Mubadalah.id – Sikap berakhlak mulia kepada mereka yang berbeda agama dicontohkan oleh para sahabat, terutama Abu Bakar ash-Shiddiq Ra. Ketika banyak orang Quraisy membenci dan memusuhinya karena keimanannya, Abu Bakar justru mendapatkan dukungan dan perlindungan dari beberapa tokoh lain.
Semua itu tidak terlepas dari akhlaknya yang luhur. Yaitu jujur, suka menolong, menghormati tamu, dan rajin menjalin persaudaraan (Shahih al-Bukhari, No. 2341).
Sementara itu, Nabi Muhammad Saw. sendiri tidak pernah memusuhi seseorang hanya karena berbeda agama. Hal yang beliau sesalkan hanyalah permusuhan dan kekerasan yang ditujukan kepada orang-orang yang masuk Islam.
Bahkan dalam kehidupan keluarga, hal ini tampak jelas. Tiga putri beliau—Ruqayyah Ra., Ummu Kultsum Ra., dan Zainab Ra.—menikah dengan laki-laki yang pada awalnya tidak beriman kepada kenabian beliau.
Namun, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama, Nabi Saw. hanya meminta Ruqayyah dan Ummu Kultsum untuk berpisah dari suami mereka, yakni ‘Utbah dan ‘Utaibah, semata-mata karena sikap permusuhan keduanya terhadap beliau, bukan karena ketidakberimanan mereka.
Sementara itu, suami Zainab Ra., Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ Ra., meski belum beriman, tetap menjaga hubungan baik dengan Nabi Muhammad Saw.
Karena sikapnya yang santun dan penuh hormat, Nabi tidak pernah mengusiknya. Hubungan baik itu terjaga hingga akhirnya Abul ‘Ash memeluk Islam beberapa bulan sebelum Fathu Makkah, tahun ke-8 Hijriah.
Artinya, selama hampir 19 tahun sejak Islam hadir, Nabi tetap menjalin hubungan harmonis dengan menantunya meski berbeda keyakinan. Seperti Kiai Faqih tegaskan, bahwa inilah bukti nyata bahwa akhlak mulia Nabi tidak berubah, bahkan terhadap orang-orang yang belum beriman. []