Mubadalah.Id – Konten tentang beauty (kecantikan) dan fashion sangat banyak peminat di media sosial. Lama-lama, standar kecantikan sering merujuk pada para influencer kecantikan yang eksis di media sosial; terutama Instagram dan TikTok.
Masalahnya adalah, standar kecantikan yang terbentuk tidak jauh dari tubuh ideal, kulit putih, wajah mulus tanpa jerawat hingga wajah simetris. Hal ini membuat banyak orang terpinggirkan karena tidak sesuai dengan gambaran “sempurna” tersebut.
Di tengah arus standar kecantikan media sosial ini, hadir juga beauty content creator difabel yang menunjukkan bahwa kecantikan tidak melulu soal fisik yang seragam, tetapi kecantikan memiliki keunikan yang beragam.
Pernah Lihat Beauty Content Creator Difabel?
Saya yakin, setiap hari teman-teman pasti membuka sosial media baik instagram maupun TikTok. Pasti sudah banyak menemukan konten kreator yang membagikan tips-tips kecantikan seperti Tasya Farasya, Suhay Salim, Jharna Bhagwani. Banyak juga influencer-influencer lain yang menekuni bidang ini.
Ternyata, di tengah ramainya tren kecantikan, ada juga loh beauty content creator difabel. Video mereka pernah lewat di timeline kalian? Ada Maureen Kartika, seorang difabel skoliosis pengguna kursi roda yang sering membagikan video-video yang berhubungan dengan make up. Selain itu, dia juga sering membagikan aktivitas kesehariannya.
Ada juga akun Niatus16_mans, difabel tuna daksa yang sering membagikan rekomendasi produk-produk kecantikan baik skincare, bodycare dan make up. Kisah pribadinya juga menginspirasi netizen untuk memberi dukungan untuk hidupnya, seperti lulus kuliah dan kisah keluarganya.
Begitu juga dengan Arih Litya, difabel tuna daksa sebab sebuah kecelakaan. Dia aktif membuat konten ilusi make up dan sering mengikuti kreasi make up yang sedang tren. Arih membagikan video tutorial dan hack make up yang bervariasi di kontennya.
Meskipun baru sedikit yang namanya sudah mulai cukup besar, ternyata masih banyak difabel yang semangat difabel menjadi beauty content creator juga. Saya masih menemukan akun-akun kecil yang sedang merintis. Ya, tentunya, akun tersebut pantas untuk kita ramaikan agar definisi cantik di media sosial semakin inklusif.
Tanpa Konten Sedih, Difabel bisa Berdaya
Untuk memberikan iklim media sosial yang inklusif, rasa-rasanya kita juga perlu meramaikan konten hasil kreativitas para difabel dari berbagai niche konten. Bahkan jika kita ulik lebih dalam, tidak hanya ada beauty content creator difabel, tapi berbagai macam skill lainnya, seperti memasak, bernyanyi, konten akademik, hingga menampilkan kehidupan keseharian.
Konten-konten seperti ini seharusnya mampu menunjukkan bahwa difabel bisa berdaya dan tidak hanya diframming untuk hal-hal sedih, apalagi untuk menarik simpati di sosial media. Itu ga etis, sih menurut saya.
Saya mengamati konten kecantikan milik para difabel.
Saya senang melihat isi komentar di TikTok yang banyak fokus pada substansi konten, bukan berisi judge atau hinaan pada keterbatasan konten kreator. Ya, paling-paling penonton baru ada yang penasaran dengan kondisi kreator akan bertanya beberapa hal. Selagi penyampaian pertanyaan dengan baik, saya rasa malah bisa jadi pengetahuan baru bagi yang lain.
Inklusivitas di media sosial memang masih jadi PR yang berat, sebab pengguna media sosial memiliki dinamika dan pribadi yang beragam. Ketersinggungan sangat mudah terjadi terutama menyangkut topik-topik sensitif pada difabel.
Barangkali, komentar jahat pada konten kreatif milik difabel-pun masih ada. Tetapi syukurnya jika konten tersebut positif, biasanya komentarnya negatif-pun akan tertutup dengan komentar positif.
Berhasil Mendobrak Standar Kecantikan di Media Sosial
Saya ingat di salah satu video wawancara Maureen Kartika, ia mengungkapkan bahwa sampai saat ini masih belum banyak brand kecantikan yang bekerjasama dengan difabel. Oleh sebab itu, dia aktif di media sosial tikTok sebagai konten kreator kecantikan. Dia juga seorang model, loh.
Beauty content creator difabel menampilkan wajah dan tubuh mereka tanpa menyembunyikan kondisi disabilitas. Ada yang menggunakan kursi roda, memiliki perbedaan bentuk anggota tubuh, atau kondisi kulit tertentu. Maureen menegaskan bahwa kecantikan tidak hanya seputar fisik saja, melainkan kepercayaan diri. Kecantikan juga tercermin dari apa yang kita perbuat dan kebahagiaan kita.
Menurut saya, kehadiran beauty content creator difabel seharusnya bisa membuka mata publik bahwa kecantikan adalah representasi diri bukan hanya sekadar fisik. Meskipun baru sedikit contoh difabel yang berkarya di sosial media, kita harus memahami bahwa konten kreator difabel memiliki hak dan ruang yang sama di dunia digital.
Dampak paling nyata adanya beauty content creator difabel adalah adanya pergeseran perspektif. Penonton konten mereka bukan hanya belajar insight atau mendapat rekomendasi seputar make up, skincare, dan fashion, tetapi juga belajar nilai keberanian, kepercayaan diri, penerimaan dan inklusivitas. []