Mubadalah.id – Salingers, perhatikan kondisi alam akhir-akhir ini! Kelangkaan pangan akibat menurunnya produktivitas pertanian, peternakan atau perikanan. Banjir dahsyat merusak infrastruktur. Deforestasi hutan secara masif. Air langka karena kekeringan berkepanjangan. Cuaca ekstrim mempengaruhi kesehatan manusia.
Ya, itulah efek dari perubahan iklim karena meningkatnya pemanasan global. Januari 2025 suhu meningkat 1.75 derajat celsius. Pertemuan Perjanjian Paris 2015 menyepakati untuk menjaga suhu dibawah 2°C atau suhu 1.5°C. Jika lebih dari 1.5 derajat celcius berdampak pada krisis iklim ekstrim dan berbahaya bagi manusia dan ekosistem.
Program food estate, misalnya, telah merusak tatanan masyarakat adat. Bagaimana tidak? Masyarakat adat kehilangan sumber kehidupan. Tempat tinggal tergusur dan ketergantungan ekonomi pada hutan pupus. Simbol kemakmuran sirna. Program untuk ketahanan pangan nasional justru merusak lingkungan. Deforestasi besar-besaran ini meningkatkan emisi karbon.
Perubahan iklim mengubah komponen-komponen atmosfer global dan variabilitas iklim alami. Penyebabnya adalah aktivitas manusia secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan ini tidak tiba-tiba muncul. Rentang waktunya sekitar 50-100 tahun. (Konvensi PBB, United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC)).
Indonesia Climate Justice Summit (ICJS)
Situasi di atas menggerakkan temu rakyat secara kolektif. Tujuannya gerakan akar rumput ini adalah mengambil peran untuk menuntut keadilan iklim. Mereka mengadakan ICJS (26-28 Agustus 2025) di Gedung Serbaguna Senayan. Bertemakan Gerakan Rakyat, Solusi Rakyat, Mengukuhkan Keadilan Iklim dari Lokal ke Global.
Pertemuan ini dilakukan dengan berdiskusi dan aksi. Membicarakan keadilan iklim. Subjek masyarakat adalah masyarakat adat, perempuan, nelayan, buruh migran, petani, lansia, anak muda, dan penyandang disabilitas.
Salah satu tema ICJS adalah transisi energi. Geothermal di Dieng dan ekspansi geothermal di Poco Leok, NTT mengusik ruang hidup masyarakat sekitar. Produktivitas pertanian menurun, sumber air berkurang, dan menurunnya kualitas air di Dieng.
Warga Poco Leok berdemo lebih dari 30 kali hanya untuk mempertahankan tanah adat mereka. Mereka berjuang mati-matian. Mereka menekan pemerintah supaya menghentikan rencana pengembangan geothermal di wilayahnya.
Di ruang temu ini, disabilitas juga diberikan ruang untuk bersuara dan berdiskusi. Mereka resah, cemas, gelisah ketika keadilan iklim belum berpihak terhadap mereka.
Pembelajaran dari ICJS 2025 adalah memperkuat solidaritas dan partisipasi masyarakat adat, disabilitas, dan kelompok-kelompok rentan lainnya. Selain itu, keberadaan mereka membincangkan isu-isu dari akar rumput tersampaikan di kancah nasional. Harapannya tuntutan keadilan iklim berpihak terhadap mereka.
Politik Keadilan Iklim
Masyarakat adat kehilangan tanahnya karena deforestasi. Penggusuran tanah karena industri. Petani mengalami gagal panen karena iklim tidak menentu. Penghasilan nelayan rendah akan tetapi harga BBM melonjak tinggi. Polusi meningkat menyebabkan kesehatan lansia menurun. Nelayan tambak terpaksa menjadi buruh migran non prosedural karena terlilit hutang.
Ketidakadilan tersebut menyebabkan kelompok rentan merasakan kebijakan-kebijakan yang memiskinkan. Mereka hanya membutuhkan keadilan iklim untuk kesejahteraan hidup. Keadaan inilah menimbulkan adanya politik keadilan iklim.
Politik keadilan iklim adalah sebuah gerakan fundamental yang menuntut penegakkan hak asasi manusia dan pertanggungjawaban normatif dalam mendorong sebuah transisi berkeadilan bagi kelompok-kelompok rentan.
Prinsip-prinsip dan nilai keadilan iklim meliputi: keadilan distributif, tanggung jawab bersama dan berdasarkan kemampuan, pemerataan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan, keadilan rekognitif, keadilan prosedural, keadilan korektif, keadilan antar generasi, dan keadilan gender.
Kegelisahan Pengguna Kursi Roda menghadapi Ketidakadilan Iklim
“Saya lebih cepat lelah dan sulit melindungi diri karena kedua tangan harus menggerakkan kursi roda”, kata Wardah pengguna kursi roda ketika menceritakan dampak perubahan iklim yang tidak menentu.
Wardah menjelaskan lebih lanjut krisis iklim dimana memprediksi cuaca sudah tidak jelas. Terkadang sangat panas, lalu tiba-tiba hujan. Saat hujan datang, menghambat mobilitas kursi roda. Alat bantu itu sulit bergerak. Mirisnya, roda licin dan berisiko tergelincir.
Ketika bencana alam datang, jalur evakuasi belum aksesibel. Cara-cara mereka menyelamatkan diri mengalami kesusahan. Tim SAR belum bisa menyesuaikan diri dengan kondisi disabilitas. Oleh karena itu, mencari perlindungan dari bencana masih minim.
Melihat difabel yang terkena dampak langsung dari krisis iklim, keterlibatan mereka sangatlah penting. Mereka bukan beban ketika terjadinya bencana. Mereka layak mendapatkan bantuan dan perlindungan karena difabel dan non difabel setara dalam hak asasi manusia.
Suara Disabilitas, Suara Keadilan Iklim
28 Agustus 2025, teman-teman disabilitas ikut andil melakukan aksi di Monas untuk menuntut RUU Keadilan Iklim segera disahkan. Salah satu tuntutan mereka ialah keadilan iklim rekognitif. Penyandang disabilitas ini berasal dari perempuan, anak muda, lansia, buruh migran, petani, nelayan, serta masyarakat adat.
Keadilan rekognitif yaitu menekankan pada inklusi dan agensi. Maksudnya pengakuan terhadap berbagai kelompok masyarakat rentan seperti: perempuan, anak, masyarakat adat, serta difabel Mereka adalah aktor sah. Mengakui hak, kebutuhan, serta kepentingan. Melibatkan mereka dalam pengambilan kebijakan dan keputusan terkait perubahan iklim.
RUU Keadilan Iklim memuat prinsip, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, loss and damage, climate governance, penegakkan hukum, pembiayaan iklim, serta mosi publik.
Difabel terlibat karena mereka merasakan imbas dari perubahan iklim. Mobilitas mereka terhambat. Kesehatan tidak stabil. Ekonomi yang belum setara semakin merugikan kondisi finansial. Maka dari itu, difabel wajib berpartisipasi menentukan kebijakan keadilan iklim.
Tanpa ada suara difabel, tidak ada keadilan iklim sejati. Mereka mempunyai hak seratus persen untuk memperoleh aksesibilitas dan informasi inklusi. Selain itu, mereka layak berpartisipasi dan berkolaborasi dalam pengembangan kebijakan iklim. Jadi, mereka adalah bagian dari menentukan solusi iklim.
Keadilan Iklim ini bukan hanya untuk disabilitas saja. Komunitas perempuan, lansia, anak muda, nelayan, petani, buruh migran, pekerja formal/ informal, dan masyarakat adat yang terkena imbas langsung dari perubahan iklim.
Sahkan Rancangan UU Keadilan Iklim sekarang juga! []