinya pun ada pada tangan manusia: mengubah sistem, mengubah mindset, dan menciptakan masyarakat yang lebih adil.

Langkah Menuju Perubahan

Perubahan harus kita lakukan yakni dari cara kita memandang dan membicarakan perempuan. Alih-alih melihat mereka sebagai makhluk yang “lemah” atau “penuh cobaan,” kita perlu mengakui kekuatan, resiliensi, dan kontribusi luar biasa yang telah dan terus perempuan torehkan bagi peradaban manusia.

Pendidikan gender yang komprehensif perlu kita ajarkan sejak dini, tidak hanya kepada anak perempuan tetapi juga anak laki-laki. Laki-laki perlu kita ajak menjadi sekutu dalam memperjuangkan kesetaraan, bukan pelaku atau pengamat pasif ketidakadilan gender.

Sistem hukum harus lebih kuat untuk memberikan perlindungan maksimal bagi perempuan dan sanksi tegas bagi pelaku kekerasan. Yang tidak kalah penting, stigma terhadap korban kekerasan harus kita minimalisir agar mereka berani melaporkan dan mendapatkan keadilan.

Maka tidak salah apa yang Emran El-Badawi katakan, jika dalam Al-Qur’an Wanita berkonotasi sebagai sungai mengalir dalam surga, pun seperti pohon-pohon subur yang berbuah manis. Setidaknya gambaran tersebut bernilai positif yang seharusnya kita pahami dengan cara mengolah pikiran dengan bijaksana. []

Tags: adil genderBerpikir PositifkeadilanKesetaraanMelawan PatriarkimitosPaham Matriarkiperempuanstigma
Achmad Sofiyul

Achmad Sofiyul

Bernafas, nir-intelektuil, dan suka eksis di IG @achmadyullllll_

Terkait Posts

Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Al-Qur'an
Publik

Al-Qur’an dan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan

27 November 2025
Kekerasan Terhadap Perempuan masih
Publik

Dari Keluarga hingga Negara: Kekerasan terhadap Perempuan Masih PR Bersama

27 November 2025
Difabel
Publik

Mereka (Difabel) Hanya Ingin “Diterima”

27 November 2025
Film Pangku
Film

Film Pangku: Tak Sebandingnya Hak Perempuan dengan Beban yang Ditanggung

26 November 2025
Juru Bicara Disabilitas
Publik

Pentingnya Juru Bicara Disabilitas Berperspektif Gender

25 November 2025
Kekerasan Terhadap Perempuan yang
Keluarga

Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

21 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ritual Perempuan Adat

    Kearifan Perempuan Adat: Melestarikan Alam Lewat Ritual dan Kosmologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Madrasah Creator KUPI, Menulis Biografi Ulama Perempuan dengan Gaya Storyteller

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perkawinan Beda Agama: Gugatan Baru, Masalah Lama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ekonomi Guru dan Kesejahteraan yang Diimpikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Seni Brai: Merawat Warisan Dakwah Sunan Gunung Djati untuk Masa Depan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ishlah: Solusi Damai untuk Selamatkan Pernikahan
  • Ekonomi Guru dan Kesejahteraan yang Diimpikan
  • Sukun Cikalahang: Ketika Riset Aksi Mengubah Buah yang Diabaikan Jadi Rupiah
  • Disabilitas sebagai Subaltern: Menimbang Fiqh al-Murūnah
  • Seni Brai: Merawat Warisan Dakwah Sunan Gunung Djati untuk Masa Depan

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID