Mubadalah.id – Dalam buku Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir menegaskan bahwa akhlak Nabi Muhammad Saw. tidak berubah setelah menerima wahyu. Beliau tetap dikenal sebagai al-Amīn: jujur, amanah, dapat dipercaya, dan suka menolong. Bahkan dengan akhlak inilah yang menjadi daya tarik banyak orang hingga akhirnya beriman dan mendukung dakwah Nabi.
Kesaksian ini dengan jelas dinyatakan oleh Khadijah Ra. ketika Nabi Muhammad Saw. merasa gelisah setelah menerima wahyu pertama. Dengan penuh keyakinan, Khadijah berkata:
“Tidak (wahai suamiku), berbahagialah. Engkau tidak perlu khawatir. Demi Allah, Dia tidak akan mencelakakanmu sama sekali, karena engkau selalu berbuat baik kepada keluarga, jujur dalam berbicara, menolong orang yang susah, menanggung orang yang papa, menghormati tamu, dan membantu orang yang kesulitan.” (HR. Bukhari, No. 5005)
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Khadijah Ra. menyampaikan hal ini untuk meneguhkan hati Nabi. Ia percaya, seseorang dengan akhlak seagung itu pasti dijaga oleh Allah Swt.
Bahkan, untuk menambah keyakinan, Khadijah mengajak Nabi menemui seorang pendeta Kristen yang alim, Waraqah bin Naufal. Waragah pun menyambut Nabi dengan penuh hormat, memberikan apresiasi, dan mendukung risalah yang baru beliau emban.
Sikap akhlak mulia kepada mereka yang berbeda agama ini juga tampak dalam kehidupan para sahabat. Abu Bakar ash-Shiddiq Ra., misalnya, tetap mendapat dukungan dan perlindungan dari sebagian tokoh Quraisy. Meski banyak pula yang memusuhinya karena keimanannya. Semua itu terjadi karena Abu Bakar terkenal dengan orang yang jujur, dermawan, suka menolong, menghormati tamu, dan menjalin silaturahmi (Shahih al-Bukhari, No. 2341).
Dengan demikian, beban dan tanggung jawab kenabian Nabi Muhammad Saw. tidak pernah terlepas dari kekuatan akhlak mulia yang Nabi tunjukkan kepada siapa pun. Termasuk mereka yang berbeda agama. []